Home / Rumah Tangga / Ketika Istri Mati Rasa / Terlalu Percaya Diri

Share

Terlalu Percaya Diri

Author: Farid-ha
last update Last Updated: 2022-10-26 22:18:31

Bersusah payah aku menjadi pembantu di luar negeri demi mengumpulkan uang dan berupaya mengangkat taraf hidupmu, Mas. Setelah kelihatan hasilnya dengan tanpa perasaan kamu menggunakannya untuk menyenangkan hati perempuan lain. Terbuat dari apa hatimu, Mas!

Hatiku menjerit. Merutuki perbuatan lelaki yang bergelar suami.

Tanganku kembali mengepal hingga kukunya memutih.

Rahangku mengeras. Bibir kukatup rapat-rapat. Gigiku gemeletuk. Gemuruh di dada kembali meletup-letup.

"Lin, kamu masih di sana, kan?" Suara Mbak Sisil memutuskan lamunanku.

"Ma — masih, Mbak. Aku masih mendengar kok. Terus perempuan itu pernah pulang nggak setelah menikah?"

"Pernah beberapa kali, tapi tidak pernah sama suaminya. Katanya, sih, suaminya selalu sibuk. Tapi, ada yang bilang kalau itu suami orang. Selentingan yang Mbak dengar dia menjadi istri simpanan. Katanya, dia mau meresmikan pernikahan sirinya."

Deg!

Meresmikan pernikahannya?

Seratus persen keyakinanku menyimpulkan Desti adalah maduku. Segera, kuhirup napas dalam-dalam menghembuskan secara perlahan.

Sesaknya dada berharap bisa berkurang.

Jelas, dia tidak akan pernah pulang dengan suaminya. Karena mas Radit tidak mau ketahuan oleh keluarga kita, Mbak.

"Aku tidak heran kalau Desti menjadi istri simpanan. Lha wong, emaknya aja seperti itu. Memang, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Cuman, aku kasihan dengan istri lelaki itu. Pasti tak pernah dipedulikannya. Kata uwaknya, lelakinya lebih banyak waktu di tempat Desti. Jarang pulang ke rumah istri tuanya."

"Mbak, terima kasih, ya. Informasinya. Maaf, mengganggu waktunya. Aku matikan dulu, ya. Assalamualaikum." Sudah tak sanggup lagi aku mendengar penjabaran yang lain.

Air mataku kembali luruh, pertahan yang aku bangun sedari tadi jebol. Keterangan-keterangan dari Mbak Sisil menambah sakit di dalam sini. Tak berdarah tapi sangat luka.

Aku tergugu hingga terguncang pundakku. Kamu benar-benar jahat, tega, Mas! Aku yang kerja keras kamu dan simpananmu yang menikmati. Terbuat dari apa hatimu, Mas?

Ketukan pintu dari dalam membuatku menoleh ke arah pintu. Sengaja, pintu aku tutup dari luar. Tak ingin ada orang yang mengganggu. Aku menoleh ke layar handphone. Sudah jam sepuluh malam. Selama ini aku menangis?

Lekas, kususut air mata dengan kasar. Aku pastikan ini air mata terakhir. Tak akan ada lagi air mata yang lainnya. Aku harus kuat, tegar, tenang tapi menghanyutkan. Lihat saja nanti, Mas!

Jelas, dia tidak akan pernah pulang dengan suaminya. Karena mas Radit tidak mau ketahuan oleh keluarga kita, Mbak.

Kran air kukulir, tangan kutengadahkan untuk menampung airnya. Air yang dingin membasuh mukaku yang penuh jejak air mata. Tidak boleh ada jejak air mata di pipiku.

Setelah mengatur napas dan memastikan emosi yang sudah mulai stabil lekas, berjalan menuju pintu.

Tenang, kubuka kunci pintu dari luar. Mataku membelo sempurna saat melihat apa yang terjadi di depan pintu. lelaki itu berdiri di depan pintu dengan tatapan menghunus. Tangannya melipat di depan dada. Degup jantungku tak berirama. Terlintas pertanyaan di kepala. Sudah berapa lama Mas Radit berdiri di situ? Handphone segera aku masukkan ke saku baju. Tak ingin dia merampas dan membaca semuanya.

Aku mundur satu langkah. Mas Radit pun mengikuti langkahku. Sejurus kemudian lelaki itu menarik tanganku ke arah ayunan.

"Apa-apaan sih, Mas?" Sekuat tenaga aku mencoba melepaskan diri dari cengkraman tangan kekar itu.

Kini posisi kami berhadapan. Tatapan kami bersirobok. Atmosfer ketegangan menyelimuti kami.

Detak jantungku lebih cepat dari biasanya.

Apa dia mendengar obrolanku dengan mbak Sisil, sehingga terlihat marah seperti ini? Apa dia tahu kalau aku sedang membicarakan istri mudanya? Tenang, Alina. Tenang, jangan panik!

Keadaan kembali aku kuasai setelah menghembuskan napas pelan. Aku tidak boleh terlihat gugup.

"Ada Mas Radit ke sini?" Pertanyaan itu kuberikan untuk mencairkan suasana yang sempat menegang. Tatapan kulayangkan pada sebelah kiri dada bidangnya. Ada yang menyembul dari balik saku kaus pendek yang ia kenakan. Apa itu?

"Kenapa kamu bohong sama mas, Alina?" Aku mengernyit, menatap lelaki yang memegangi kedua pundakku. Lekas, kulingkarkan tangan ke arah pundaknya. Tatapannya berubah dari menghunus menjadi mengharap.

"Bohong? Bohong gimana, Mas?" Sebelah mata aku kedipkan. Seolah merayunya. Tangan yang tadi berada di pundakku kini beralih ke pinggangku.

"Kenapa kamu menghindariku?" Tatapannya semakin sayu. "Katanya mau ke kamarnya Wildan, tapi malah sibuk berteleponan. Sama siapa?"

Degup jantungku kian tak berirama. Takut-takut dia mendengar obrolan kami. Namun, aku berusaha keras untuk tetap tenang.

"Kenapa? Kamu takut aku selingkuh?" Senyum manis kupersembahkan untuk lelaki yang bergelar suami. Tanganku yang sempat mengalung di lehernya aku lepaskan. Tangan kumainkan di atas dadanya.

"Bukan. Mana berani kamu selingkuh. Kamu kan cinta mati sama Mas. " Aku tertawa sumbang mendengar ucapannya.

"Kenapa kamu tertawa? Ada yang lucu?" Jelas aku tertawa, Mas. Percaya diri sekali kamu! Bahkan aku ragu apakah masih ada rasa untukmu, Mas? Kalau pun masih ada kadarnya sudah sangat menipis. Nyaris habis terkikis oleh kebohongan yang kamu ciptakan sekian tahun.

"Percaya diri sekali kamu, Mas. Bagaimana kalau aku sudah tidak mencintaimu lagi?" Aku tertawa kecil di ujung pertanyaan. Ucapan serius terbalut candaan. Dia melengos, membuang muka ke sembarang arah. Entah apa yang membuat mukanya memerah?

Mungkinkah ini alasan yang membuatnya tega menikah lagi. Dia pikir aku akan menerimanya begitu saja. Seorang Alina Sasha Putri cinta mati sama suaminya.

"Benda apa ini, Mas?" Aku mengalihkan pembicaraan. Tanganku meraba saku kaus berwarna biru yang dikenakan lelaki bergelar suami itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Isna Ni
bagus banget ceritanya, lanjut
goodnovel comment avatar
Gresi Ibunya Afa
bagus alur ceritanya
goodnovel comment avatar
iyus yusmawati
mulai bisa mengikuti alur ceritonyo
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Istri Mati Rasa    Alina Melahirkan

    "Mak … apa ini anak pertamamu, Mak?" Pak Sardi mengelus-elus punggung ibunya.Desti terkejut mendengar dirinya dianggap anak pertama Mak Teti."Apa maksudnya?" Desti berusaha melepaskan pelukannya wanita asing itu."Nduk, akulah ibumu kandungmu," jelas Mak Surti di sela isak tangisnya. Desti mematung mendengar penjelasan orang tua asing itu. Hati yang semula penuh sukacita karena ketemu Ralia, kini perasaan itu tidak lagi bisa dinarasikan."Ka — kamu perempuan perebut bapakku?" Ratmi yang sedari tadi dalam mode kalem kali ini meninggikan suaranya.Mak Teti menangis meraung di hadapan Ratmi. " Kamu anaknya Dalilah? Maafkan semua kesalahan ku di masa lalu, Nduk." Drama pertemuan ibu dan anak itu cukup lama berlangsung. Desti tidak bisa menerima begitu saja pengakuan wanita tua itu. Memang, Desti pernah mempertanyakan keberadaannya. Tapi, mantan istri Radit itu masih butuh waktu untuk bisa menerima kenyataan ini. "Kenapa, Mak tega meninggalkan aku demi laki-laki lain? Kenapa?" cecar D

  • Ketika Istri Mati Rasa    Siapa Namamu?

    POV Author"Namamu siapa, Cah ayu?" tanya perempuan bernama Bu Timah — yang telah membantu memandikan dan meminjami baju ganti Ralia. Di sampingnya duduk seorang nenek."Ralia, Bude," jawab Ralia setelah meneguk segelas air putih pemberian tuan rumah."Kamu ingat di mana rumahmu, Nduk?" tanya Pak Sardi— suami dari Bu Timah.Ralia pun menyebutkan nama desa tempat tinggal ibunya selama ini. "Waduh … itu jauh sekali, Bu. Apa bisa kita ke sana?" Pak Sardi menatap istrinya.Sepasang suami istri yang tidak memiliki anak itu saling bersitatap. "Pak, sebaiknya orang tuanya saja yang suruh datang ke sini." Usulan Bu Timah diterima oleh suami dan ibu mertuanya."Ingat nggak nomor telepon ibumu, Nduk?" Pak Sardi menatap wajah bocah perempuan tersebut."Hanya ingat nomor Ayah." Ya, Ralia hanya mengingat nomor bapaknya. Karena memang sering menelpon bapaknya.Dengan segera Pak Sardi menghubungi nomor Radit. Bapaknya Ralia itu kaget mendengar kabar tentang Ralia. Setelah mengucapkan banyak terima

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ralia Terjatuh ke Sungai

    Ralia membekap mulutnya sendiri saat ada belatung yang loncat ke arah pipinya. Rasa jijik dan geli membelenggunya saat ini. Bergerak dan menimbulkan suara sedikit saja, membuat nasibnya terancam. Dia tahu di luar drum ada seseorang yang sedang berjalan mendekatinya.Mata Ralia membeliak sempurna saat tutup drum dibuka dari luar. Degup jantungnya bertalu lebih keras dari biasanya. Ralia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Di dalam hati, Ralia merapalkan doa pada Allah. Gadis cilik itu memohon perlindungan. Anak itu menahan rindu pada ibunya."Ya Allah … kalau Ralia ketangkap tolong pertemuan dengan Ibu terlebih dahulu. Ralia mau bilang, kalau Ralia sayang Ibu banyak-banyak. Ralia kangen Ibu Ya Allah …." Salah satu doa yang dipanjatkan Ralia di dalam hati saat melihat tangan laki-laki yang membuka drum tersebut. Ralia sudah pasrah bila pada akhirnya tertangkap. Tangan laki-laki yang penuh tato itu membuka tutup drum. Bau busuk yang menguar dari dalam drum menyelamatkan Ralia. Sebab akh

  • Ketika Istri Mati Rasa    Nasib Ralia Kini

    POV AuthorSuara kursi jatuh membuat nyali Ralia menciut seketika. Takut ditangkap mendominasi pikiran gadis kecil itu. Ralia merutuki kecerobohannya sendiri sebab secara tak sengaja kaki jenjangnya telah menyenggol kursi itu hingga membuat benda mati itu terjatuh. Walaupun, bocah perempuan yang memiliki badan lebih tinggi dari anak seusianya, itu sudah ada di atas jendela. Sesekali ia menoleh ke arah perempuan yang sedang tertidur itu. Untungnya, wanita yang bertugas menjaganya, tertidur seperti kerbau. Sehingga membuat gadis kecil itu sedikit bisa bergerak bebas.Ralia yang sudah terbiasa memanjat pohon tidak merasa takut saat menatap ke arah bawah jendela. Dengan sekali lompatan anak kecil itu sudah berhasil ke luar dari ruangan pengap tersebut. Ralia tersenyum sembari menepuk-nepuk tangannya yang terkena tanah. Anak Perempuan Radit itu merasa sedikit lega telah berhasil meloloskan diri. Namun, rasa bangga itu tidak begitu lama ia rasakan, sebab detik berikutnya terdengar suara te

  • Ketika Istri Mati Rasa    Bagaimana Nasib Ralia Selanjutnya?

    POV Author"Maka apa?" Tidak sabar Desti menanti ucapan orang di seberang sana yang sengaja digantung. "Maka serahkan uang seratus juta. Atau kamu anakmu mati secara perlahan? Semua keputusan ada di tanganmu, Sayang." Perempuan yang memakai masker itu mendekati Ralia yang sedang duduk di kursi. "Ha ha ha. Seratus juta? Kamu pikir gampang cari uang sebanyak itu? Kalau mau uang itu kerja jangan malakin orang bisanya! Kamu pikir aku bodoh yang bisa dimanfaatkan manusia macam kalian! Ha ha ha." Tawa Desti meremehkan lawan bicaranya. Perempuan itu tidak yakin Ralia diculik orang tersebut. Desti pikir ini hanyalah akal-akalannya orang yang sedang mencari kesempatan dalam kesempitan. Sebab, beberapa jam lalu saka mengumumkan berita kehilangan Ralia di media sosial miliknya."Kamu pikir kami bercanda? Salah besar! Anakmu benar-benar dalam genggaman kami. Dengar suara anakmu kalau tidak percaya! Bocah cilik, kamu mau ngomong sama ibumu, kan? Nih ngomong! Cepetan!" Perempuan yang rambutnya d

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ditelpon Penculik Ralia.

    Ketika Istri Mati RasaTubuhku membeku di tempat berdiri. Rasanya, aku tidak sanggup lagi melangkahkan kaki setelah mendengar obrolan orang yang tidak aku kenal itu. Bagaimana kalau perkiraan ku tidak meleset? Bagaimana kalau yang mereka bicarakan adalah Ralia? Apa aku masih sanggup untuk hidup di dunia ini? Dalam diam air mataku terus membanjiri pipi. Deras dan menganak sungai. Ketakutanku terlalu besar terhadap kondisi Ralia. Bayangan buruk tentang anakku sudah membayang dalam benak ini."Tan, ada apa? Kenapa menangis?" Saka bingung melihat air mataku yang terus berderai. Dia pun ikut mematung di belakangku. Aku tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan anaknya Mbak Ratmi. Otakku memerintahkan untuk berbicara, tapi lidahku kelu untuk berucap. Kata-kataku tercekat di tenggorokan."Yuk, kita ke sana." Saka menuntunku ke arah rumah seseorang yang ada di pojokan rumah lelaki yang menelpon tadi. Tepatnya Saka membawaku ke warung yang sedang ditutup. Di depannya ada kursi panjang. Kujatu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status