Drtt...drtt
Hpku berbunyi, ternyata Anggi yang menelpon. Aku masih berada di kantor, disibukkan dengan tumpukan kertas yang harus segera diselesaikan
"Assalamualaikum, Ma!" Terdengar suara Anggi di seberang.
"Waalaikumsalam," jawabku.
"Ma, Anggi pulang sekolah mau pergi ke mall!" kata Anggi.
"Sama siapa?" tanyaku.
"Sama Key!"
"Key siapa?" tanyaku sambil mengernyitkan dahi, mengingat-ingat teman Anggi yang bernama Key. Kayaknya nggak ada. Tapi aku pernah mendengar nama itu, dimana ya?
"Keyla anak Pak Rayhan itu lho, Ma?" sahut Anggi. Oalah, ternyata aku sudah tua, pelupa. Hihi
"Emangnya kalian berteman?" tanyaku dengan heran.
"Ih Mama, ya iya lah! Kalau nggak berteman nggak mungkin Anggi mau jalan sama Key."
"Kok Mama nggak tahu ya kalau Anggi b
Aku masuk ke dalam mobil, menumpahkan semua perasaanku dengan menangis. Entahlah ini tangis sedih atau bahagia. Aku masih berada di pelataran parkir pengadilan agama. Hari ini selesai putusan sidang yang menyatakan bahwa aku memiliki status baru yaitu janda.Status yang sering dipandang sebelah mata, apalagi karena perceraian. Tapi aku sudah siap mental.Aku sengaja izin tidak masuk ke kantor karena menghadiri sidang putusan perceraian. Hasilnya sesuai dengan yang aku harapkan.Kulajukan mobil dengan kecepatan sedang menuju ke rumah. Aku ingin istirahat dengan bermalas-malasan. Sampai dirumah aku segera merebahkan diri di tempat tidur. Dengan pikiran yang berkelana. Apakah aku bahagia dengan semua ini? Entahlah, yang jelas sekarang aku akan menjalani semua ini de
"Cie... cie...yang punya status baru!" bisik Sandra padaku ketika aku baru keluar dari mobil."Stt! Jangan keras-keras, nanti dikira orang ngasih pengumuman," kataku sambil berjalan masuk ke kantor."Pengumuman ada lowongan ya?" ledek Sandra."Lowongan?" tanyaku heran."Lowongan posisi jadi suami, ha..ha!"Aku dan Sandra tertawa. Bahagia rasanya bisa tertawa lepas seperti ini."Sepertinya ada yang bahagia. Pagi-pagi tertawanya renyah sekali!" Ada suara yang mengagetkan kami.Ternyata suara Pak Rayhan yang berjalan di belakang kami."Eh Pak Rayhan. Iya Pak, Anis bahagia punya status baru!" kata Sandra.Aku mendelik ke arah Sandra, Sandra pura-pura tidak melihat."Oh, selamat ya? Semoga Bu Anis bahagia!" kata Pak Rayhan basa-basi. Padahal ia sudah tahu dari kemarin. 
Keluar dari ruangan Pak Rayhan, Sandra sudah melirikku kemudian mendekatiku. Aku duduk di kursiku dan Sandra menarik kursi untuk duduk di depanku. Aku pura-pura tidak tahu apa maksudnya, aku pun melanjutkan pekerjaanku."Kayaknya aku nggak dianggap teman lagi, deh," gumam Sandra pura-pura kesal."Memangnya kenapa?" tanyaku."Ketika sedih, aku selalu menjadi orang yang pertama dikasih tahu. Giliran bahagia, tidak mau berbagi cerita.""Cie…cie… marah ya? Apa yang ingin kamu tahu?" godaku."Kamu dengan Pak Rayhan," bisik Sandra."Aku nggak ada apa-apa dengannya.""Terus tadi ngapain saja di ruangannya berdua? Apa hanya saling memandang?""Hanya makan dan ngobrol.""Bener?" tanya Sandra seolah-olah meragukan ucapanku."Memangnya mau ngapain? Ini kan di kantor."
Bangun tidur, kepalaku terasa sangat berat. Mungkin efek aku menangis tadi malam. Kulihat jam menunjukkan pukul empat pagi. Aku segera bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Aku merasa sangat haus dan ingin minum, kulihat Anggi sedang ada di dapur minum air putih."Kok sudah bangun, Nggi?" tanyaku."Tadi kebelet, Ma. Makanya terbangun kemudian merasa haus.""Ooo! Anggi, kok tadi malam Mama ingin sekali pulang ke rumah Eyang. Kangen sekali," kataku sambil duduk di kursi."Kenapa kita nggak kesana saja, Ma? Sudah lama tidak ke rumah Eyang. Berangkat sekarang saja, yuk?" ajak Anggi."Kamu kan harus sekolah?""Nggak apa-apa, Ma. Mama yang mintain izin dengan wali kelas Anggi. Izin dua hari saja, Jumat dan Sabtu. Hari Minggu kita pulang. Oke, Ma?" rayu Anggi."Oke, deh. Ayo kita siap-siap." Aku berkata penuh dengan semang
Hari ini aku manfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga besarku. Mumpung aku masih ada disini, Ibu memasak makanan favoritku. Hanya makanan sederhana, sayur kembang kates, sambal tumpang buatan Ibu memang tiada duanya di lidahku. Aku segera sarapan, menikmati masakan Ibu.Pagi-pagi Resti sudah ada di rumah Ibu, tentu saja bersama anak-anaknya. Nadia anak pertama Resti langsung mendekati Anggi. Mereka berdua berjalan menjauh, sepertinya masuk ke kamar."Sarapan, Res," kata Ibu."Sudah, Bu. Nanti mau ngajak Mbak Anis jalan.""Asyik di traktir sama Resti." Aku menjawab sambil cengengesan."Tenang, Mbak. Mau minta jajan apa, nanti Resti traktir."Kami ngobrol-ngobrol santai, menceritakan tentang banyak hal. Menjelang siang, Resti mengajakku pergi. Anak-anak Resti tidak ada yang ikut. Hanya kami berdua.Resti mengajakku ke sebuah
Perjalanan panjang menuju rumah kulalui dengan senang hati. Setelah hati dan pikiran terasa sangat fresh. Sesekali kami berhenti di tempat makan pinggir jalan, sekedar istirahat dan jajan.Sampai juga di rumah, setelah perjalanan empat jam lebih. Setelah memasukkan mobil kedalam garasi, aku dan Anggi mengeluarkan barang-barang bawaan kami.Aku meminta Anggi untuk mengantarkan oleh-oleh ke rumah Uti Ros. Semoga beliau menyukainya. Aku pun membereskan barang-barang yang aku bawa.Setelah salat Dzuhur, aku berusaha merebahkan tubuhku di tempat tidur. Ingin meluruskan pinggang dan istirahat sejenak.***"Kamu kenapa, Nis? Kok mendadak pulang ke rumah Bapak? Ada masalah?" tanya Sandra, ketika aku sudah berada di ruangan.Aku segera duduk di kursi dan berusaha bercerita pada Sandra."Nggak ada masalah apa-apa. Hanya sekedar ka
Menjelang tidur, teringat lagi kejadian hari ini di kantor. Makan siang bersama Pak Rayhan, menabrak Pak Rayhan dan dipeluknya. Juga terngiang kata-kata yang aku dengar di WC tadi. Sebegitu rendahnya kah statusku ini? Atau memang kelakuanku seperti itu? Mungkin memang aku harus menjaga jarak dengan Pak Rayhan, sebelum nanti ditegur oleh atasan kami.Begitu rumitnya jalan hidupku ini. Tapi memang mau tidak mau harus aku jalani semua ini. Aku sendiri masih bingung dengan sikap Pak Rayhan. Jujur saja kalau aku bahagia dengan perlakuannya padaku. Dia membuatku merasa percaya diri lagi setelah masalah yang aku hadapi. Dia juga yang membuatku mulai membuka hati lagi. Tapi aku takut kalau semua ini hanya semu. Dia membuatku terbang ke awan kemudian terhempas ke dalam jurang yang dalam. Aku belum sanggup untuk kecewa lagi.Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku hanya seperti ini terus? Menerima pujian dan sanjungan juga kata-kata manis darinya
"Ma, nonton film yuk. Sudah lama nggak nonton film sama Mama," kata Anggi pada hari libur."Mama males, Nggi. Biasanya kamu nonton sama Key!""Iya, sama Key juga. Ayolah Ma, menikmati masa-masa Anggi masih disini. Bentar lagi kan Anggi ke Jogja."Anggi sudah selesai melaksanakan ujian nasional. Memang sebentar lagi mau pergi kuliah jauh. Sedih rasanya."Ayolah, Ma!""Oke, Mama ganti baju dulu!""Yes!" kata Anggi berteriak senang.Aku cuma geleng-geleng kepala dan segera berganti pakaian. Aku segera mengambil kunci mobil."Ngapain Mama bawa kunci mobil," tanya Anggi."Lho katanya mau pergi nonton!""Gak usah bawa mobil. Udah ditungguin, ayo!" kata Anggi sambil menarik tanganku."Ditungguin siapa?" tanyaku heran.Aku kaget ketika ada mob