Share

Ketika Istri Mati Rasa
Ketika Istri Mati Rasa
Penulis: Farid-ha

Terbongkar Sebuah Rahasia

Ketika Istri Mati Rasa

Bab 1

"Rencananya kapan kalian akan menikah secara resmi?" Samar, aku mendengar obrolan di ruang tamu. Jelas sekali itu suara ibu mertua. Siapa yang akan menikah secara resmi? Tangan yang sudah siap mengetuk pintu aku urungkan. Mematung di depan pintu adalah pilihanku saat ini. Mencuri dengar obrolan mereka dengan tangan membopong Wildan yang sedang tidur.

"Radit belum tahu, Bu." Aku terperanjat , kaget mendengar jawaban mas Radit. Jantungku memompa darah lebih cepat dari biasanya. Ya Allah, apa maksud semua ini?

Tidak, tidak mungkin suamiku menikah lagi. Aku pasti salah dengar. Hatiku menolak tapi pikiranku menyimpulkan sesuatu.

"Apa memang harus diresmikan pernikahan kalian, Dit? Apa tidak sebaiknya kamu ceraikan saja wanita itu. Ibu memikirkan perasaan Alina. Dia begitu baik selama ini, Nak. Ibu tak tega melihat dia terluka." Innalillahi … berarti pradugaku tadi benar.

Detik ini rasanya duniaku runtuh. Apa yang aku dengar bukan lagi halusinasi atau sebuah mimpi. Dadaku sesak bagai kena hantaman bogem besar. Air mata luruh begitu saja beriringan dengan hancurnya hatiku. Kenapa kamu tega melakukan ini semua, Mas? Kenapa? Apa kurangku? Aku punya anak. Aku mengurus ibu dengan penuh kasih sayang. Apa salahku sampai hati kamu menduakan aku? Ingin rasanya aku mendobrak pintu dan mengumpat langsung di depan mas Radit. Namun, bukan itu yang aku butuhkan saat ini. Aku harus tenang untuk menghadapi mereka.

"Bu, tidak mungkin aku menceraikannya. Dia sama pentingnya dengan Alina. Sama-sama bermakna untuk Radit, Bu. Sebentar lagi Ralia masuk sekolah. Kami butuh status yang jelas di mata negara, Bu." Ya Allah … mereka sudah memiliki anak? Sudah mau sekolah? Artinya mereka menyembunyikan ini bertahun-tahun lamanya.

Aku tak sanggup lagi mendengar pembicaraan ibu dan anak itu. Segera, aku mengetuk pintu setelah menyusut air mata dan mengatur napas. Seolah tidak terjadi apa-apa.

"Sayang, kok sudah pulang? Sama siapa? Sejak kapan sudah di sini?" Rentetan pertanyaan mas Radit ajukan padaku. Celingak-celinguk dia menatap ke arah jalan.

"Ya, Mas, kebetulan tadi aku nebeng Kang Dika, dia mau ada urusan di daerah sini. Sebentar, ya, aku menaruh Wildan dulu di kamar sekalian bersih-bersih." Aku tersenyum tipis ke arah mas Radit yang wajahnya terlihat kaget dan ke arah ibu yang memucat. Mungkin mereka takut aku mendengar semuanya. Terlambat!

Segera, aku tidurkan Wildan ke ranjangnya dengan penuh hati-hati. Kutatap wajah polos yang tertidur dengan damai itu.

Wildan bukan tipe orang yang mudah terganggu tidurnya dengan hal-hal kecil. Persis seperti bapaknya. Tidurnya selalu pulas dan tidak mudah bangun.

Ah, mengingat bapaknya membuat dadaku semakin sesak saja. Apa yang membuat lelaki itu begitu tega mengkhianati pernikahan ini?

Mereka yang terlalu pintar dan aku yang terlalu oon. Tak pernah curiga sedikitpun saat suami berminggu-minggu tak pulang ke sini. Aku terlalu percaya pada lelaki yang terlihat setia itu. Bagaimana tidak setia di mataku? Ia tak pernah sibuk dengan handphonenya. Selalu memanjakan dan menyayangi aku sebagai istrinya. Tak pernah menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Selalu dekat dengan anak meski jarang pulang.

Tak pernah terlintas sedikitpun bahwa suamiku memiliki istri baru. Aku mengerjap berulang kali agar embun di mata ini tak menjadi anak sungai. Lekas, langkah kaki kubawa ke arah kamar. Sudah tak ada ibu ataupun mas Radit di ruang tamu. Ke mana mereka? Sudah selesaikah pembicaraan mereka?

"Surprise untuk istri tercinta." Mas Radit memberikan buket bunga padaku ketika pintu kamar kubuka. Senyum terbaik dia suguhkan padaku. Manis sekali bukan? Dulu aku akan berbunga-bunga diberikan surprise seperti ini. Sekarang tersentuh pun tidak. Semua terasa basi.

"Terima kasih, Mas." Senyum tipis kuberikan pada lelaki yang terlihat sok romantis itu. Buket kuambil dari tangannya. Lekas, kutaruh di atas nakas tanpa ingin mencium aroma bunganya seperti dulu-dulu lagi.

"Sayang, Mas kangen." Mas Radit m

merentangkan kedua tangannya ke arahku. Dulu dengan segera aku akan merangsek ke dada bidang itu. Sekarang semua terasa menjijikkan.

"Maaf, Mas. Aku mandi dulu, ya, sudah gerah banget ini." Lagi senyum tipis yang aku berikan padanya seraya masuk ke dalam kamar mandi. Gurat kecewa tercetak jelas di wajahnya. Kecewa yang kamu rasakan tak seberapa dibanding kecewa yang aku dapatkan, Mas!

Kran air di bawah aku buka, begitu pun dengan kran shower. berharap menyamarkan suara isakan ku nantinya.

Tumpah sudah pertahananku yang sempat kutahan. Air mataku luruh bersamaan dengan merosotnya tubuh ini ke lantai. Aku memeluk lutut di bawah shower yang mengucur.

Percakapan ibu dan anak itu kembali terngiang di telingaku. Apa salahku sampai kamu tega melakukan ini semua, Mas? Apa alasan kamu menikah lagi, Mas? Aku rela jauh-jauh ke luar negeri untuk bisa merubah taraf hidup kamu, Mas. Hingga sekarang bisa terpandang karena memiliki lahan berhektar-hektar. Aku rela menjadi perawat ibumu agar kamu tenang dalam bekerja. Semua itu aku lakukan dengan tulus. Tapi apa yang aku berikan padaku, Mas? Sebuah pengkhianatan!

Aku berjanji, Mas. Tidak akan tinggal diam atas semua perlakuanmu ini! Aku yakin sampai kapan pun kamu tidak akan pernah jujur padaku. Biarlah aku akan pura-pura tidak tahu, tapi akan banyak sekali perubahan sikapmu terhadapmu, Mas!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Abi Fasya
ok sangat bagus bikin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status