Hana melempar tatapan sedikit tajam ke arah Oliver yang menunggu jawaban atas pertanyaan. "Kamu serius mau tahu apa alasanku?"
Oliver tersenyum miring, kemudian menarik diri dan menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Kalau aku nggak serius ngapain atau tanya segala."Kini giliran Hana yang menarik diri ke belakang dan melakukan hal yang sama seperti yang yang dilakukan Oliver, melipat kedua tangannya di depan dada sambil bersandar dan memasang wajah senyum miring pula."Gimana kalau aku bilang, aku mau manfaatin kamu?" Hana berkata dengan sangat cuek, tanpa beban, dan seolah tidak takut jika akhirnya pemuda itu tidak jadi menyambung hubungan mereka setelah ini. Toh perjodohan yang diatur ibunya tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Kalaupun Oliver memutus hubungan, Hana masih akan memiliki waktu untuk mencari teman kencan yang lain.Oliver terkekeh singkat. "Kamu mau manfaatin aku? Nggak akan semudah itu.""Oke, aku akan mengatakan yang sejujurnya." Hana kembali mendorong tubuhnya ke depan, meletakkan dua tangannya di atas meja untuk menumpu berat badannya sebelum kembali melanjutkan bicaranya. "Aku kabur dari perjodohan yang diatur mamaku, sebagai gantinya aku harus cari pacar kalau nggak mau menerima perjodohan itu."Oliver terkejut, namun ia berusaha bersikap biasa saja, tidak mau menampakkan keterkejutannya.'Gadis ini juga kabur dari perjodohan? Kenapa nasib kita sama?' Oliver bergumam dalam hati. Lagi-lagi pandangannya tertuju pada Hana dengan tatapan yang menurut Hana sulit diartikan namun cenderung menuntut.Entahlah, sejak tadi Hana merasa Oliver terlalu misterius, mungkin? Pemuda itu lebih sering diam sambil memandang ke arahnya, dan Hana sedikit was-was."Ehem, aku udah kasih tau alasanku, sekarang terserah gimana tanggapan kamu. Tapi asal kamu tahu ya, aku nggak suka diatur." Hana kembali angkat bicara setelah beberapa saat lamanya Oliver tetap mengunci mulut. Hanya matanya yang berbicara dengan tidak sopan menurut Hana.Kembali Oliver mengangkat sudut bibirnya, membentuk senyum miring yang terkesan seperti seringaian licik. Hana dibuat bergidik melihatnya.'Kayaknya cowok ini nggak mudah dihadapi. Gimana kalau dia nggak terima dan balik menyerang aku? Mati aku!' Hana mengomel dalam hati.Ia memasang sikap waspada karena ia melihat Oliver mencondongkan tubuhnya ke depan, sama seperti posisi Hana sekarang."Kamu nggak peduli gimana tanggapan aku mengenai alasan kamu itu? Gimana kalau aku membatalkan hubungan kita? Kamu akan kembali dijodohkan oleh orang tua kamu?""Nggak masalah. Aku masih punya waktu untuk mencari teman kencan lain, daripada harus menjalin hubungan sama cowok mesum."Oliver menganga mendengar ucapan Hana. "Apa? Siapa yang kamu maksud cowok mesum?""Siapa lagi? Bukannya yang lagi ngobrol sama aku cuma kamu aja?""Aku mesum? Emangnya aku ngapain kamu?" Oliver protes karena tidak terima dikatakan mesum oleh Hana."Memang kamu nggak ngapa-ngapain aku, tapi dari awal aku sampai disini, kamu udah ngeliatin aku kayak gitu. Seringaian kamu juga mencurigakan!" Hana mengomel dibarengi dengan memutar bola mata, menunjukkan perasaan tak nyamannya."Ngeliatin kamu gimana? Begini?"Mendengar omelan Hana sedemikian rupa, tidak membuat Oliver mundur. Pemuda itu justru semakin gencar menatap Hana intens, dengan jarak yang semakin dekat.Spontan Hana mundur, menciptakan jarak dengan pemuda yang tak berkedip sedikitpun menatapnya sejak tadi. Hana memalingkan wajahnya menatap hamparan ombak yang semakin naik.Dalam diamnya, Oliver mengulum senyum. Menyenangkan baginya mendapati Hana yang tadi terkesan cuek dan blak-blakan kini terlihat salah tingkah.'Kurasa dia nggak segalak yang terlihat.' Oliver menilai sikap Hana dalam hati."Han," panggil Oliver setelah beberapa saat membuat Hana salah tingkah."Hm." Hana hanya bergumam tanpa menatap lawan bicaranya."Aku rasa kita punya kecocokan, dan aku mau kita melanjutkan hubungan kita. Sambil jalan sambil meningkatkan kecocokan kita. Kita ikuti aturan aplikasi yang sekarang kita mainkan." Pada akhirnya Oliver memberikan keputusan."Kamu serius? Kamu cuma bakal aku manfaatin, lho." Hana mencari bukti keseriusan Oliver, melalui tatapan mata pemuda itu. Dan Hana tak menemukan candaan disana."Aku serius.""Jadi kamu akan melanjutkan perjodohan aplikasi itu?" tanya Hana lagi."Iya.""Terus, kalau misalkan pada akhirnya tingkat kecocokan yang tertera di aplikasi menurun drastis dan—""Kenapa harus berpikir terlalu jauh? Kita hanya perlu mengikuti aturan aplikasi aja, kan?" Oliver berkata cepat, memotong kalimat Hana yang belum sempat selesai diutarakan."Jadi bener-bener cuma ngikutin aplikasi aja?" Entah mengapa pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir Hana, mengisyaratkan seolah Hana tidak rela jika hubungan mereka hanya sebatas hubungan aplikasi saja."Memangnya apa lagi?""Aplikasi hanya buatan manusia, dan aku rasa ada kalanya algoritma yang tertera nggak sepenuhnya akurat, jadi mungkin aja kecocokan yang tertera di aplikasi nggak sepenuhnya benar," ujar Hana yang tiba-tiba menjadi merasa ragu."Kamu mau bilang kalau sejak awal kita nggak cocok, dan pertemuan kita ini salah? Atau kamu mau bilang sebenarnya kita cocok tapi aplikasi itu salah menentukan kecocokan kita?" Oliver menatap menyidik. Dari cara bicara Hana, Oliver menangkap adanya keraguan yang timbul dari pihak Hana. Namun Oliver tidak yakin keraguan macam apa yang dirasakan oleh Hana sekarang.Memang, dalam pencarian jodoh online semacam itu pasti menemui banyak sekali pro dan kontra. Dan Oliver sendiri memutuskan menggunakan aplikasi tersebut pada awalnya karena tertarik pada game yang terdapat pada aplikasi PLAY DATES, siapa yang menyangka bahwa itu merupakan aplikasi pencarian jodoh. Dan yang lebih mengejutkan lagi Oliver justru bertemu dengan Hana.Hana mencerna pertanyaan yang diajukan oleh Oliver beberapa saat lalu. Hana ingin sekali menjawab opsi kedua dari pertanyaan Oliver, namun segera ia urungkan sebelum ia membuat Oliver jadi besar kepala.Menurut Hana, Oliver bisa dikatakan sebagai pria idamannya, namun hanya dengan sekali pertemuan saja tidak akan membuat Hana yakin. Maka Hana tidak akan mengakui perasaannya secepat itu."Lupakan! Ya, kita ikuti aturan aplikasi itu aja. Jadi sekarang kita tekan ikon yang mana di aplikasi ini?" Hana meminta persetujuan dari Oliver, sambil menggoyang pelan ponsel di tangannya yang menampilkan tampilan aplikasi yang mempertemukannya dengan Oliver kali ini.Oliver ikut mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi PLAY DATES dan menekan ikon hati yang utuh, yang artinya dia memilih melanjutkan permainan.Melihat Oliver yang sudah menyelesaikan misinya hari ini dengan menekan ikon hati, di sebelah ikon hati yang patah, Hana menyusul menekan tombol yang sama dengan Oliver, dan setelahnya muncul pop up notifikasi dari masing-masing ponsel mereka yang menandakan tingkat kecocokan mereka naik beberapa persen.Selamat! Tingkat kecocokan Hana dan Oliver telah meningkat. Terus bermain dan rasakan debaran di hati kalian yang semakin nyata!Hana kembali ke resort Salsa dengan senyum merekah begitu lebar. Kedua tangannya menenteng kresek besar berisi berbagai macam makanan. Menghempaskan bokongnya di atas sofa, Hana mulai membongkar belanjanya yang berisikan mulai dari makanan ringan beberapa minuman kaleng serta biskuit dan kue.Salsa yang mendapati itu, terperangah dan tak bisa berkata-kata untuk beberapa saat. Gadis itu hanya geleng-geleng dengan mulut yang terus terbuka."Tutup mulut! Nanti ada lalat masuk, lho!" celetuk Hana acuh, kemudian melanjutkan menyantap snack di tangannya.Salsa berdecak kesal dengan sikap Hana. Jika dilihat-lihat sepertinya sahabatnya itu tengah bersuka hati, sehingga membeli begitu banyak makanan untuk merayakan kebahagiaan yang didapatnya.'Apa kencan butanya sama cowok aplikasi itu berjalan dengan baik?' Salsa membatin.Masih dengan sedikit kesal, Salsa bergerak memeriksa kantong kresek yang tadi dibawa oleh Hana, mencari sesuatu yang kira-kira bisa dimakan tanpa membuat berat badannya me
Hana tertegun cukup lama. Apa yang dikatakan Salsa memang benar, biasanya dia selalu diperjuangkan, kenapa pula sekarang Nia merasa harus memperjuangkan Oliver, pemuda yang dikenalnya melalui aplikasi dan baru bertemu di dunia nyata sekali saja.Hana menggelengkan kepalanya kuat, seolah berusaha menyingkirkan banyak pemikiran yang tidak pernah terlintas di benaknya sebelumnya."Oke, jadi gini. Tadi aku udah ngomong sejujurnya ke dia, apa tujuanku nyari jodoh online, tapi dia tetap mau lanjut meskipun dia tau kalau aku cuma manfaatin dia. Lagian dia juga bilang ikuti aturan aplikasi aja, nggak perlu dibikin pusing apapun yang terjadi nantinya." Setelah beberapa saat bergelut dengan pikirannya sendiri, kini Hana angkat bicara."Jadi hubungan kalian nggak pasti, kan? Gimana kalau suatu hari kamu beneran jatuh cinta sama cowok itu, tapi tiba-tiba aplikasi itu bilang kalian nggak cocok dan kalian nggak bisa lanjut hubungan?"Pertanyaan yang diajukan Salsa lagi-lagi membuat Hana bungkam beb
Salsa mengernyit mendengar ucapan pelan Hana yang terdengar menyebut nama Oliver. "Oliver? Bukannya itu nama cowok aplikasi itu? Mana? Di mana dia?" Salsa langsung bersemangat mencari keberadaan Oliver, dan mengikut arah pandang Hana.Hana menunjuk pada objek yang dia maksud, sambil terus menatapnya tanpa berkedip. "Itu, yang pake baju merah, dia ngapain disana? Apa itu keluarganya?"Salsa menyipitkan mata, mengamati pria bernama Oliver itu dan beberapa orang yang terlihat seperti keluarga. Tapi Salsa tidak yakin bahwa mereka merupakan keluarga Oliver."Meskipun mereka kelihatan seperti sebuah keluarga tapi aku nggak yakin kalau itu keluarga Oliver, Han. Jelas-jelas mereka berbeda. Mereka keliatan seperti orang bule tapi Oliver bukan bule." Salsa memberikan pendapat sesuai pengamatannya.Hana menganggukkan kepala sambil masih terus memandang ke arah dimana Oliver seperti begitu akrab dengan keluarga tersebut. Hana setuju dengan pendapat Salsa.Hana merogoh tas kecilnya dan meraih pons
Oliver menatap Hana penuh arti. Mendengar pertanyaan Hana, Oliver jadi berpikir untuk sekedar mengetes ketulusan gadis itu.'Dia bilang mau memanfaatkan aku, kan? Gimana kalau aku tes dia sedikit?' Batin Oliver berbicara."Kamu nggak bisa punya pasangan miskin, ya?" tanya Oliver yang cukup mampu membuat Hana kebingungan harus menjawab apa. Apakah kentara sekali bahwa ia sangat menghindari pria miskin?Sebenarnya bukan tanpa alasan, Hana menghindari pria miskin karena melihat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, mereka hanya ingin memanfaatkan kekayaan orang tua Hana saja. Sedangkan yang tidak miskin hanya mengincar tubuh Hana saja. Karena itulah Hana sangat pemilih sekarang.Hana mengalihkan pandangan ke sembarang arah ketika berkata, "Bukan nggak bisa, tapi nggak terbiasa. Nggak papa cowok itu miskin asalkan dia bisa mencukupi kebutuhanku yang nggak sedikit." Hana menghindari berserobok tatap dengan pemuda di hadapannya."Jadi, apa masalahmu, sampai kamu mengajakku bertemu mendadak
Oliver melangkah cepat memasuki area penginapan di sisi utara, berbeda dengan penginapan Salsa yang berada di sisi selatan.Seorang pria paruh baya langsung menyambut Oliver. Wajahnya menggambarkan perasaan pria itu bahwa sebenarnya ia sedang tidak tenang."Bapak tidak menghubungi Mas Oliver?" tanya pria paruh baya itu sambil membimbing langkah Oliver menuju ruangannya."Nggak, Pak. Apa Papa menghubungi Bapak? Papa bilang apa?" tanya Oliver berbondong, dan sedikit tidak sabar menunggu jawaban dari pria dihadapannya."Bapak curiga Mas Oliver ada disini, Mas."Oliver mengusap wajahnya dengan sedikit kasar. "Bapak udah mengepak barang saya, kan?""Sudah, Mas, sudah saya masukkan ke gudang, seperti perintah Mas Oliver."Oliver mengangguk. "Terima kasih banyak, Pak."Mereka terdiam sesaat, menciptakan keheningan di ruangan tersebut."Gimana ceritanya, Papa bisa tau saya disini, Pak?""Bapak memeriksa tiket keberangkatan Mas Oliver. Meskipun tujuannya tidak di kota ini, tapi pemberhentian M
Hana menggeliat ketika dirinya merasa kedinginan akibat selimut yang tadinya menutup hingga pundaknya, kini hanya menutup sampai bagian perutnya saja. Hal itu karena Salsa terlalu menguasai selimut tersebut.Hana berdecak pelan, sambil menarik pelan selimut itu dan mengambil bagian lebih lebar tanpa membuat Salsa kedinginan.Ketika Hana hendak kembali memejamkan mata, sialnya ada panggilan alami yang mengharuskannya untuk bangun dan pergi ke kamar mandi. Ya, hawa dingin membuatnya ingin buang air kecil.Dengan enggan Hana melangkah menuju kamar mandi. Ia enggak karena ia sebenarnya tidak ingin menyentuh air di hawa yang begitu dingin itu, namun mau bagaimana lagi? Mau tidak mau Hana harus bersentuhan dengan air, bukan?Hana melakukan kegiatannya dengan cepat. Keluar dari kamar mandi, kedua tangan Hana sibuk menggosok lengannya untuk mengurangi rasa dingin. Dan saat ia hendak kembali ke kamar, Hana mendengar ada sesuatu yang cukup berisik berasal dari samping tempat tinggal mereka. Han
"Aaaaaa!""Aaaaaa!"Keributan membahana di pagi hari. Baik Salsa maupun Oliver sama-sama berteriak ketika keduanya saling bertemu secara tidak sengaja, ketika yang satu baru saja keluar dari kamar mandi dan yang satu hendak masuk ke dalam kamar mandi.Dari arah kamar, Hana berlari keluar untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana."Kamu ngapain teriak-teriak!" Oliver membentak Salsa."Kamu yang ngapain teriak di depanku? Lagian kamu ini siapa? Kenapa ada di penginapanku? Kamu penyusup?" Berbagai macam pertanyaan dilancarkan Salsa, dengan tatapan tajam menyelidik.Oliver memaki dirinya karena lupa bahwa orang yang menyewa penginapan ini adalah teman Hana, dan gadis inilah pasti pemiliknya. Seketika Oliver merutuki kebodohannya yang membentak gadis yang tak dikenali itu.Hana yang melihat Oliver seperti kebingungan hendak berkata apa untuk menjawab semua pertanyaan Salsa, segera mendekat dan menengahi."Sa, tenang dulu, oke? Aku bisa jelasin." Hana datang menyela pembicaraan.Salsa ber
Salsa terdiam seribu bahasa. Kata-kata Oliver benar-benar membuat dirinya kehilangan kosa kata.Tidak habis-habisnya Salsa menggerutu di dalam hati, sembari terus berpikir keras berusaha mendapatkan kata-kata yang bisa untuk mendebat Oliver, namun sialnya Salsa tak mendapatkan sepatah kata pun."Aku nggak pernah memaksa orang lain untuk menganggap aku baik, tapi aku nggak mau orang lain sampai berperasangka buruk tentang aku. Jadi sebaiknya kamu kenali aku dulu, baru kamu boleh memutuskan apa aku baik untuk sahabat kamu, atau sebaliknya." Oliver membuka suara setelah beberapa saat keheningan.Salsa semakin dibuat tak bisa berkata-kata. Dari cara Oliver berbicara, Salsa dapat menilai bahwa Oliver adalah pria yang baik. Rasa tak sukanya pada pemuda itu sedikit luntur, meski belum sepenuhnya hilang."Oke, aku kasih kamu kesempatan. Tapi kalau sampe kamu bikin Hana kecewa, aku akan membuat perhitungan denganmu!" Gengsi untuk mengakui bahwa ia percaya pada Oliver begitu saja, Salsa berkata