Share

Hati Pertama

Penulis: Faelelfa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-13 10:21:58

Pagi pertama di rumah baru itu terasa begitu hening. Matahari baru saja menampakkan diri, sinarnya menembus tirai tipis kamar Nayla, menciptakan garis-garis cahaya hangat di lantai kayu. Namun, meski cahaya itu indah, hati Nayla tetap terasa berat.

Ia bangun lebih awal, bahkan sebelum jam enam pagi. Tidak karena ia ingin menikmati suasana rumah, melainkan karena ia ingin memastikan tidak akan berpapasan dengan Arsen.

Tangannya sibuk membereskan tempat tidur, meski sudah rapi. Pandangannya terus berpindah ke pintu, seolah khawatir pria itu tiba-tiba masuk. Setelah memastikan semuanya aman, ia bergegas mandi, berganti pakaian, lalu turun ke dapur dengan langkah pelan.

Dapur rumah itu luas, modern, dengan perabotan yang masih tampak baru. Nayla menyiapkan sarapan seadanya, roti panggang, telur, dan segelas susu. Setiap gerakannya cepat dan teratur, karena ia tahu Arsen pasti akan segera turun.

Dan benar saja.

Suara langkah kaki berat terdengar dari arah tangga. Langkah itu mantap, t
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Dalam Dekapan Malam

    Malam sudah begitu larut. Lampu-lampu di dalam rumah mulai meredup, meninggalkan suasana tenang yang hanya diiringi bunyi samar dari suara AC.Nayla baru saja pulang dari kampus. Ia sengaja menunggu sampai sepi, agar tidak harus berpapasan dengan Arsen ataupun kedua orang tuanya. Langkahnya terasa berat, pikirannya penuh dengan peristiwa siang tadi.Tatapan tajam Om Pratama, pelukan Arsen yang terlalu dekat, serta pertanyaan yang membuat jantungnya hampir berhenti masih yakin kau tidak akan jatuh cinta padaku?Napasnya terengah saat membuka pintu apartemen. Hening. Syukurlah.Dengan langkah ragu, Nayla berjalan ke balkon belakang, tepat ke arah kolam renang pribadi yang tenang di bawah sinar lampu remang. Udara dingin malam menyapanya. Ia melepas sepatu, menggulung sedikit celana panjangnya, lalu duduk di pinggir kolam, membiarkan ujung kakinya menyentuh air.“Akhirnya… bisa bernapas.” bisiknya lirih.Karena merasa tidak nyaman, Nayla memutuskan untuk duduk di tepi kolam yang lebih ny

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Jejak yang Terperangkap

    Lorong apartemen itu mendadak sunyi. Hanya ada empat pasang mata yang saling menatap dengan penuh tanda tanya.“Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” suara Pratama terdengar dalam dan penuh wibawa, tatapannya menusuk langsung ke arah Arsen.Nayla menahan napas, jemari tangannya bergetar hebat. Ya Tuhan… jangan sampai semua terbongkar. Tolong…Arsen, dengan wajah tenang khasnya, sedikit mengangkat alis. “Aku?” katanya ringan. “Aku... aku juga menyewa apartemen di sini.”“Di sini?” Pratama mengulang dengan nada tak percaya. “Maksudmu… di unit sebelah?”“Iya.” Arsen mengangguk sopan, senyum tipis terbit di bibirnya. “Aku memang sudah menyewa apartemen ini beberapa waktu yang lalu. Lokasinya kebetulan juga tidak jauh dari kampus. Sangat praktis.”Deeva tampak tersenyum, seolah menerima penjelasan itu begitu saja. “Oh begitu rupanya. Wah, kebetulan sekali ya.”Nayla hampir terjatuh karena lega. Untungnya Arsen pandai menutupi semuanya. Tapi di balik itu, keringat dingin terus mengalir di

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Menyembunyikan Semuanya

    Nayla berdiri terpaku di depan lift, jantungnya berdetak begitu kencang seolah ingin melompat keluar dari dadanya. Pandangannya bergantian antara wajah ibunya, Deeva, dan pria yang kini resmi akan menjadi ayah tirinya, Pratama.“Nayla?” suara Deeva terdengar lagi, kali ini lebih tenang namun penuh tanda tanya. “Kamu… sedang apa di sini?”Otak Nayla bekerja cepat. Ia tak boleh sampai mereka tahu ia baru saja keluar dari apartemen Arsen. Apalagi jika sampai mereka tahu rahasia itu… semuanya akan hancur.“A-aku…” Nayla menelan ludah, memaksakan senyum kaku. “Aku habis… main ke tempat teman. Dia tadi sakit, jadi aku… aku mampir sebentar untuk kasih catatan kuliah.”Pratama mengangkat alis, sejenak menatap Nayla dengan tatapan menyelidik. Namun senyumnya segera kembali, tenang dan ramah seperti biasanya. “Oh begitu? Bagus sekali kamu perhatian sama temanmu. Temanmu tinggal di lantai ini juga?”“I-iya.” Nayla mengangguk cepat. “Tapi aku barusan pamit, jadi… ya, kebetulan ketemu Mama sama Om

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Ucapan yang Terlontar

    Keheningan di antara mereka terasa menusuk. Pertanyaan Arsen menggantung di udara, membuat jantung Nayla berdetak tak karuan. Kata-kata pria itu seolah menekan dinding pertahanan yang selama ini ia bangun. “Apa sebenarnya… kau sudah jatuh cinta padaku?” suara itu kembali terngiang. Nayla menggigit bibirnya, tubuhnya menegang. Sesaat ia hanya bisa menatap mata Arsen, seolah terperangkap. Namun detik berikutnya, ia membantah dengan keras. “Tidak! Itu tidak mungkin!” seru Nayla. Ia mendorong dada Arsen dengan kedua tangannya. Dorongan itu cukup kuat, membuat pria itu mundur beberapa langkah ke belakang. Nafas Nayla terengah, wajahnya memerah bukan hanya karena marah, tapi juga karena takut pada dirinya sendiri. “Aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu, Arsen!” Nayla hampir berteriak. “Aku jamin! Aku… aku lebih baik mati daripada membiarkan hal itu terjadi!” Ruangan itu mendadak senyap. Hanya suara napas mereka berdua yang terdengar, saling memburu. Arsen menunduk sejenak, lalu pe

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Pertanyaan yang Tak Terjawab

    Pagi itu kampus masih sepi. Hanya beberapa mahasiswa yang tampak terburu-buru masuk ke gedung perkuliahan. Angin pagi berhembus ringan, membawa aroma tanah yang masih lembap setelah semalaman diguyur hujan. Nayla melangkah cepat, menundukkan kepala, seolah sedang dikejar sesuatu. Tas—nya ia genggam erat, langkahnya nyaris setengah berlari menuju kelas. Ia sengaja berangkat lebih awal, berharap tidak akan berpapasan dengan Arsen. "Apa setiap harinya aku harus berangkat lebih awal seperti ini, aku juga ingin tidur nyenyak seperti biasa." Sempat terlintas di pikiran Nayla, bahwa mungkin lebih baik ia keluar dari rumah dan tinggal di sebuah apartemen. Tetapi jika Nayla melakukan hal tersebut, maka Om Pratama akan berpikir bahwa Nayla tidak suka Om Pratama dan juga Arsen berada di rumah. Bahkan hal terpenting bagi Nayla, ia begitu takut jika ibunya sedih, ketika ia memutuskan hal tersebut. Namun, kenyataan tidak pernah semudah itu. Kenyataan yang sekarang bahwa Nayla harus tinggal sat

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Jarak?

    Udara malam itu sejuk, jalanan kota tampak ramai dengan lampu-lampu berkilau. Di dalam mobil hitam yang melaju tenang, hanya suara mesin yang terdengar.Nayla duduk di kursi penumpang dengan wajah menunduk, kedua tangannya bertaut di pangkuan. Ia tidak berani menatap ke arah sopir di sampingnya. Arsen tampak fokus mengemudi, namun sesekali matanya melirik ke arah Nayla.Gaun sederhana berwarna pastel yang dipakai Nayla membuat wajahnya semakin lembut diterangi cahaya jalanan. Arsen berusaha menahan diri untuk tidak terus menatap, tapi sulit.“Pakai sabuk pengamannya benar?” suara Arsen terdengar datar namun penuh perhatian.Nayla mengangguk singkat. “Iya.”Hening kembali menguasai mobil.Setelah beberapa menit, Nayla memberanikan diri bicara. “Arsen.”“Hmm?”“Aku… aku minta satu hal.” Suaranya pelan, tapi jelas.Arsen melirik sebentar. “Apa?”“Tolong… selalu jaga jarak denganku. Kita… harus punya batasan. Apa pun yang terjadi.”Arsen terdiam. Ia mengetatkan genggaman di setir. “Kau ma

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status