Selamat membaca
Juwi tidak bisa mengelak lagi, Devit sudah mengungkungnya di atas kasur. Keduanya saling menatap, Juwi sangat canggung.
Cepat Juwi menutup mata, saat Devit semakin mendekat."Sini, buka dulu mukenanya," bisik Devit ssambil membantu Juwi membuka mukena bagian atas. Rambut Juwi yang basah terurai indah, Devit menatap Juwi penuh minat. Juwi bernafas sampai tersendat-sendat, karena wajahnya dan suaminya begitu dekat. Seperti dihipnotis, Juwi menurut saja saat Devit membantu membuka bawahan mukena.
"Istriku cantik, mirip artis korea, kulitnya putih," puji Devit sambil jari telunjuknya menyentuh pipi Juwi yang kemerahan menahan malu.
"Pak, berat!" rengek Juwi sedikit menggeser tubuhnya, namun di tahan Devit.
"Abang, De. Bukan Bapak," sela Devit dengan senyuman.
"Iya ... Bang, somaynya goceng ga pake pare!" ledek Juwi sambil terkikik, merasa aneh dengan sebutan abang diminta Devit.
"Ngeledek ya."
Cuupp
<Juwi terdiam menatap raut wajah suaminya yang salah tingkah. Juwi merapatkan kembali kedua pahanya, mengambil sarung suaminya yang ada di atas ranjang, lalu menutupi tubuhnya."Abang ga tau?""Ngga, De." Devit menggeleng lemah, yang di bawah pun ikut lemah."Emang Juwi ga tahu juga?""Ngga, Bang." Juwi menggeleng malu."Kok gak tahu?" Devit semakin bingung dengan istrinya, bukannya Juwi janda. Tapi kok malah tidak tahu."Soalnya belum pernah,"cicit Juwi sambil menggigit bibir bawahnya."Hah?!"Devit tercengang. Dadanya berdegub kencang. Keningnya berkerut tidak paham maksud ucapan Juwi."Juwi, tapi...""Papa Salsa meninggal seminggu setelah pernikahan kami, saat itu saya sedang datang bulan. Jadi papa Salsa belum sempat ... mmm."CcuupppMmmmmmpph ...Devit mencium mesra istrinya."Jadi Juwi masih perawan?" tanya Devit sambil menatap mesra Juwi.Istrinya itu mengangguk, wajahnya suda
Dewasa 21+Devit merapikan letak sarungnya setelah berwudhu. Ia menyusuri jalan menuju masjid untuk melaksanakan sholat dzuhur. Juwi sudah kembali ke rumahnya, menyuapi Salsa makan. Sedari tadi Juwi hanya senyam senyum tak jelas, ibu yang memperhatikan Juwi, juga ikut tersenyum, belum pernah ibu melihat Juwi sebahagia ini. Tak terasa air mata ibu menggenang. Ternyata Tuhan memberikan jodoh pada Juwi dengan cara yang tidak disangka-sangka."Senyumin apa sih, pengantin?" tanya Bu Nur menggoda Juwi. Juwi tersadar dari lamunannya mendengar suara ibunya."Ah, ga papa, Bu," jawab Juwi cepat, wajahnya menunduk malu."Cepat suapin Salsa, setelah itu kamu siapin makan untuk suamimu, bawa ke kontrakan," ucap ibu pada Juwi sambil menunjuk aneka hidangan di atas meja makan."Bu, harusnya Pak Devit sudah bayar kontrakan,Bu. Udah masuk tanggalnya ini." Juwi mengingatkan ibunya. Wajah Juwi berubah serius."Ga papa Juwi, se
Wanita dengan mukena batik yang ia pakai, masih terpekur di atas sajadah. Selesai sholat dhuha ia panjatkan doa mohon ampun atas segala kesalahan dan dosa yang telah ia perbuat. Walaupun hati remuk redam dengan semua keadaan ini. Matanya melirik kalender yang telah ia tandai gambar hati. Lima hari lagi tepatnya, harusnya adalah hari bahagianya, melaksanakan resepsi dengan suami tercinta. Lelaki yang selalu ia kagumi, sejak mengikuti mata kuliah sejarah islam. Namun lima hari lagi, ia malah akan menikah dengan lelaki paling brengsek di muka bumi. Jono Jarin Nugraha."Saraah,"panggil wanita paruh baya, yang merupakan adalah mamanya Sarah. Sedikit tergesa, membuka pintu kamar anaknya."Ada apa, Mah?" tanya Sarah kebingungan melihat ekspresi mamahnya."Berita apa yang barusan Mama dengar, mantan suamimu Devit sudah menikah dengan janda anak satu, apa ini semua Sarah?"Sarah terdiam, ada yang meremas hatinya. Begitu sakit. Air matanya
Fix tidak ada malam pertama, yang ada siang pertama. Tubuh keduanya kini telah segar. Devit sedari tadi mesem-mesem memperhatikan wajah Juwi yang tiba-tiba bersinar. Efek after glow. Juwi masih menggelung rambutnya dengan handuk. Tubuhnya dibalut kaos kebesaran milik Devit dipadukan dengan celana panjang bermotif polkadot. Jalannya sedikit kepayahan, menuju dapur. Untuk mengambil minum."Sakit ya, De?" tanya Devit khawatir, ketika melihat Juwi kembali dari dapur, sambil memegang teko air."Sakitlah, kayak digigit Bapaknya tawon," sahut Juwi sambil berjalan aga mengangkang. Devit terbahak, memperhatikan jalan istrinya."Ish, bukannya prihatin. Malah ngetawain istri. Besok-besok ga ada deh, apaan yang enak, orang sakit begini," omel Juwi dengan wajah cemberut."Eh, namanya baru pertama gitu, De. Nanti-nanti mah, udah ga sakit," terang Devit sambil mengusap pucuk kepala istrinya."Maafin ya," ucap Devit sangat lembut memeluk Juwi. Juwi jadi terharu, a
Malam ini Juwi tidak bisa tidur, padahal biasanya pukul sembilan malam, ia sudah terlelap bersama Salsa. Hanya saja, sejak menikah, tidurnya menjadi lebih malam. Tetapi tetap saja, pukul sebelas ia sudah terlelap.Juwi milirik jam di dinding kamarnya, sudah pukul satu malam. Matanya tak mau juga terpejam. Padahal sejam yang lalu ia baru saja melakukan video call dengan Devit. Dirinya gelisah, hanya berbalik kanan dan ke kiri. Pikirannya melayang pada perkataan mertua perempuannya, juga pada ucapan Devit yang menenangkannya.Devit mengatakan, perjuangan mereka masih panjang, menikah bukanlah awal dari kebahagiaan saja, namun awal dari ujian kehidupan. Devit juga mengatakan agar Juwi percaya sepenuhnya dengan dirinya, dengan cintanya. Ia akan berjuang, agar Juwi diterima oleh orangtua juga keluarga besarnya.Air mata Juwi kini sudah tumpah lagi, mengingat suaminya, rasa rindu itu kini kian terasa. Rasanya baru tadi siang mereka bercumbu, namun malam in
Devit menatap wajah bertanya-tanya Juwi, sambil memeluk erat selimut bulu menutupi tubuhnya hingga dada."Abang mau ke tempat Teh Sarah?" tanya Juwi dengan nada lemah."Kalau De Juwi izinin, Abang berangkat," ucap Devit, kini sambil mendekati istrinya."Ga usah ya, Bang. Nanti Teh Sarah, malah baper, dia kira Abang masih perhatian," ucap Juwi sambil mengusap lengan suaminya. Devit nampak berpikir. Ia membenarkan ucapan Juwi. Devit membawa Juwi ke dalam pelukannya."Udah lho ya, udah dua kali, bisa setruk saya kalau sampe tiga kali." Juwi menatap sengit ke arah suaminya yang kini tengah terbahak.****Di rumah Sarah, geger dengan perbuatan Sarah yang menceburkan diri ke dalam kolam renang rumahnya. Untung saat itu Jono datang ke rumah Sarah, hendak melihat calon istrinya. Padahal sudah dilarang oleh orang tua Sarah, namun Jono tetap pergi ke rumah Sarah.Begitu sampai di sana, Jono berlari ke arah belakang rumah Sarah
Selamat membaca😍Hari ini adalah hari Sabtu, tepat dimana dilangsungkannya acara akad dan pesta pernikahan Sarah dan Jono yang bertempat di aula kampus. Pengantin pria yang harusnya adalah Devit, kini berganti Jono.Jono hanya di dampingi kedua paman dan bibi serta sepupunya, ada juga teman dan tetangga Jono yang tak lebih dari sepuluh orang. Datang beriringan memasuki aula kampus. Jono tampil rapi dengan beskap warna krem, rambutnya yang gondrong kini sudah dipangkas rapi.Lancar Jono mengucapkan ijab qabul, Sarah kini sah menjadi istrinya baik secara agama maupun negara. Sarah masih terus saja menitikan air mata. Kedua orangtua Sarah hanya bisa pasrah, saat menatap anak gadisnya yang kini bersuamikan lelaki yang tak jelas. Tampak dari kejauhan, orangtua Devit datang, menghadiri pernikahan mantan menantunya.Banyak diantara tamu yang merasa kebingungan, setahu mereka yang menikah adalah dosen kampus dengan mahasiswa, bukannya mahasiswa denga
Langit malam mulai menyapa, seperti malam-malam sebelumnya Devit tetap mengajar mengaji anak-anak tetangganya. Salsa datang dengan menunduk."Assalamualaikum.""Wa'alaykumusalam. Eh ada anak Papa. Sini masuk, Cha." Devit menyambut tangan Salsa yang hendak salim. Salsa tersenyum lucu."Bunda mana, Cha?" tanya Devit sambil berbisik, saat Salsa telah duduk di pangkuannya."Bunda di kamal, mata Mama sakit.""Oh ya, sakit kenapa?" tanya Devit cukup kaget."Mata Bunda besal dan melah," ucap Salsa lagi, sambil membolak balik halaman iqro'nya."Caca baca halaman belapa cih, Caca lupa telus, sepelti nenek, titun!" celoteh Salsa."Pikun Sayang, bukan titun." Devit membetulkan ucapan Salsa sambil mengulum senyum."Caca lucu ih kayak Bunda." Devit mencubit gemas pipi Salsa.Salsa mulai membaca halaman enam pada iqro'nya. Saat itu, satu persatu murid yang lain mulai berdatangan. Acara pengajian dibuka Devit dengan