공유

Liburan yang Menipu!

작가: Faelelfa
last update 최신 업데이트: 2025-08-18 12:57:25

Liburan keluarga itu dimulai pada pagi yang cerah. Mobil mewah milik Om Pratama melaju mulus di jalanan menuju villa tepi pantai. Di dalam mobil, suasana tampak hangat, setidaknya di mata orang luar.

Deeva duduk di kursi depan, terlihat riang saat berbincang dengan Pratama tentang jadwal kegiatan mereka nanti.

Sementara di kursi belakang, Nayla duduk menempel pada jendela, sesekali memandang laut yang mulai terlihat di kejauhan. Arsen duduk di sampingnya, tenang, tanpa ekspresi berlebih.

Namun sesekali, saat Nayla tidak menyadari, mata Arsen mencuri pandang. Ada gurat lelah di wajah gadis itu, tapi juga cahaya samar ketika ia melihat ke luar jendela. Dan entah kenapa, melihat Nayla begitu diam membuat dada Arsen terasa sesak.

"Nikmati liburan ini Nay. Om sengaja liburkan kantor, biar kita bisa liburan bersama."

Nayla hanya menganggukan kepalanya, sedangkan Mama Deeva terus menatap dari kaca depan.

"Arsen juga. Kalian berdua harus terlihat akur, harus saling mengenal."

Nayla menghembuskan nafas panjang, mereka bahkan sudan lebih dari sekedar saling mengenal satu sama lain.

Villa yang mereka tinggali sangat indah. Halaman belakang langsung menghadap ke pantai berpasir putih, ombaknya berkejaran lembut. Angin asin laut bercampur aroma bunga tropis memenuhi udara.

“Tempat ini indah sekali!” Seru Deeva sambil menepuk tangan Nayla. “Mama harap kau bisa betah di sini.”

Nayla tersenyum tipis. “Iya, Ma.”

Arsen berdiri di dekat pintu, tangannya bersilang di dada. Ia tampak tidak begitu peduli dengan keindahan villa itu, tetapi matanya diam-diam mengikuti setiap gerak Nayla.

Hari pertama liburan berjalan lebih tenang dari dugaan Nayla. Mereka menghabiskan waktu dengan makan siang bersama, lalu berjalan-jalan di tepi pantai.

Om Pratama tampak berusaha mendekatkan diri dengan Nayla, menanyakan hal-hal kecil tentang sekolah, teman-temannya, bahkan hobi.

Nayla menjawab seadanya, canggung, tapi ia bisa melihat ketulusan pria itu. Sesekali, ia bahkan tertawa kecil. Itu membuat ibunya terlihat semakin bahagia dan Arsen, entah mengapa justru semakin diam.

Di sore hari, ketika semua kembali ke villa, Nayla sempat pergi ke balkon sendirian. Arsen yang kebetulan lewat melihatnya diam-diam mengusap mata, menahan tangis.

Tanpa sadar, langkah Arsen melambat. Ada rasa aneh yang menyeruak di dadanya, sebuah dorongan untuk menghampiri, menghapus air mata itu, dan menenangkannya. Hatinya perih. Tapi segera ia menggertakkan giginya, menepis perasaan itu. Tidak. Aku tidak boleh lemah. Aku tidak boleh jatuh lebih dalam.

Ia pun memilih pergi tanpa suara, membiarkan gadis itu sendiri.

Namun malam harinya, keadaan berubah.

Nayla, untuk pertama kalinya sejak kejadian pahit itu, tertawa lepas. Deeva mengajaknya bermain kartu bersama di ruang tamu. Om Pratama bergabung, dan suasana penuh canda. Nayla tersenyum, bahkan sesekali tertawa kecil saat ibunya salah langkah.

Arsen duduk agak jauh, berpura-pura membaca buku. Tapi matanya tak bisa lepas dari wajah Nayla. Senyum itu, senyum yang polos, jujur, tanpa topeng terlihat begitu indah dan tanpa ia sadari, sudut bibirnya ikut terangkat. Senyum yang begitu jarang muncul dari dirinya.

Namun segera ia menutup buku dengan keras, menegakkan tubuh, berusaha menghapus senyum itu dari wajahnya. Apa yang kulakukan? Aku tidak boleh… aku tidak boleh merasakan ini.

"Bagaimana, apakah ada pesan dari orang itu?" tanya Arsen.

Ia masih berdiri dan menatap ke arah Nayla, sedangkan wanita itu mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Nggak ada, semuanya berjalan lancar," jawab Nayla dengan cepat.

"Masih curiga itu aku? Apa perlu aku buktikan semua pesan di kedua ponselku?" tanya Arsen.

Nayla menghembuskan nafas panjang. "Maaf, aku sudah menuduhmu!"

Tanpa sadar Arsen membuka jaket yang ia gunakan dan memakaikannya ke tubuh Nayla. "Lain kali, cari tahu dulu sebelum menuduhku."

Nayla menundukkan wajahnya, ia.merasa bersalah karena sudah menuduh hal yang tidak dilakukan oleh Arsen.

Malam semakin larut. Semua akhirnya kembali ke kamar masing-masing. Nayla berbaring di ranjangnya, merasa aneh. Untuk pertama kalinya ia bisa sedikit bernapas lega.

Tidak ada pesan misterius hari itu. Tidak ada ancaman. Tidak ada tatapan tajam Arsen yang membuatnya sesak. Hanya momen sederhana bersama ibunya.

Ia tersenyum tipis sebelum akhirnya memejamkan mata.

Namun ketenangan itu tidak bertahan lama.

Di luar villa, di antara pepohonan yang gelap, seseorang berdiri dengan kamera di tangannya. Lensa panjang itu diarahkan tepat ke jendela kamar Nayla. Jari orang itu menekan tombol, klik… klik… beberapa foto tercetak di layar.

Senyum miring menghiasi wajahnya.

Di ponsel orang itu, sebuah pesan diketik.

“Tidurlah nyenyak, Nayla. Besok kau akan melihat sesuatu yang membuatmu tidak bisa tertawa lagi.”

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   di Ambang Keputusan

    Dua minggu berlalu sejak tragedi itu. Dua minggu Nayla hidup dalam bayangan rumah sakit, doa, dan ketakutan akan pesan-pesan misterius yang tak kunjung berhenti. Namun ajaibnya, Deeva akhirnya pulih, meski harus menjalani fisioterapi. Kini, hari besar itu tiba. Pernikahan Deeva dan Pratama. Villa mewah di tepi pantai berubah menjadi lokasi resepsi indah. Kursi-kursi berbalut kain putih berderet rapi, bunga segar menghiasi setiap sudut, dan hamparan laut biru menjadi latar belakang. Semua orang tersenyum bahagia… kecuali Nayla. Tatapannya kosong. Gaun cantik yang membalut tubuhnya tak mampu menutupi kegelisahan di hatinya. Senyum yang ia berikan hanyalah topeng. Arsen memperhatikannya dari jauh. Berkali-kali ia mendapati gadis itu menarik napas panjang, menunduk, atau menggenggam jemarinya sendiri hingga memutih. Sejak kejadian di rumah sakit, entah mengapa, Nayla selalu muncul dalam pikirannya. Kenapa aku tak bisa berhenti memperhatikannya? batinnya. Di ruang rias, beberapa meni

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Pagi yang Berdarah

    Jeritan pecah di udara, memecah keheningan pagi. Nayla yang baru saja membuka mata di kamarnya langsung terlonjak. Suara itu… suara ibunya. Tanpa pikir panjang, ia berlari keluar. “Ma!!!” teriaknya panik. Di ruang tengah villa, pemandangan mengerikan menyambutnya. Deeva tergeletak di lantai, tepat di bawah tangga. Tubuhnya kaku, darah merembes dari kepalanya. “MAMAAA!!” Nayla berlari, jatuh berlutut, mengguncang tubuh ibunya yang tak sadarkan diri. “Ma! Bangun, Ma! Tolong!!” Om Pratama muncul dari arah dapur, wajahnya pucat pasi. “Astaga, Deeva!” Ia buru-buru berlari, sementara Arsen yang datang dari belakang langsung menahan Nayla. “Jangan guncang tubuhnya, Nay!” suara Arsen tegas, namun tangannya bergetar saat menarik Nayla menjauh. “Lepasin aku! Itu ibuku! Arsen, lepaskan!!” Nayla meronta, tangisnya pecah. Om Pratama langsung menghubungi ambulans, suaranya panik. “Cepat, ada kecelakaan! Istri saya jatuh dari lantai dua villa! Cepat ke sini!” Nayla hanya bisa menangis histe

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Liburan yang Menipu!

    Liburan keluarga itu dimulai pada pagi yang cerah. Mobil mewah milik Om Pratama melaju mulus di jalanan menuju villa tepi pantai. Di dalam mobil, suasana tampak hangat, setidaknya di mata orang luar. Deeva duduk di kursi depan, terlihat riang saat berbincang dengan Pratama tentang jadwal kegiatan mereka nanti. Sementara di kursi belakang, Nayla duduk menempel pada jendela, sesekali memandang laut yang mulai terlihat di kejauhan. Arsen duduk di sampingnya, tenang, tanpa ekspresi berlebih. Namun sesekali, saat Nayla tidak menyadari, mata Arsen mencuri pandang. Ada gurat lelah di wajah gadis itu, tapi juga cahaya samar ketika ia melihat ke luar jendela. Dan entah kenapa, melihat Nayla begitu diam membuat dada Arsen terasa sesak. "Nikmati liburan ini Nay. Om sengaja liburkan kantor, biar kita bisa liburan bersama." Nayla hanya menganggukan kepalanya, sedangkan Mama Deeva terus menatap dari kaca depan. "Arsen juga. Kalian berdua harus terlihat akur, harus saling mengenal." Nayla men

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Tuduhan yang Mengguncang!

    Mobil yang dikendarai Nayla melaju begitu xepat, sesekali tatapannya menatap ke arah ponsel yang berada di hadapannya. Dengan tangan gemetar, Nayla akhirnya memberanikan diri mengirim pesan pada Arsen dan menunggu balasannya. “Kita harus ketemu? Sekarang?” Balasan datang cepat, singkat. “Di taman belakang hotel. 10 menit lagi.” Jawabannya seakan tidak ingin ada bantahan, ia hanya ingin bertemu dan menyelesaikan semua masalah yang sedang terjadi. Nayla tiba lebih dulu. Angin pagi membuat rambutnya berantakan, sementara jantungnya berdegup tak terkendali. Ia menggenggam ponselnya erat-erat, bersiap melampiaskan semua yang menyesakkan di dadanya. Tak lama, Arsen muncul dengan langkah santai, tangan dimasukkan ke saku celana. Wajahnya tenang, terlalu tenang, seakan tidak ada badai yang sedang berkecamuk. “Ada apa, Nay?” suaranya datar. Nayla langsung melotot, menahan diri agar tidak berteriak. “Jangan pura-pura bodoh, Arsen! Pesan itu… semua pesan yang kuterima, itu dari kamu, ka

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Bayangan yang Tak Bisa dihapus

    Pagi itu, matahari baru saja menembus tirai tipis kamar Nayla. Ia duduk di tepi ranjang dengan mata sembab, semalaman tak bisa tidur memikirkan ucapan Arsen di balkon semalam. Ancaman itu masih terngiang jelas, membuat dadanya sesak. Namun bukan hanya Arsen yang mengganggu pikirannya, melainkan ibunya. Senyum Deeva saat bersama Om Pratama terasa begitu tulus, seakan wanita itu baru menemukan kembali arti bahagia dan Nayla terlalu takut ibunya kembali jatuh ke lubang luka yang sama. Nayla menghela napas panjang, lalu memberanikan diri turun ke ruang makan. Di sana, ia mendapati ibunya sudah rapi dengan gaun santai, sedang menyeduh teh sambil bersenandung kecil. “Pagi, Sayang. Tidur nyenyak?” sapa Deeva cerah, seolah dunia baik-baik saja. Nayla memaksakan senyum. “Lumayan, Ma.” Ia duduk, menatap ibunya yang tampak begitu bahagia. Sejenak, rasa bersalah menghantam hatinya. Bagaimana mungkin ia bisa menghancurkan senyum itu dengan kenyataan pahit yang ia simpan bersama Arsen? “Ma… .

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Dunai yang Begitu Sempit

    Makan malam berakhir dengan senyuman-senyuman hangat yang terasa palsu bagi Nayla. Ibunya terlihat sangat bahagia, tertawa dengan Om Pratama, seakan lupa semua luka masa lalu. Sementara Arsen hanya duduk tenang, menatap piring, seakan-akan dirinya hanyalah tamu biasa di meja itu.Namun tatapan mata mereka berdua. Nayla dan Arsen, tidak bisa berbohong. Sesekali tanpa sengaja beradu, lalu buru-buru teralihkan. Ada sesuatu yang menyesakkan, sesuatu yang hanya mereka berdua tahu dan tidak seorang pun boleh mengetahuinya.Ketika pelayan terakhir kali mengangkat piring dari meja, Deeva menepuk lembut tangan Nayla.“Sayang, Om Pratama dan mama akan bicara sebentar dengan manajer restoran tentang rencana acara keluarga. Kau tak keberatan, kan? Mungkin Arsen bisa menemanimu.”“Tidak perlu, Ma,” Nayla buru-buru menolak, namun ibunya hanya tersenyum dan berdiri.Akhirnya, tinggal mereka berdua di meja panjang itu. Sunyi. Hanya suara dentingan sendok dari meja lain dan musik klasik yang terdengar

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status