Share

Memulai yang baru

Memulai yang baru

"Non ditunggu, Den Reindra di depan."

"Hah serius, Mbok." Eliana tak percaya apa kata Mbok Siti. 

"Iya, dia bilang mau ajak Non ke salon apa," ucap si Mbok membuat mata Eliana terbelalak kaget. 

"A ... apa salon Mbok?"

"Iya, Non. Biar Daffa di rumah sama Mbok ya, kan  semenjak ada Non Eliana pekerjaan Mbok jadi berkurang, dari pada mbok ngantuk di rumah sendirian."

"Iya boleh, Mbok."

Bibir itu merekah, tersenyum lega. Kemudian wanita sederhana itu mengangguk patuh oleh perintah Reindra. Dan melangkah menuju kamar mandi. 

"Cepat sedikit, Non," suruh si Mbok sambil menggendong Daffa keluar. 

"Iya, Mbok."

Mobil meluncur keluar halaman, akhirnya Eliana duduk di samping Reindra membelah jalan raya diatas aspal yang begitu panas membara. Eliana terlihat gugup ia mengalihkan pandangan keluar kaca mobil milik Reindra. 

Reindra berusaha memulai pembicaraan dengan Eliana. 

"Aku sudah ajukan gugatanmu. Masih sekitar satu bulan lagi sidang ceraimu."

"Sudah di ajukan? Apa ini bisa diurus di kota ini?"

"Bisa tenang saja, El."

Eliana minum air mineral yang ia bawa dari rumah, lalu menegukknya beberapa kali gugup menyerang hati Eliana. 

"Nggak usah goyah Eliana. Kau harus berjuang demi masa depanmu juga Daffa."

Reindra begitu semangat dan Eliana hanya tersenyum getir pernikahanya harus kandas akan segera berakhir. 

"Iya. Bismillah, Bang Rein." Senyum mengembang dari bibir Eliana. Kadang dengan senyuman sudah mewakili perasaan.

Sesaat mereka hening. Ada rasa bersalah dari diri Reindra melihat ekspresi ketakutannya Eliana saat ini. Eliana adalah sosok wanita terlalu baik, dia mampu membuat Reindra terus memikirkannya. 

Mobil terparkir di depan salon Ayila mereka turun dari mobil dan berjalan  menuju perawatan wanita itu. Mereka berjalan beriringan melewati paving yang tertata rapi di depan salon, mata Eliana tak berkedip melihat bangunan-bangunan yang begitu indah. Salah satunya Salon Ayla. 

"Ayo masuk?"

"Eliana gugup, Bang."

Reindra tersenyum sambil menggandeng mesra Eliana masuk ke dalam. Sesaat kemudian, sapaan dari wanita cantik itu datang menghampiri Reindra. Eliana baru menyadari kedatangannya disambut  dengan begitu ramah. Mempersilahkan mereka untuk duduk, salah satu karyawan memberikan dia dua cangkir teh hangat untuk Eliana juga Reindra. 

"Ada yang bisa kami bantu, Pak Rein?"

"Tolong make over, semua yang ada dalam diri wanita ini Ayla? Saya mau ia terlihat cantik dan modis."

Ayla tersenyum menatap Eliana. "Baiklah Reindra akan aku buat dia jauh lebih cantik lagi."

"Berapa lama kira-kira, Ayla? akan saya tinggal sebentar ke kampus."

"Dua jam cukup kali ya," ucap Alyla. 

Rein menggangguk. "Eliana aku tinggal dulu ya? kamu belanja sepuasnya biar Ayla yang bantu."

Eliana menggangguk. "Terima kasih banyak Bang Rein."

Ada semburat malu di pipinya Eliana, saat menyadari tatapan Eliana terarah ke baju-baju yang begitu indah dan cantik. 

Reindra melirik jam tangan. 

"Aku pergi dulu," ucap Rein. 

Lagi, Eliana mengangguk. Dan Reindra segera melangkah keluar. 

Eliana hanya mengangguk saja mengiyakan. Entah bagaimana nanti untuk membalas ini semua nanti pada sahabatnya Rein. Yang jelas Eliana hanya ingin membalas semua perbuatan suaminya. Bayangkan saja ia harus pergi dari keluarganya, bagitu banyak pengorbanan yang ia berikan pada Satria namun seenaknya saja ia menghianatinya. 

"Mari ikut saya Mbak Eliana, kita mulai dari facial wajah dulu ya?"

Eliana menggangguk dan mengikuti arahan karyawan salon. 

Usia yang masih muda. Tidak heran kalau nanti suaminya akan mulai terpesona lagi. Sejenak Eliana menikmati manjanya di salon.

*

Reindra menatap jauh menerawang di sudut kampus, setelah sekian lama ia menemukannya tanpa sengaja, kala itu ia lagi mengemudikan mobilnya hujan terlihat deras dari luar mobilnya. Sesaat wajahnya melihat di halte ada anak yang menagis dengan cepat ia melangkah dan menggedong anak kecil itu saat melihat seorang wanita tergeletak dan ternyata wanita yang sangat ia kenal Eliana. 

Halte sepi tak ada seorang pun disana, Reindra menaruh sikecil ke dalam mobil, kemudian mengangkat tubuh Eliana masuk ke dalam mobilnya. Mobil meluncur di rumah mewah miliknya. 

"Mbok tolong, ajak anak kecil itu di dalam."

"Baik, Den."

Dengan cepat ia masuk membawa tubuh Eliana. 

"Astaga Eliana kenapa kamu bisa seprti ini. " Lirih Rein menatap melas pada perempuan sahabatnya dulu. 

"Mbok tolong dijaga ya? Aku akan ke Jogjakarta malam ini juga biarkan dia istirahat, berikan badannya minyak kayu putih, jika ia siuman berikanlah makan. Aku harus berangkat sekarang, Mbok."

"Baik, Den."

"Belikan susu untuk anaknya." Reindra memberi beberapa lembar uang merah. 

"Njih, Den."

Wajah yang dulu ceria kenapa bisa seperti ini, karena keluarga Reindra pindah ke Jogjakarta membuat Reindra dan Safana kehilangan jejak tentang Eliana. Rein menatap lekat foto bertiga dirinya Eliana juga Fana yang telah usang hampir gambarnya sedikit menghilang namun, ia terus saja menyimpannya dalam dompet. 

Pekerjaan selesai ia kembali menjemput Eliana di salon, perasaan entah namun sepertinya itu tak wajar. Rasa sayangnya buat sahabatnya mungkin sekarang sudah berubah namun Reindra menolaknya, ia tak mau menodai persahabatannya. 

Mobil terparkir di depan salon. Ia berjalan menuju ruangan salon tempat tadi ia meninggalkan Eliana. Dengan pelan Reindra duduk di sofa suguhan kedua, satu teh hangat tersaji di depannya. 

"Hey Pak Reindra, Eliana sudah siap tinggal mengganti baju."

"Baiklah Ayla, terima kasih ya."

"Sama-sama, Pak."

Seketika Reindra dibuat terkejut dengan penampilan baru Eliana, begitu cantik dan elegan. Rambut dipotong sebahu dengan riasan natural, memakai higl heels baju mahal. Terlihat tampak sempurna di mata Rein. 

"Eliana ini senirus ... wao kau terlihat perfect." Sejenak Rein dibuat kagum oleh make over Ayla. 

"Bagaimana, Pak puas?"

"Ya saya suka Ayla, masukkan yang Eliana butuhkan di tagihanku ya," jawab Rein sambil menyerahkan kartu kredit miliknya. 

"Bagaimana Bang... Apa ini bagus?" Eliana membawa beberapa peper bag berisi baju baru yang dipilih oleh Ayla. 

"Iya, kau terlihat cantik sekali."

"Terima kasih  Bang."

Reindra menggangguk, kali ini dadanya berpacu hebat. 

"Pak ini kartunya dan terima kasih sudah mampir. Lain kali jangan sungkan langsung datang ke sini jika perlu."

"Baik kami permisi Ayla, kerja yang bagus."

Eliana hanya menggangguk dan melangkah pergi meninggalkan salon, menggandeng pria yang bertubuh tinggi kekar menuju mobil. Eliana tak menyangka jika janji yang Rein ucapkan dulu ditepati saat ini. 

"Hey ... lepaskan Eliana, " dengan beringas ia memukul seorang lelaki yang menyeret tangan Eliana. 

Bukk.

"Dengar ya, baik itu laki-laki atau wanita, aku tak akan segan untuk membalas berpuluh kali lipat. Dengarkan itu, jika kau menyentuh Eliana maka kau berurusan denganku," ucap Reindra kala itu. 

"Iya... Iya maaf." Laki-laki itu kabur entah. Kemana. 

"Sakit El...?"

"Maaf ya bila selalu menyusahkan," ucap Eliana. 

 

Reindra menggeleng. "Bilang pada lelaki itu untuk tak menyentuhmu lagi, aku tak sesabar yang mereka kira, Eliana jika kau terluka." ujar Reindra datar saat itu. 

"Iya ... mereka meminta uang jajanku," ucap Eliana sedih. 

Reindra menatap sahabatnya lekat. "Apa tadi sakit? Berkali ia mendorongmu dan menarik tanganmu tadi." 

Eliana menggangguk cepat. 

"Aku berjanji akan menjagamu dari laki-laki yang menyakitimu Eliana."

"Iya, terima kasih."

Eliana menarik napas lega, ada manusia berhati malaikat yang menjaganya kini. 

"El ayo masuk." Reindra membukakan pintu mobil, dan membuyarkan lamunan Eliana. 

"Eh, iya Bang Rein"

*

Sebulan sudah hidup tanpa Eliana, meskipun hidupnya hambar namun hubunganya dan Yolanda makin mendekat. Sekarang, gadis itu bahkan menunjukan wajah riang tiap tatap mereka bertemu. Masih sering mendapatinya mencuri pandang, tapi sebenarnya entah kenapa hatinya Satria seperti enggan untuk menyapa.

Ting... 

Bel pintu Satria berbunyi, dengan langkah gontai Satria membukan pintu. Matanya terbelalak melihat Yolanda tiba-tiba menerobos masuk rumahnya dengan pakaian yang begitu minim dan seksi. 

"Ini sudah malam ada apa?" tanya Satria pada Yola. 

"Aku merindukanmu Sat...!"

"Kau gila, Yolanda."

"Ya, aku memang tergila-gila padamu."

Malam semakin larut, hawa dingin menyeruap di celah-celah ventilasi jendela. Suara embusan angin membuat Satria terbuai dalam indahnya hubungan terlarang dan hubungan dosa dengan atasannya. 

Yolanda tertidur pulas, Satria tak bisa memejamkan matanya. Ia teringat dari hubungannya yang baru saja ia lakukan. Kopi panas menemaninya dalam malam. Jam sudah menunjukkan pukul 02:15 namun mata Satria tak dapat terpejam. 

Semenjak Eliana pergi dari hidupnya, hidupnya kini semakin hari semakin meenggila merindukan  sosok istrinya. Rokok ditangan ia mengembuskan asap keatas pikirannya kalut, entah apa yang berkecamuk dalam batinnya. Ada sesuatu yang sangat sakit di dalam sana. 

Pagi menyapa Yolanda bersiap untuk pulang, ia melihat Satria tertidur meringkuk di sofa dengan batang rokok bertebaran di lantai. Namun Yolanda tak menghiraukan dan melangkah pergi. 

"Kau pemuasku Sat, apapun akan aku lakukan untuk mendapatkan hatimu," Lirih Yolanda mencium kening Satria yang masih tertidur dan melangkah pergi. 

*

Terasa ada yang hilang sebenarnya. Mendapati orang yang selalu ada sekarang menjauh begitu saja. Lucunya, Satria sering rindu suaranya yang dulu di anggap mengganggu bagi Satria. 

"Sat, aku bawakan nasi kotak untukmu, ada ayam geprek kesukaan kamu kan?" Yolanda salah satu gadis yang bikin rusak hubungannya dengan Eliana, terdengar bertanya saat jam istirahat.

"Oh, ya!" Satria jawab lemas. 

"Kok, gitu? Ayolah mumpung masih hangat?"

Satria sempat meliriknya sekilas. Penasaran dengan reaksi Yolanda saat merengek mengajak makan siang. 

"Iya," jawabannya masih sedikit malas. 

Mereka makan siang bersama ditemani nasi kotak juga es jeruk, sesaat Satria merasa jika dia merasa perhatian Yolanda membuatnya sedikit nyaman. 

Hening.

Satria tiba-tiba diam. Tatapannya sedikit menengadah ke depan. Pelan, ia menoleh untuk tau kemana arahnya. Eliana berjalan menyapu di depannya, Satria menggeleng ini yang kesekian kalinya ia masih berhalusinasi. 

Mereka akan mengadakan meeting, disebuah kafe. Satria melajukan mobilnya dan selang beberapa menit mereka sudah berada di kafe dengan ke empat temannya. 

       

Lagi sibuk memainkan laotop, sebuah suara memanggil dari arah belakang. Dari pintu.

"Satria, aku mau minta tolong, nih. Bisa, ya?" tanyanya saat Yolanda menghampiri.

"Apa? 

"File nya kamu yang bawa ya? Buat presentasi sebaik mungkin, aku masih ada sedikit urusan dengan Pak Wira. 

"Iya"

"Kalo gitu, Semoga berhasil ya kalian." 

"Siap, Bu Boss."

Meeting dimulai, semua konsen soal presentasi memang Satria jagonya, namun kali ini tatapan Satria mulai kosong dan Anton yang satu tim mengingatkan Satria. 

"Sat ... gokus!"

"Iya."

Meeting selesai kali ini mereka pun berhasil. Mereka menikmati teh hangat juga cemilan di atas meja mereka. 

"Satria!" Sebuah suara memanggil dari Anton timnya. 

Satria menoleh, lalu mengangkat satu alisnya ke arah Anton. 

"Lihatlah, siapa itu cantik sekali, Sat gila?" Anton berdiri memastikan cewek dengan pemuda tampan bertubuh kekar. 

"Mana...?"

"Itu cewek baju pink yang bersama pria itu, wih coba ya bisa bersama dia pasti akan bahagia hidupku, tapi tunggu ... sekilas mirip istri lo dulu Satria."

Deg ...

Jantung Satria naik turun. 

Dengan cepat Satria menatap lekat gadis di ujung kafe yang terlihat sangat cantik dan begitu elegan ... memang mirip namun Satria tak percaya. 

"Sumpah ya cantik banget tuh cewek!"

Satria terlihat bingung, antara benar dan tidak itu Eliana.  Satria berbalik ke arah wanita yang terlihat begitu mirip apa ini hanya halusinasi nya saja. 

"Eliana...?" Namun segera ditepis olehnya, kenapa bisa Eliana secantik itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status