Share

Bab 220

Author: Waterverri
last update Last Updated: 2025-10-12 06:38:49

Ketika Irwan pulang sore itu dan mendapati Maya segar dan bahkan sedang memasak di dapur, dia tampak takjub.

"Lho? Bukannya tadi pagi kamu sakit banget?" tanyanya heran.

"Minuman Pak Karyo ampuh banget," Maya tersenyum, mengaduk sup ayam di panci. "Terus pijatannya juga ngebantu, Yang. Aku langsung seger lagi."

Irwan melingkarkan tangannya di pinggang Maya dari belakang, mencium pipinya. "Syukurlah. Aku khawatir banget tadi."

"Kamu lebay deh," Maya tertawa kecil, menyandarkan kepalanya ke bahu Irwan. "Cuma morning sickness biasa kok."

"Biasa gimana? Kamu muntah-muntah kayak kesurupan gitu," Irwan menggeleng. "Untung ada Pak Karyo."

Maya terdiam sejenak. Ada sesuatu dalam cara Irwan menyebut nama Pak Karyo yang membuatnya menoleh. "Kenapa? Kamu... nggak nyaman Pak Karyo bantuin aku?"

"Bukan gitu," Irwan

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 340

    Makan malam berlangsung dengan ketegangan seksual yang nyaris terlihat. Maya berusaha bersikap normal, tapi matanya terus mencuri pandang ke arah Pak Karyo yang melayani makan malam dengan sikap profesional yang sempurna—kontras tajam dengan pria yang membuatnya hampir orgasme bersandar di dinding beberapa jam lalu.Irwan, dengan keahlian observasinya, menangkap setiap lirikan dan bahasa tubuh tersembunyi.Maya masih merasa gelisah sepanjang makan malam. Tubuhnya frustrasi karena orgasme yang tertunda saat Pak Karyo menyentuhnya di ruang depan tadi. Setiap kali dia menangkap tatapan Pak Karyo yang sedang melayani makan malam, sensasi panas langsung menjalar ke bagian bawah perutnya.Perhatiannya terpecah, Maya hampir tidak mendengar pertanyaan Irwan. "Maaf, apa?" tanyanya, mengerjapkan mata."Aku tanya, kamu udah menyiapkan sesuatu untuk besok? Selama aku pergi seharian?" ulang Irwan, ada kilatan aneh di mat

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 339

    Selasa sore, Maya pulang kerja lebih awal. Dia menemukan Pak Karyo sedang menyiram tanaman di halaman depan."Selamat sore, Bu," sapanya formal karena ada tetangga yang lewat."Sore, Pak," balas Maya, tersenyum kecil.Di dalam rumah, begitu pintu tertutup, Pak Karyo langsung mengubah sikapnya."Ibu pulang cepat?" tanyanya, suaranya lebih rendah, mata awasnya menelusuri tubuh Maya dari atas ke bawah."Iya," Maya menjawab pelan, melepas sepatu hak tingginya.Pak Karyo mendekat perlahan, tapi tetap menjaga jarak aman. "Kapan Bapak pulang?""Nggak tau pasti," Maya berbisik, jantungnya mulai berdebar kencang. "Biasanya sih masih setengah jam lagi, tapi kadang dia suka lebih cepet kalo nggak macet."Mata Pak Karyo berkilat—campuran hasrat dan kewaspadaan. "Kalau gitu kita harus hati-hati," bisiknya, sembari memastikan jendela depan tetap terbuka agar bisa mendengar suara

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 338

    Selasa siang.Saat jam istirahat tiba, ponsel Irwan bergetar pelan di atas meja kerjanya.Dia melirik layar. Pesan masuk dari Maya.Jantungnya langsung berdegup lebih cepat—antisipasi bercampur dengan sedikit ketakutan yang aneh. Maya jarang mengirim pesan di tengah hari kerja, kecuali ada sesuatu yang penting. Naluri dalam dirinya tahu: ini pasti tentang apa yang terjadi pagi tadi setelah dia berangkat.Irwan membuka aplikasi pesan dengan tangan yang sedikit gemetar.Pesan pertama dari Maya: "Wan, tadi setelah kamu pergi... Pak Karyo lagi-lagi berani. Dia... menyentuh aku di meja makan."Irwan menarik napas dalam. Matanya menyipit membaca kata-kata itu.Maya melanjutkan dengan detail singkat tapi cukup untuk membuat imajinasi Irwan berlari liar: "Aku coba tahan, tapi tubuhku bereaksi. Akhirnya... aku orgasme di sana. Maaf, aku nggak bisa nahan. Kamu marah nggak?"

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 337

    Selasa pagi, rutinitas sarapan terasa berbeda. Irwan sengaja duduk lebih lama di meja makan, memperhatikan interaksi Maya dan Pak Karyo. Maya tampak gugup saat Pak Karyo menuangkan teh untuknya, tangan mereka bersentuhan sekilas."Hari ini pulang jam berapa?" tanya Irwan santai."Seperti biasa," jawab Maya. "Kenapa?""Nggak apa-apa," Irwan tersenyum. "Cuma mau tau aja."Setelah Irwan berangkat, Pak Karyo langsung menghampiri Maya yang masih duduk di meja makan."Ibu belum berangkat?" tanyanya, berdiri sangat dekat."Sebentar lagi," Maya menjawab, tidak beranjak.Pak Karyo duduk di kursi sebelah Maya, tangannya perlahan menyentuh paha Maya di bawah meja. "Masih ada waktu sebentar..."bisiknya dengan suara berat.Maya menelan ludah, melirik jam dinding. Dia memang masih punya sekitar lima belas menit sebelum benar-benar harus berangkat. "Pak Karyo..." suaranya b

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 336

    Di kantor, Maya tidak bisa berkonsentrasi. Ponselnya bergetar dengan pesan masuk:"Ibu masih kepikiran yang tadi pagi? Saya juga."Maya menggigit bibir, ragu untuk membalas. Akhirnya dia mengetik:"Pak Karyo, kita harus lebih hati-hati."Balasan datang segera:"Tapi Ibu suka kan? Saya bisa lihat dari gerakan Ibu."Maya memerah membaca pesan itu. Dia membalas:"Pak Karyo, saya mohon jangan bicara seperti itu. Saya masih istri Irwan."Balasannya datang cepat:"Tapi tubuh Ibu bilang lain tadi. Saya lihat sendiri."Maya menggigit bibir, jemarinya gemetar di atas layar ponsel. Dia harus menghentikan ini, tapi ada bagian dari dirinya yang tidak ingin berhenti."Itu... itu cuma reaksi fisik. Tidak berarti apa-apa.""Kalau tidak berarti apa-apa, kenapa Ibu masih balas chat saya?

  • Keperkasaan Tukang Kebon   Bab 335

    "Jadi, gimana sekarang?" tanya Maya pelan, menarik selimut hingga ke dadanya.Kamar utama terasa hangat meski AC menyala. Mereka baru saja selesai mandi setelah makan malam dan pembicaraan di mobil. Irwan duduk bersandar di kepala tempat tidur, tablet di tangannya, sementara Maya berbaring miring menghadapnya."Maksudnya?" Irwan mengalihkan pandangan dari tabletnya."Kita udah ngobrol banyak di mobil," Maya memperjelas. "Tapi aku masih belum jelas apa yang sebenarnya kamu mau. Tadi pagi kamu panik lihat Pak Karyo 'berani' sama aku. Tapi sekarang, setelah terapi, kayaknya kamu malah mendorong..."Irwan meletakkan tabletnya, menatap Maya serius. "Oke, aku jelasin. Tadi pagi aku belum... siap. Aku masih bingung sama perasaanku sendiri. Tapi sekarang..." Dia menghela napas. "Sekarang aku udah mantap.""Mantap gimana?""Aku udah bilang ke kamu, kan? Aku punya... preferensi ini." Irwan menggenggam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status