Sampai di apartemen, Belva hanya bisa diam dengan semua pemikiran tentang kehamilannya yang tiba-tiba. Tidak pernah ada di dalam tabel rencana hidupnya untuk hamil di usia semuda ini.
Setelah lulus kuliah, dia telah berencana untuk segera meraih impiannya sebagai Fashion Designer. Melamar di berbagai perusahaan fashion untuk mencari pengalaman kerja, mengumpulkan banyak uang dan berusaha untuk mendirikan perusahaanya sendiri.
Sebuah cita-cita dan ambisi besarnya yang selalu dia banggakan dan usahakan untuk bisa terwujud. Banyak hal yang telah dia korbankan untuk itu semua. Waktu, masa muda, dan banyak kesenangannya yang sengaja dia tunda untuk bisa mendapatkan beasiswa penuh dan lulus cepat dengan nilai sempurna.
Dia bahkan telah merencanakan nama perusahaannya sendiri dan membuat konsep yang akan dia usung nantinya. Rencana hidupnya benar-benar telah tertata rapi dan sangat sempurna.
Namun lihatlah sekarang, bukannya sibuk dengan usaha mewujudkan itu semua, saat ini dirinya justru harus memikirkan tentang kehamilan dengan kondisi tidak memiliki pekerjaan.
Sempurna sekali!
Helaan napasnya yang berat terdengar lagi. Jika Belva mengatakan ini adalah ujian hidupnya, tapi dia sendiri yang membuatnya. Andai saja malam itu dia tidak mabuk parah, andai saja dia tidak salah masuk kamar dan mengira bahwa pria tampan di depannya hanyalah sebuah mimpi, pasti hal ini tidak akan pernah terjadi.
Lagipula, apa yang telah merasukinya waktu itu sampai begitu bodohnya mengira bahwa itu semua adalah sebuah mimpi? Sial!
Belva mengerang frustasi. Kedua tangannya membenam pada kepalanya yang menunduk lesu. Saat ini, bagaimana dia mencari pekerjaan dengan kondisi hamil seperti ini? Adakah perusahaan yang mau menerimanya? Atau, bisa saja dirinya nekat untuk menciptakan brand sendiri dan memasarkannya tanpa pengalaman kerja yang memadai. Namun, itu semua membutuhkan modal yang tidak sedikit.
Sementara saat ini, memikirkan keuangan untuk bulan depan saja sudah membuatnya ingin menangis. Tabungannya yang sengaja dia kumpulkan selama menjadi pekerja paruh waktu di Inggris, hampir menipis utnuk kebutuhan dua bulan ini.
Belva mulai berpikir untuk membicarakan hal ini dengan ibunya. Namun, niat itu segera dia urungkan karena dia tidak ingin membebani pikiran ibunya. Dia sudah berjanji untuk memulai hidup baru dengan penuh kesuksesan, bukan kehidupan baru dengan hamil tanpa tahu siapa ayah dari anak yang saat ini sedang dia kandung.
Pusing dengan semua pikiran yang memenuhi kepalanya, akhirnya Belva memutuskan untuk memejamkan matanya. Dia merangkak ke atas tempat tidur, membungkus dirinya dengan selimut tebal dan berharap jika ternyata semua ini adalah mimpi buruk, dan akan kembali normal saat dia kembali membuka mata.
***
Dua minggu berlalu, dan semua ini bukan mimpi yang sempat diharapkan oleh Belva. Hari ini, dia harus kembali ke rumah sakit untuk memeriksakan dirinya ke dokter kandungan.
Langkahnya seakan mengambang semenjak dia masuk ke dalam Alpha Hospital. Raganya berada di rumah sakit, tapi tidak dengan jiwanya. Tatapannya sering kosong, dan tidak memedulikan sekitarnya.
Bahkan sampai dia masuk ke dalam ruangan dokter untuk melakukan pemeriksaan USG pun, dia hanya diam sambil memperhatikan apa saja yang sedang disiapkan oleh dokter dan asistennya.
Alat USG digeser perlahan oleh dokter di atas perutnya yang telah dioles oleh gel dingin. Satu layar yang menempel di dinding, tepat di depannya menampilkan kondisi rahimnya pada tampilan hitam putih.
“Anda lihat titik kecil yang ada di sini?” ucap dokter, menunjukkan yang dia maksud dengan kursor di layar monitor. “Ini adalah janin yang saat ini berkembang di rahim Anda. Sangat sehat, dan kuat. Saya akan menunjukkan detak jantungnya.”
Tak lama, suara jantung dengan ritme yang lebih cepat dari milik Belva terdengar kencang. Seketika, dadanya yang tadi terasa kosong, kini perlahan seakan menemukan pegangan. Suara detak jantung itu menjadi bukti nyata bahwa ada kehidupan lain di dalam dirinya.
Belva terharu, emosinya naik cepat dan hampir membuatnya menangis. Namun dengan cepat segera ditahan. Dia tidak ingin menangis di depan orang lain. Bahkan jika masalah yang sedang dia hadapai lebih besar dari keberaniannya.
“Tidak perlu khawatir, janin Anda sangat sehat.” Dokter kembali menjelaskan setelah mereka duduk saling berhadapan di meja dokter. “Apakah muntah di pagi hari masih sering dirasakan?”
Belva mengangguk. “Masih, dan tidak ada satu pun makanan yang bisa saya makan di pagi hari. Apakah itu normal?”
Dokter menganggukkan kepalanya. “Sangat normal. Kehamilan selalu membuat hormon menjadi berantakan, hal itu yang menyebabkan mual dan muntah. Jangan khawatir, semakin bertambah usia kandungan, akan semakin berkurang rasa mual dan muntahnya. Akan saya resepkan obat untuk mengurangi rasa mual.”
Beberapa menit kemudian, setelah Belva mendapatkan beberapa saran untuk makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi dan tidak, serta mengantongi resep vitamin dan obat untuk kehamilan, perempuan itu keluar dari ruangan.
Farmasi adalah tujuannya saat ini. Sambil menunggu antrean, Belva duduk di kursi tunggu dengan kembali memikirkan banyak hal. Secara naluri, sebelah tangannya mendarat pada perut dan mengelusnya perlahan. Sebuah kehidupan yang ada di dalamnya, dia mulai mempertanyakan apakah sebuah anugerah atau musibah.
Namun, jika ini adalah musibah, bukankah nyawa setiap yang diturunkan ke dunia adalah berharga? Masalahnya adalah, bagaimana dia harus melewati semua ini?
Tak lama, Belva telah mendapatkan beberapa vitaminnya dan obatnya. Kali ini, dia merasa ironis dengan dirinya sendiri. Alih-alih duduk mengantre panggilan inteview kerja, sekarang justru mengantre untuk vitamin hamil. Sungguh kejutan kehidupan yang tidak pernah dia harapkan.
Saat Belva berjalan meninggalkan area farmasi, fokusnya teralihkan pada seorang dokter yang berjalan ke arahnya. Kedua matanya membelalak, dia yakin mengingat wajah itu. Namun, benarkah dokter itu adalah pria itu? Pria asing dengan wajah rupawan yang telah membuatnya hamil?
Belva memutuskan untuk menunggu jarak dokter itu semakin dekat dengannya untuk memastikan ulang. Sedikit lagi, sebentar lagi…
Benar! dokter yang sedang berjalan ke arahnya adalah pria itu! sangat mengejutkan ketika pria itu adalah dokter di rumah sakit ini. Mungkinkah ini sebuah takdir?
Belva kembali meyakinkan dirinya lagi. Benar, dia tidak salah duga. Pria itu benar pria yang menjadi cinta satu malamnya. Meskipun tiba-tiba saja Belva ragu untuk menyapa, tapi dia memang harus melakukannya. Anak di dalam kandungannya adalah milik dokter itu.
Setelah tarikan napas yang dalam dan diiringi dengan jantung berdebar kencang, Belva dengan penuh tekad melompat di depan pria itu dan menghadangnya dengan kedua tangan menggenggam erat tas selempang yang menyilang di dadanya.
Dokter tampan itu sedikit terkejut dengan kedatangan Belva yang tiba-tiba. Kedua alis tebalnya bertaut sambil memiringkan sedikit kepalanya. Tatapan matanya seperti tak asing melihat sosok perempuan yang ada di hadapannya. Namun, dia tetap menunjukkan rasa tenang dan profesionalnya dalam pekerjaan.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya sang dokter tampan.
Belva menelan ludahnya dengan susah payah, kemudian memantapkan hatinya untuk menatap dokter itu dengan pandangan sedikit bergetar. “Ada, kau harus membantuku.”
Dokter tampan itu mengerutkan keningnya, menunggu Belva menyelesaikan kalimatnya dengan raut tidak sabar.
“A-aku,” ucap Belva sedikit tergagap. “Meminta pertanggung jawaban darimu!”
Tiga Tahun Kemudian,Hari ini adalah ulang tahun Vintari, ibunya Ares. Seluruh keluarga diundang oleh Zeus untuk merayakan ulang tahun istrinya tersebut dengan acara makan malam bersama. Ares dan Belva saat ini baru saja keluar dari mobil yang telah terparkir di tempat parkir mansion mewah itu.Charels langsung berlari menuju ke dalam mansion, sementara Chloe berjalan pelan bersama dengan Belva sambil menggenggam erat tangan ibunya tersebut. Ketika masuk ke dalam mansion, Chloe segera diculik oleh Viona untuk bermain bersama. Mereka kejar-kejaran di taman bersama dengan Charles, dan saling tertawa gembira.Zeus dan Ares terlihat sedang membicarakan sesuatu yang tidak diketahui oleh Belva. mungkin tentang urusan pekerjaan di rumah sakit, atau isi berita terkini yang terkadang mereka bahas saat sedang bersama. Sedangkan Belva bersama dengan Vintari membantu para pelayan mansion yang sibuk di dapur,Tidak banyak yang mereka kerjakan sebenarnya, karena semuanya dilakukan oleh pelayan mans
Pernikahan Neil dan Elea dilangsungkan hari ini. Alih-alih mengadakan pesta di indoor, mereka lebih memilih mengadakan pernikahannya di halaman sebuah villa yang dengan cantiknya telah disulap menjadi suasana pernikahan yang seperti pada umumnya. Wedding aisle, deretan kursi di kiri kanannya, dan juga sebuah altar di depan dengan background penuh beraneka macam bunga dengan nuansa putih. Semuanya terlihat sangat cantik dan mewah.Belva dan Ares datang berdua saja. Hari ini Charles lebih memilih untuk ikut pergi piknik bersama dengan kedua neneknya, Zelda dan Vintari. Setelah itu dia akan memilih untuk tidur di mansion Vintari karena besoknya akan berenang dengan Viona—adiknya Ares. Belva dan Ares tidak mempermasalahkannya. Justru mereka melihat sebuah kesempatan untuk bisa menghadiri pernikahan ini dengan lebih fokus pada setiap momen yang ada, dan juga bisa menikmati waktu quality time berdua.Belva berdiri dengan penuh antusias saat acara dimulai. Elea berjalan di wedding aisle deng
Belva berdiri di belakang panggung Fashion Week dengan rasa gelisah dan gugup yang bercampur menjadi satu. Dia tidak henti-hentinya menatap monitor kontrol yang tersedia di sana untuk melihat jalannya acara di panggung. Setiap sorakan dari penonton ketika model yang membawakan hasil rancangannya semakin membahana, akhirnya membantunya untuk mengurangi sedikit demi sedikit rasa gelisahnya itu.Dedikasinya yang dicurahkan untuk dunia pekerjaan yang dicintainya ini membuahkan hasil yang sangat bagus. Sorakan penonton semakin ramai saat nama Belva dipanggil untuk naik ke atas panggung sebagai sang desainer. Langkah kaki yang sedikit gugup, dia menapaki runway dengan senyum mengembang dan lambaian tangan ke arah penonton.Sampai di ujung panggung, dia berhenti dan membungkuk untuk menunjukkan rasa hormat dan terima kasihnya sebelum menerima buket bunga besar dari salah satu model yang mengenakan rancangan bajunya.Beberapa staff kantornya yang ikut dalam acara ini terlihat mengacungkan jed
Siang ini di kantin rumah sakit khusus karyawan, tampaknya Ares tidak bisa menikmati makan siangnya dengan tenang lagi. Dari arah pintu masuk sudah terlihat Tom yang berjalan tergesa-gesa menuju mejanya. Dari raut wajah yang ditunjukkan oleh pria itu, jelas kalau ada sesuatu hal yang ingin dia ceritakan padanya.“Hei, kau dengan sebuah berita hari ini?” tanya Tom penasaran.Ares menatap Tom tanpa berekspresi. Dugaannya benar, pria itu sedang di hadapannya dengan sorot mata penuh informasi yang sebentar lagi pasti akan dia ceritakan padanya. Sering orang merasa heran dengan persahabatan mereka. Ketika seorang yang terlihat cuek dan dingin seperti Ares bisa bersahabat dengan Tom yang super extrovert dan suka beramah tamah dengan siapa saja.Belva pernah mengatakan bahwa itu seperti yin & yang. Sosok seperti Ares memang selalu membutuhkan sosok seperti Tom dalam hidupnya. Ketika awalnya Ares denial tentang hal itu, tapi jika dipikir lagi memang benar. Hidupnya menjadi lebih mudah karena
Lima tahun berlalu. Banyak yang yang telah terjadi pada kehidupan Belva dan Ares. Tentang Charles, putra mereka yang sekarang telah tumbuh menjadi anak yang cerdas dan sangat sayang pada keluarga. Pun sekarang Ares sedang disiapkan untuk menggantikan Zeus sebagai direktur utama rumah sakit, begitu juga dengan Belva yang akhirnya menempuh impiannya sendiri menjadi seorang Fashion Designer.Malam ini, Belva masih sibuk di ruang kerja pribadinya di penthouse. Dia sengaja membawa pekerjaanya ke rumah agar bisa menyelesaikanya lebih cepat dari tenggat waktu yang telah ditetapkan. Banyak desain baju yang dia ciptakan untuk acara Fashion Week besar yang dilangsungkan dua bulan lagi. Brand miliknya akan dipamerkan di sana, bersanding dengan brand ternama yang jauh lebih senior dari miliknya.Semenjak dia meluncurkan brand miliknya sendiri, angka penjualannya langsung melejit tinggi. Target utamanya yang ditujukan untuk para dewasa muda disambut hangat dan menjadi trend baru di New York. Seler
Ares dan Belva mendapatkan kado pernikahan dari David Ducan—kakek Ares, untuk pergi honeymoon ke Hawaii. Tiket pesawat pulang pergi telah disiapkan. Mereka hanya tinggal berangkat dan bersenang-senang.Sebelum mereka menginjakkan kaki di bandara saat ini, tentu saja ada sedikit perdebatan dengan Belva yang ragu karena harus meninggalkan Charles. Meskipun ada Zelda dan Vintari yang sangat senang untuk membantu menjaga Charles, tapi sebagai seorang ibu pasti ada rasa khawatir saat meninggalkan anaknya.Ares berkali-kali meyakinkan bahwa Charles akan baik-baik saja, begitu juga dengan Zelda dan Vintari. Mereka bahkan sampai membuat jadwal kegiatan agar Belva bisa mengetahui kegiatan apa saja yang akan Charles lakukan bersama dengan mereka.Sampai akhirnya, Belva merasa tenang dan di sinilah mereka saat ini berada. Ruang boarding mulai ramai. Beberapa menit lagi mereka akan masuk melalui garbarata menuju ke pesawat. Ini adalah pertama kalinya Belva akan pergi ke Hawaii.Belva tersenyum sa