Malam gelap dipenuhi kabut lebat, menutupi segala pandangan. Angin dingin menyebar menusuk indera peraba. Membangunkan bulu kuduk ‘tuk menari sebagai refleksi terhadap rangsang.
Beberapa manusia berkemah dalam hutan belantara. Mereka adalah pelancong dari negeri yang jauh hendak menuju ke negara Vennisios. Merantau demi suatu kebutuhan hdiup.
“Apakah kita akan beristirahat di tempat ini? Kita sudah kelelahan berjalan seharian tanpa istirahat,” keluh seorang lelaki.
“Tahan dirimu, Kawan! Akan sangat berbahaya jika kau berhenti di sini. Desas-desus mengatakan bahwa di hutan perbatasan kota banyak sekali penarik pajak ilegal yang hanya akan menguras perbekalan kita,” ucap seorang lelaki.
“Maksudmu perampok?” tanya balik laki-laki tadi. Laki-laki yang menjawabnya mengangguk. Akan tetapi, mereka tidak punya pilihan lain lagi.
Karena langkah kaki mereka semua tak kuasa menahan lelah yang harus mereka lampiaskan dalam istirahat total. Tanpa berfikir panjang, mereka membangun tenda untuk beristirahat semalam suntuk. Akhirnya mereka tertidur pulas dengan cepat. Tak lupa untuk selalu merapalkan do’a-do’a kepada sang dewa, berharap bangun dalam keadaan selamat.
***
Pagi yang cerah, embun pagi yang begitu menyegarkan, mengiringi angin baru kehidupan. Suara burung mendayu-dayu di pagi hari. Para pelancong dari negeri yang jauh itu pun bangun satu per satu.
Mereka keluar dari tenda dan menghirup udara segar. Salah satu pemuda memulai pembicaraan namanya Alexis kepada kedua temannya, Kimeros dan Kanamola.
“Apa kalian hari ini tidur nyeyak?” Pertanyaan basa-basi itu ditangkap oleh kedua temannya.
“Tentu, memangnya kenapa?” tanya balik Kanamola.
“Keributan terdengar oleh telingaku malam ini. Aku sempat terbangun karena kebisingan itu, tak lama kemudian saat hening kembali aku melanjutkan tidur,” jawab Homeros yang lebih memahami maksud Alexis.
“Itu yang aku maksud, aku lebih memilih diam saat mendengar keributan itu. Karena suara itu terdengar seperti orang yang sedang berkelahi,” ucap Alexis.
Dari pernyataan itu, mereka sependapat jika semalam telah terjadi peperangan antara perampok dan seseorang yang melindungi mereka. Maka dari itu, tanpa basa basi mereka melanjutkan perjalanan negeri Vennisios yang tinggal beberapa langkah. Sebelum itu, mereka meninggalkan beberapa perbekalan di tempat tersebut sebagai persembahan atas rasa syukur mereka telah selamat dari malam yang mengerikan.
Sesudah mereka menjauh sampai tak terlihat sosok mereka seberkas pun. Dua orang pemuda muncul dari balik semak belukar. Mengambil perbekalan mereka.
“Lumayan juga untuk hari ini, ya!” ungkap seorang pemuda kepada temannya.
“Mereka ternyata orang-orang kaya dan peka. Tidak sia-sia kita menjaganya semalaman,” jawab temannya. Mereka adalah dua orang pemuda misterius bertopeng orang-orang menyebut identitas mereka sebagai Boy Knight dan Vichnight.
“Kira-kira siapa mereka yang kita berantas tadi malam?” tanya Boy Knight.
“Entahlah! Mereka menyebut diri mereka sebagai anak buah Devil,” jawab Vichnight.
“Aku sedikit penasaran dengan seorang bernama Devil itu. Sepertinya bukan orang biasa.”
“Jika Sang Dewa berkehendak. Kita akan bertemu dengannya suatu saat nanti,” tanggap Vicnight. “Mari kita makan dulu berkat pemberian Dewa ini!” lanjutnya. Boy Knight mengangguk. Mereka mulai sarapan untuk mengisi perut mereka.
***
Beberapa orang bersimbah darah berjalan terhuyung-huyung menuju suatu tempat yang dekat dengan sisi kota padat negeri Vennisios. Sebuah bangunan yang terbuat dari kayu sederhana dan sedikit besar tersebut menjadi tempat persinggahan mereka, belum sampai masuk kediaman tubuh mereka roboh seketika.
Seorang pria muda muncul dari balik pintu, menyambut kedatangan mereka, bisa diketahui kalau dia adalah pemimpin dari komplotan perampok di hutan perbatasan negeri Vennisios. Melihat luka para anak buahnya, ia memberikan beberapa bantuan sebelum semuanya fatal.
“Kalian mengalami luka yang serius, katakan! seperti apa musuh kalian?” ucap pria muda tersebut.
“Mereka dua orang bertopeng salah satunya dengan membawa dua pedang kembar, yang satunya membawa tongkat, Devil,” sahut seorang anak buahnya.
Orang-orang yang terluka itu ada lima orang. Kemarin malam mereka menghadapi serangan Boy Knight dan Vicnight karena berusaha merampok para pelancong yang hendak meuju negeri Vennisios. Nama-nama mereka antara lain, Kryos, Armelos, Icsar, Melios, dan Amaduo.
Boy Knight mengayunkan kedua pedangnya dengan cepat dan melukai Kryos, Amaduo dan Melios. Sedangkan, Armelos dan Icsar menghadapi Vichnight dengan ayunan tongkatnya siapa sangka bisa membuat luka yang begitu serius.
“Hmm ... kedua manusia bertopeng,” gumam Devil, melipat kedua tangannya seraya membayangkan sosok yang disebutnya.
“Seorang yang membawa dua pedang kembar itu menyebut dirinya Boy Knight dan pengikutnya yang membawa tongkat itu menyebut dirinya Vichnight,” terang Amaduo. Devil mengangguk sambil mendehem pelan mendengarkan penjelasannya.
“Mungkin jika anda maju, pasti bisa memberi mereka pelajaran yang begitu impas atas apa yang mereka perbuat kepada kami,” kata Icsar.
Devil berdiri dan memikirkan sesuatu. Kedua tangannya mengeluarkan cahaya aliran listrik lalu mengarahkannya kepada kelima anak buahnya. Suara gelegar petir dahsyat mengejutkan suasana tenang di siang hari. Sambaran petir dari tangan Devil bukanlah sebuah hukuman, melainkan kekuatan yang ia alirkan agar anak buahnya menjadi lebih kuat.
***
Boy Knight dan Vichnight menuju ke perkotaan Bifastar, kota di sebelah timur negara Vennisios. Mereka membeli segala kebutuhan sebelum kembali ke permukiman mereka—di hutan. Mereka juga bermaksud mengawasi segala kehidupan di negeri Vennisios.
Alun-alun yang sangat padat dipenuhi oleh lalu lalang manusia dengan pakaian kain putih menghiasi tubuh. Beberapa dari mereka memakai penutup kepala. Terdapatlah seorang anak kecil berjalan pelan mengendap-endap sebuah toko roti.
Matanya mengawasi sekitar, dan ketika tidak ada tanda-tanda kecurigaan oleh manusia di sekelilingnya, ia pun mengambil sepotong roti dan membawanya lari. Seseorang pegawai toko pun mengetahuinya seraya berteriak,”Pencuri!”
Suarannya menggelegar sehingga beberapa orang pun melancarkan pelarian untuk mengejar anak kecil itu. Anak itu sungguh lincah, bahkan sampai mampu berlari melewati atap rumah. Tetapi naas anak itu terperosok ketika hendak menuruni rumah seseorang. Kakinya terikilir, sekujur tubuhnya kesakitan akibat benturan keras ketika terjatuh di jalan.
Salah satu orang mampu menangkapnya dan memberikan beberapa pukulan untuk melumpuhkan pergerakannya. Ketika asik menyiksa anak kecil itu, seorang pemuda melemparkan batu dan tepat mendarat di kepala orang tersebut. Orang itu berhenti memukul dan mulai meratapi kepalanya yang merasa kesakitan.
“Sudah cukup hukumannya! Jika kauteruskan, kau tak ada bedanya dengan menyiksa,” teriak sang pemuda. Sang pemuda itu berjalan mendekati seorang pegawai toko roti yang ikut mengejarnya. ”Berapa harga roti yang dicuri anak ini?”
“5 keping perak,” jawab pegawai. Pemuda itu pun memberikan beberapa koin seharga roti tersebut. Masalah pun selesai, semua orang berpencar dan melanjutkan kegiatannya masing-masing. Pemuda itu mendekati pencuri kecil tersebut, memberikannya sekantong berisi uang keping.
“Ini untukmu, jadilah orang baik!” pesan pemuda tersebut. Pemuda itu pergi meninggalkannya, menemui seorang pemuda yang daritadi menunggunya.
“Kau sudah menangkap pencurinya?” tanya temannya.
“Tidak, dia sangat lincah dan sulit ditangkap,” jawab pemuda itu.
“Tunggu!” Suara dari anak kecil tadi. Ternyata ia membututi pemuda tersebut, anak itu mendekatinya seraya merendah. “Kumohon berikan aku bantuan satu kali saja,” pintanya. Sang pemuda pun menyanggupinya.
“Sebelum itu aku ingin tahu siapa namamu?” tanya pemuda.
“Mairos,” jawab anak itu.
“Aku berharap nama itu akan menjadi nama seorang pahlawan suatu hari nanti,” balas sang pemuda. Ia pun juga memperkenalkan diri, bersama dengan temannya.
***
Langit mulai gelap, para penduduk kota mulai menyalakan api di setiap sudut jalan sebagai penerangan. Para penduduk mulai berkumpul untuk menuju ke balai kota, menantikan pementasan drama yang begitu menggiur penglihatan mereka.
Jarang-jarang terdapat pertunjukan opera yang meriah di kota Bifastar. Drama yang ditampilkan pada malam ini adalah drama panggung perang Titanomakhia, mengisahkan tentang pertempuran antara para Dewa melawan para Titan.
Dikisahkan para dewa-dewi Olympus yang ikut berperang dalam Pertempuran Titanomakhia antara lain, Zeus, Poseidon, Hades, Hestia, Hera, dan Dementer. Mereka juga meyakini bahwa perang Tintanomakhia benar-benar pernah terjadi dan bertempat di balai kota tersebut. Dalam hikayat menyebutkan Titanomakhia berlangsung selama 10 tahun.
Pertunjukan meriah dimulai pada saat pemain yang berperan sebagai dewa Zeus muncul dan menyatakan pertempuran terhadap para titan yang menguasai dunia. Para pemeran titan tak kalah menghebohkan, dia muncul dan berteriak layaknya Atlas, Kronos, Hiperion, Lapetos, Koios, dan Krios yang memiliki kekuatan raksasa yang sangat hebat.
Keanehan muncul saat mereka berakting saling menyerang, para peserta yang memerankan titan memunculkan energi yang kuat dan menghantam para pemain yang memerankan dewa, sampai mengalami luka yang cukup parah.
“Para Titanlah penguasa mutlak dunia manapun, para Dewa Olympus hanyalah sekumpulan lalat di pengganggu,” teriak pemain yang memerankan Kronos. “Pementasan ini hanyalah sebuah hinaan tak bermakna, kalian menodai para Titan agung!”
Peristiwa tak terduga ini mengundang mala petaka, para penduduk kota memilih untuk meninggalkan balai kota. Akan tetapi, tembok besar menghalau mereka, salah satu dari pemeran titan yakni titan Atlas mempunyai kemampuan mengandalikan tanah atau bumi.
“Kalian tak akan bisa lolos, sampai kalian memberikan pengorbanan kepada Sang Titan kepada,” ancam pemeran Titan Atlas.
Seorang pemuda bertopeng melancarkan serangan dadakan ke arahnya, pemeran Titan Atlas tak punya waktu untuk menghindar, sehingga ia menerima seragan telak pemuda itu, pemeran Atlas pun tumbang dengan tubuh bersimbah darah. Pemuda itu tak lain adalah.
“Boy Knight!” seru salah satu penduduk
“Benarkah, baru pertama kali aku melihatnya,” sahut orang lain. Para penduduk tak jadi melarikan diri. Mereka memilih untuk melihat pertarungan para pemeran titan dengan Boy Knight, pahlawan kegelapan yang muncul dalam desas-desus warga Vennisios. Beberapa orang tak mengetahui wujudnya tapi namanya sempat dielu-elukan sebagai jelmaan dewata pelindung tanah Yunani.
Bersambung
Wah .. Boy Knight tampil dengan keren, dan langsung menebas lawannya dengan tangguh. Mampukah ia melawan para pemuja Titan yang bersikap tirani? Lalu bagaimana dengan balas dendam Devil? Tak perlu banyak dipikirkan, silahkan stay reading untuk chapter berikutnya!
Semoga hari-hari kalian menyenangkan!
Salam manis: Hanazawa-kun
Rombongan Boy Knight pergi meninggalkan singgahannya di kampung para Gigant. Mereka menuju ke suatu tempat agar bisa mendapatkan singgahan berikutnya. Boy knight memiliki kebiasaan untuk melawan para pasukan kerajaan yang sedang mengintimidasi suatu pemukiman. Sehingga bila ia dapat melakukannya, ia bisa meraih alih kekuasaan atas kampung tersebut. Entah tujuan seperti apa sebenarnya melakukan hal semacam itu. Kali ini ia menuju ke suatu daerah pemukiman yang konon katanya diintimidasi oleh para pasukan kerajaan. Mereka hadir hanya meminta-minta dan menjamin keamanan. Segala bentuk pembayaran pajak masuk ke kantong mereka sendiri. Beginilah suatu budaya mafia tanah dijalankan oknum aparat negara. Salah satu pasukan berkuda kerajaan menuju pemukiman tersebut. Mereka di
Hembusan angin mengibarkan dedaunan dan pepohonan rindang di dalam hutan belantara. Seseorang pria setengah baya berbaju tempur memasuki kawasan pepohonan lebat, membawakan aura yang hebat. Hewan-hewan liar menjadi jinak di hadapannya. Ia duduk bersandar pada satu pohon ek rindang, dedaunannya menutupi sinar sang surya di siang hari menyengat. Di tengah nyamannya beristirahat, ia kedatangan seseorang. Membawa senjata tajam yang dihunuskan padanya. Tetapi ia tidak merasakan adanya ancaman sedikitpun meski tajamnya pedang hanya berjarak satu senti dari lehernya. Justru orang yang mengancam tersebut merasa kuwalahan."Kau nampaknya masih mengingat kata-kataku. Aku tidak akan bergeming jika tidak merasakan adanya ancaman," ucap pria tersebut.
Rigol berjalan dengan napas terengah-engah sambil menggendong Rinara. Langkah kakinya terdengar oleh sekelompok pasukan negara yang sedang berpatroli di tempat evakuasi dari peristiwa kehancuran Akropolis. Satu petugas menancegahnya dengan menodongkan senjata. "Siapa kau? Kenapa kau bisa membawa anak kecil ini?." Rigol menjelaskan bahwa ia menemukan anak kecil ini sedang terluka di tengah hutan dan berniat mengembalikannya kepada orang tuanya. Rigol juga menjelaskan bahwa Rinara adalah seorang anak yang terdampak dari peristiwa kehancuran Akropolis. "Kaupikir aku percaya ceritamu, aku bisa melihat bahwa kau adalah seorang bandit. Tidak mungkin kau mau menyelamatkan anak ini, kau pasti ingin memperalatnya 'kan?" hardik sang petugas.
Pertumpahan darah telah berakhir. Para petugas medis berlarian ke sana ke mari memberikan pertolongan kepada para pejuang yang terluka. Diperkirakan tiada yang terenggut nyawanya, jika seandainya ada mereka dianggap meninggal secara terhormat. Dikala Boy Knight melawan Itamos, mereka membuat pernyataan peperangan dengan tanpa saling membunuh. Bahkan sewaktu Itamos melakukan pemberontakan, mereka tiada niat membunuh kecuali jika harus membunuh. Boy Knight mempercayainya, tetapi bagi Boy Knight pribadi sudah menjadi janjinya bahwa ia tidak akan pernah merenggut nyawa meski kebiasaannya merampok harta orang lain. Ia tidak memaksakan prinsip kepada para anggotanya, tetapi senantiasa mengingatkan sebelum bertindak. Itamos terlentang lemas, ia bangkit per
Seorang ibu menggendong anak laki-lakinya yang berusia sekitar 6 tahun. Dia meletakkannya di pada rumput luas tengah hutan lebat. Mata sang ibu berkaca-kaca, tak kuasa menahan bendungan air mata hingga meneteslah beberapa butir air mata lembut membahasi pipinya. Namun, sang ibu menggeleng ketika anak laki-laki menatap mukanya malahan dia pasang senyum palsu lebar-lebar. "Itamos, ibu pergi dulu. Ibu akan kembali kok. Jika ada orang yang menemukanmu di sini sebelum ibu kembali, ikuti saja orang itu. Tidak perlu khawatirkan ibu, ibu pasti menyusulmu," ucap sang ibu.Anak itu menarik pakaian sang ibu ketika ibu tersebut berbalik arah. Perasaan sang ibu kini semakin mengguncang. "Tapi, aku hanya ingin bersama ibu. Jangan tinggalkan aku!" Ucapan polos dari anak yang
Pertempuran di kampung Gigant belum kunjung usai. Namun, banyak para pasukan jatuh bergelimpangan karena kehabisan tenaga. Untungnya mereka tidak ada yang berniat membunuh, bisa dipastikan tidak ada korban yang sampai kehilangan jiwa. Hanya mendapatkan luka-luka dan pingsan.Duel pertarungan raksasa wanita Saras melawan Dombros semakin memanas. Mereka sama-sama unjuk kekuatan sejati, sampai mengangkat bebatuan sekitar mereka untuk dijadikan sebagai senjata yang membenturkan lawan mereka. Dombros melakukan serangan, dan setiap dia melancarkan pukulan ada bebatuan melayang yang mengikuti irama serangannya. Saras menangkis serangannya, sampai bebatuan yang ditangkisnya membentur dan melukai orang lain. Saras yang melihat hal ini mencoba membuat perhitungan, dia merentangkan tangan kanan untuk memberikan isyarat berhenti.
Saxomenes bersembunyi di bawah pohon besar yang amat rindang. Di luar sana banyak kepala naga ganas meraung-raung mencari keberadaannya untuk dijadikan santapan makan malam. Saxomenes mendengarkan hembusan napas mereka semakin mendekat, tetapi ia tidak berpikir ini adalah akhir dari hidupnya. Ia rentangkan kedua tangan seraya menggenggam. Mulai mengingat kata-kata yang dilontarkan kepadanya dikala menemui kegagalan.Jika kau keras kepala, kekuatanmu akan selalu terhambat untuk meningkatJangan terburu-buruNapas Saxomenes berhembus lebih tenang. Kedua tangannya mampu menyalakan energi listrik akan kekuatan petir. Di hadapannya terlihat kepala naga buas meraung yang bersiap menerkam. Saxomenes lancarkan pukulan hebat hingga kep
Kooria menghantam Vichnight dengan tangan yang dilapisi sarung tangan es. Vichnight menangkis dengan tongkatnya. Kooria menyerangnya bertubi-tubi sampai Vichnight terpojok, hingga satu lancaran pukulan Kooria mampu menjatuhkannya. "Hahaha … permainan ini menyenangkan," ucap Kooria. Kooria lanjut memukul Vichnight, ia melompat dan tangannya menukik. Pukulan Kooria mampu menghantam telak Vichnight sampai tanahnya pun retak. "Vrochi,(Hujan)" ucap Vichninght. Tubuh Vichnight berubah mencair menjadi air. Hujan tenang pun turun perlahan-lahan. Kooria berteriak, "Pagomenos!
Di pedalaman hutan lebat, terpahat pondasi gapura yang sangat megah terbuat dari batu. Itu adalah gerbang kampung bangsa Gigant, mereka tinggal di balik gapura tersebut. Rombongan Boy Knight dan lainnya berjalan pelan serta bersiaga bilamana ada seragan dadakan dari penduduk kampung tersebut. "Ini pertama kalinya aku ke kampung ini," ucap sang komandan, "terasa melintasi perbatasan dunia nyata dan dongeng." "Itu karena kau tidak pernah mau menerima eksistensi kami sebagai rakyat Vennisios," tegas Timos. Ucapannya mengandung gejolak emosional yang terasa mendidih kepada seorang aparat kerajaan. "Maafkan aku, selama ini aku belum menjangkau seluruh kota di negara Vennisios ini," ucap Sang komandan tertunduk.