Ryan yang tak menyadari keberadaan ku membalikkan tubuhnya bersiap akan memasuki kamar. Bola matanya membulat dan wajahnya terlihat pucat pasi, saat melihatku berdiri di belakangnya.
"A_Alexa...." Gumamnya dengan bibir bergetar dan wajah seakan tak berdarah. Pias!"Hay Mas! Tadi katanya lagi sibuk di kantor. Aku baru tahu kalau kantorku pindah ke kamar hotel." Ucapku yang menatap tajam ke kedua netranya memang berniat mengintimidasinya.Ryan melotot melihat tubuhku dari atas hingga ke bawah. Bahkan terlihat mengedipkan kedua netranya berkali-kali seakan memperjelas penglihatannya saat ini."Kenapa, Mas? Nggak usah kaget gitu lah," kilahku berniat menyadarkannya dengan bibir tertarik sebelah keatas."Alexa, bagaimana bisa kamu...."Aku tahu pria yang masih menjadi suamiku ini terkejut sekaligus terpana melihat penampilan dan bentuk tubuhku kali ini. Terbaca dari matanya yang membulat menelusuri tiap jengkal tubuh yang berbalut busana cesual nan modis.Tentu, suamiku terkejut. Pasti dia nggak menyangka dietku berhasil hanya dalam waktu beberapa Minggu saja. Walau belum turun seperti keinginanku, namun cukup menghilang kan lemak yang bertumpuk dibeberapa bagian. Bagaimana ia tahu aku sibuk olah raga dan mengatur pola makan selama ini, karena sudah dua bulan lamanya kami pisah kamar. la pergi pagi dan pulang di malam hari. Hanya sesekali terserobok di meja makan, namun aku yakin ia tidak memperhatikan bentuk tubuhku kala itu karena jika di rumah aku lebih memilih memakai baju daster saja.Belum sempat ia membuat alasan, suara Sintya yang mendayu-dayu terdengar dari dalam kamar."Mas, cepetan dong. Landasan sudah siap nih," panggil sahabatku sambil mengintip keluar kamar, menutupi tubuhnya dengan selimut.Sama dengan Ryan, kedua netra sahabatku ini membulat dengan mulut menganga melihat aku yang berdiri dengan senyum tertarik ke atas. Kalau saja saat ia mangap ada lalat lewat sudah pasti si lalat mengira itu terowongan dan masuk kedalamnya. Wajah keduanya terlihat pucat pasi seperti mayat.Aku makin tersulut untuk membuat keduanya semakin support jantung. Sungguh aku belum merasa puas melihat keterkejutan mereka. Aku masih ingin bermain-main dengan kedua cicunguk yang ada di hadapanku ini."Alexa...." gumam Sintya juga.Ryan maju selangkah ke arahku. Aku tersenyum kecil dengan mata menyipit. Sungguh, aku penasaran dengan apa yang dikatakannya setelah ini."I_ini semua salah paham. Jangan salah paham, aku bisa jelaskan semua. Kami di sini untuk sebuah pertemuan. Kami sedang ada rapat disini," tuturnya gelagapan.Dipikirnya aku bodoh atau buta kali ya! Jelas- jelas mereka mencoba berkilah. Masa' rapat di dalam kamar dan pakai buka baju segala, rapat apaan, rapat di atas ranjang. Itu mah rapat berdua, dasar manusia picik. Itulah kata-kata yang ada di kepalaku saat ini.Aku tersenyum dengan bibir sebelah tertarik keatas."Wah! Melihat dengan mata kepala sendiri rasanya sangat luar biasa," ujarku melihat ke arah suamiku dan selingkuhannya bergantian. Terus mencoba tersenyum meski sakit hati karena luka yang tak berdarah."Alexa, please dengarkan aku dulu," pinta Ryan dengan wajah memelas."Aku sudah punya semua bukti. Jadi jangan berkelit dan katakan semua dengan jelas! Dan kamu! Apa kamu nggak punya harga diri, ku angkat derajat kalian, tapi malah bermain di belakangku. Apa nggak ada laki-laki lain selain suamiku," ungkap ku pada keduanya dan seolah mengajukan pertanyaan ku pada Sintya yang masih diam terpaku dengan tubuh berbalut selimut di balik pintu.Dengan tidak tahu malunya, suamiku malah menutupi keadaan Sintya dengan menjadikan tubuhnya sebagai tameng perempuan b*nal itu.Aku mendesis."Kenapa berselingkuh seperti seorang bajingan seperti ini? Serendah inikah level wanitamu?" tanyaku lagi mengintimidasinya. Kini suamiku itu terlihat menarik napas panjang. Aku tahu ia sedang berpikir akan apa yang akan ia ucapkan padaku."Karena perasaanku sudah berubah, apalagi saat tubuhmu yang seperti karung beras dan tak lagi pernah berdandan. Walau sekarang kau sudah kembali cantik aku sudah merasa nyaman bersamanya," ungkapnya dengan tidak tahu malu.Sungguh kedua manusia tak tahu malu itu membuat aku muak."Jadi, itu alasannya kamu berselingkuh dengan orang yang levelnya seperti dia," tutur ku menatap tajam ke arah Sintya yang merupakan sahabatku."Alexa, aku ingin kalian..."PlakKu singkirkan tubuh suamiku yang diam mematung. Tak ku biarkan perempuan itu menyebut namaku."Jangan berani-berani memanggil namaku dengan mulut kotormu itu!." Aku mendengus kesal menatap tajam ke arah Sintya yang diam terpaku.Tangannya langsung mengelus pipinya yang memerah, sedangkan telapak tanganku ikut terasa panas setelah kulit wajahnya bersentuhan dengan telapak tanganku.Nada suaraku naik satu oktaf dengan tatapan mata yang menyala-nyala."Yang namanya sampah, selamanya akan tetap berbau sampah dan baunya tidak akan bisa di tutupi." Cerca ku lagi dengan mata melotot.Keributan kecil yang kami buat ternyata mengganggu tamu hotel yang kamarnya berdekatan dengan kamar sewa suamiku. Dimana aku berdiri di lorongnya. Tamu hotel menjadikan pertengkaran kami bagai tontonan gratis buat mereka.Aku menarik napas panjang menahan emosi diri."Satu jam lagi kita rapat, ku tunggu kalian di kantor!." Ucapku menatap tajam ke netra suamiku dan beralih ke netra Sintya.Meninggalkan mereka yang masih terlihat shock dan sepertinya agak susah bernapas.Sesaat mereka seakan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat beberapa menit lalu, saling beradu pandang dan seakan terhipnotis akan hadirnya aku dihadapan mereka.Aku tau, jantung para pengkhianat itu sedang tidak sehat saat ini. Tapi ya sudahlah, bukan urusanku juga kan!."Aku duluan, cepat pakai bajumu! Ku tunggu di bawah," titah Ryan pada Sintya yang ku dengar sepintas, di iringi derap langkah kakinya yang ku yakin akan mengejarku.Namun ia terlambat, karena pintu lift sudah tertutup lebih dulu sebelum ia sampai di pintu lift di mana aku sudah berada di dalamnya.Aku tersenyum smirk, membayangkan mereka yang nggak jadi eksekusi karena support jantung. Berbanding terbalik dengan jantungku yang berdetak lebih teratur karena berhasil menguasai emosi diri.***Di ruang rapat, Om Wijaya sudah mempersiapkan semua yang ku pinta. Dengan anggun aku melangkah masuk dan duduk di kursi utama. Kursi yang sempat ku percayakan pada suami pengkhianatku.Semua staf sudah berkumpul, hanya Ryan dan Sintya yang ku yakin sebentar lagi juga akan menyusul.Tanpa basa basi setelah acara di buka dan waktu untukku tiba membuka suara. Tidak banyak yang ingin ku sampaikan, aku mengumumkan hal yang nggak pernah disangka oleh Ryan suamiku.Sebuah keputusan yang seharusnya sejak lama aku ambil. Tapi baru terealisasi setelah ia ketahuan berkhianat dan menyalahgunakan kepercayaan ku selama ini.Di ruang kerja. "Aku bingung, Raz. Semakin kesini Ryan dan Sintya sepertinya semakin nekad saja. Kemaren, ia hampir mengajak paksa Kayla ikut dengannya. Untungnya, Baby Sister bisa lepas darinya dan segera membawa Keyla pulang." Aduku pada Razka yang sejak tadi Razka terlihat menarik napas. Semakin sering bersama Alexa semakin membuatnya semakin ingin memiliki wanita itu. 'Apa ini sudah waktunya?' batin Razka yang sangat ingin melindungi wanita dihadapannya ini. "Razka, kau mendengarku kan?" tanyaku dengan kening mengkerut. "Alexa, ada yang ingin aku bicarakan denganmu, ini serius," ucap lelaki itu dengan mimik berbeda. Baru kali ini aku seakan melihat sisi lain dari Razka. Lelaki itu kini membuka kacamata yang menjadi ciri khasnya selama ini. rambut klimis ia gusar dengan jarinya, aku seakan melihat sosok berbeda dihadapanku kini. "Kau..." Aku terpana dengan pemandangan dihadapanku. Aku seakan tak mengenal pria yang masih duduk di balik meja kerjaku ini. Suara ketuka
Aku dan Razka hanya bisa saling pandang. Pikiran dan pertanyaan seakan memenuhi otak dan pikiranku. "Benar dugaanku, mereka pasti punya rencana lain diluar sana. Kau harus waspada, Alexa," ucap Razka menatap kedua netraku tanpa berkedip. Entah kenapa, ada rasa yang tak ku mengerti saat ini. Ada desiran lain yang muncul saat kedua netra kami beradu pandang. Aku dan Razka memutuskan kembali pulang. Razka mengantarkanku sampai ke pintu rumah. Ia pergi setelah memastikan aku masuk ke dalam hunian. Menuju ke kamar anak semata wayang ku, adalah hal utama yang kulakukan bila selesai berkutat diluar rumah. Melihatnya tertidur pulas, membuat rasa lelah dan letih ku hilang seketika. "Bagaimana keadaan Keyla Harini, Sus?" tanyaku pada Baby sister anakku yang terbangun ketika ku membuka pintu kamar Keyla. "Hari ini agak rewel bu. Apalagi tadi saat saya bawa ke taman, nggak sengaja bertemu
Ponselku berdering saat aku fokus melihat ke layar laptop yang memutar rekaman.'Alexa?' gumamku melihat ke layar ponsel, yang menampilkan namanya.Suara wanita itu terdengar memburu dan tercekat, membuat aku semakin penasaran ada apa dengannya disana."Alexa, kau kenapa?""Razka, kau tahu siapa yang barusan aku lihat?" Aku mengerutkan kening dengan rasa penasaran yang membuncah."Kau aneh! Mana mungkin aku tahu, sementara aku disini dan kau disana," jawabku menggaruk pelipis yang sebenarnya tidak gatal."Ryan...," "Ryan..., suamimu. Kau tidak bermimpi kan Alexa. Kau tahukan dia sedang dalam penjara. Kau tidak mengigaukan? Atau kau rindu padanya?" jawabku mencoba membuat lelucon yang tak lucu sama sekali."Razka! Aku serius. Rindu? Rasa ini sudah mati untuknya. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, dia didalam mobil bersama gundiknya itu. Kau pikir aku akan bercanda dalam hal seperti ini?" cercanya dengan nada emosi.Aku yang sedang duduk, kini bangkit dengan kening berkerut."K
POV RazkaAku menghempaskan tubuh disofa ruang tamu. Tubuhku terasa lelah dan pikiranku sangat kacau."Bagaimana bisa aku kecolongan untuk yang kedua kali. Mana keduanya proyek besar. Seperti aku sudah harus mulai bertindak.akin dibiarkan para tikus-tikus itu makin merajalela ingin menghancurkan perusahaan Alexa," lirih Razka dengan tangan kanan mengepal.Pak Wijaya yang mengetahui anaknya pulang, yang ia lihat dari CCTV ponselnya. Menyusul Razka keruang tamu."Kamu sudah pulang? Ada apa? Kenapa akhir-akhir ini Papa lihat kamu pulang larut dan begitu kacau," tegur Wijaya yang keluar dari ruang kerjanya.Aku yang baru bersandar dipunggung sofa menoleh."Eh, Papa. Iya, aku baru pulang. Akhir-akhir ini perusahaan ada masalah. Aku kecolongan, membiarkan tikus-tikus itu leluasa bergerak di sekitar Alexa, Pa. Bahkan, kami harus kehilangan dua proyek besar," ungkapku menggusar kepala yang terasa pusing.Wijaya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. Menepuk bahu sang anak, seolah mengat
POV Author Ryan bisa bernapas lega, saat Sintya datang bersama Santoso. Lelaki tua yang dikabarkan Sintya yang akan menjadi penanggung jawab dan penjamin kebebasannya dari jeruji besi. Ryan yakin, pasti ada persyaratan yang diajukan Santoso pada Sintya. Tapi untuk saat ini, baginya kebebasan dirinya adalah yang paling utama. Beberapa lama di dalam jeruji besi, sungguh membuatnya tersiksa. Belum lagi adanya tahanan yang sok merasa berkuasa karena paling lama menghuni sel tahanan tersebut. Tapi yang pasti, Santoso ada hubungan dekat dengan salah satu orang terpandang yang bisa membuat dirinya terbebas. Walau hanya tahanan kota, setidaknya, ia bisa menghirup udara segar dan terlepas dari hotel prodeo. "Terima kasih, atas bantuan anda Pak Santoso," ucap Ryan mengulurkan tangan. Tapi sayang, lelaki itu tak bergeming. Hanya tersenyum dengan bibir tertarik sebelah, membuat Ryan harus menahan malu dan amarah. "Kau tahukan, tak ada yang gratis di dunia ini!" Sarkas lelaki berperut bunci
Razka dan Aku kembali ke kantor dengan wajah ketat. Keduanya berperang dengan pikiran masing-masing. Hingga pintu lift terbuka dan langkah kaki terdengar di koridor, melewati kubikel-kubikel, dimana para karyawan sibuk dengan pekerjaan masing-masing.Aku yang biasanya menyapa beberapa dari mereka, kini milih menatap ke depan tanpa menoleh. Jujur, pikiran kalut dan ruwet saat ini. Ayunan kaki kupercepat, agar segera sampai di ruanganku. Razka asistenku pun tak pernah jauh, ia selalu setia mengiringi langkahku di belakang.Pintu kaca kudorong, segera menuju sofa dan menghempaskan tubuhku di sofa kulit berlapis bisa empuk itu. Melepas penat dan letih, yang tak cuma mendera tubuh namun juga pikiran.Tak ada ukiran senyum diwajah ku dan lelaki itu, kami yang baru pulang dari tempat pertemuan, dimana proyek kerjasama diajukan dan pengumuman perusahaan mana saja yang mendapatkan proyek untuk kerjasama dengan perusahaan mereka.Untuk yang kedua kalinya mengalami kegagalan mendapat proyek be