Share

Part9

Author: Oscar
last update Last Updated: 2022-07-05 19:55:48

"Eh, Maaf Dek. Mas masuk nggak ketuk pintu dulu. Mas tunggu di luar aja, ya." Mas Raka langsung melangkah keluar dengan cepat-cepat, dan kembali menutup pintu.

Aku memegangi jantungku yang tiba-tiba berdegup dengan kencang. Kenapa Mas Raka malah meminta maaf. Bukankah dia juga punya hak untuk melihatku. Lagi pula, tak seharusnya juga aku bersembunyi dan menutup erat tubuh ini.

Usai berpakaian, aku segera keluar untuk menemui Mas Raka. Kulihat dia duduk sambil memainkan telepon genggamnya di ruang tamu.

"Eh, Dek. Kamu jadi ikut?" Mas Raka terdengar gugup dan salah tingkah. Dia pasti masih memikirkan hal tadi.

"Iya, Mas. Kasihan kalau Mama yang nungguin. Nanti Mama sama Mas Deni disuruh pulang aja. Delima udah biasa kok jagain pasien di rumah sakit. Dulu waktu Bue operasi, Delima juga, kok yang jagain."

"Iya. Mas tau. Sekali lagi, terima kasih ya, Dek. Mas jadi merasa tidak enak sama kamu."

"Nggak enak kenapa, Mas?" Apa dia masih ingin membahas soal di kamar tadi? Atau tentang niatnya menceraikan aku?

"Anu, itu. Sebenarnya...."

Tiba-tiba ponsel Mas Raka berdering. Dengan cepat dia menjawab panggilan itu.

"Iya, Ma. Lho, kok gitu? Tapi, Ma....Ya sudah. Tapi kalau ada apa-apa, langsung hubungi Raka, ya." Dia terlihat kecewa, sembari mengusap wajahnya.

"Ada apa, Mas?" Aku memberanikan diri bertanya.

"Mama nyuruh kita besok pagi aja datengnya."

"Lho, kenapa? Nanti Mbak Silvi marah lho, Mas," jawabku dengan berani. 

Aku tahu, Mas Raka bisa dimarahi habis-habisan nanti, kalau tahu aku dan Mas Raka bermalam berdua saja di rumah ini.

"Silvi pasti juga nggak bisa berbuat apa-apa, Dek. Mana berani dia membantah perintah Mama."

Benarkah? Pantas saja dia tak berani menyinggung soal kalung yang diberikan oleh Mama padaku. Malah menumpahkan kekesalannya pada Mas Raka.

"Tapi kan kasihan Mama, Mas. Kasihan nanti kalau tengah malam, Mbak Silvi butuh apa-apa."

"Ada Mbak Dian yang baru datang sama suaminya. Sekalian bawain pakaian ganti buat Silvi. Makanya di sana udah rame banget."

Oh, begitu rupanya. Ternyata Mama memang sangat baik. Jarak dari rumah kami ke rumah sakit memang lebih jauh dari jarak ke rumah Mama. Untuk itu dia pasti meminta pada kakak tertua Mas Raka agar lebih cepat membawakan pakaian ganti untuk Mbak Silvi.

"Jadi, Mas tetap nggak jadi pergi?"

"Nurut aja lah, Dek. Dari pada ngebantah orang tua. Lagian kata Mama, dia juga takut kalau kamu kecapean bolak-balik ke sana."

Aku hanya mengangguk saja. Tidak tahu mau bilang apa lagi. Mama Mas Raka terlalu baik padaku.

"Oh, iya, Dek."

"Ada apa, Mas?"

"Anu."

"Anu, kenapa, Mas?"

"Soal yang tadi. Mas minta maaf, ya. Udah lancang masuk ke kamar kamu tanpa permisi."

"Enggak kok, Mas. Mas nggak salah. Ini kan rumah Mas. Kamar itu juga kamar kita. Mas nggak perlu permisi kalau mau masuk. Lagi pula, Delima kan juga istri Mas. Seharusnya Delima yang minta maaf karena sudah menutup tubuh Delima begitu saja. Tubuh yang seharusnya juga boleh Mas lihat." Entah kenapa kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku.

Apa itu berarti aku mulai mengharapkan Mas Raka sebagai seorang suami? Berharap Mas Raka juga menganggapku sama seperti Mbak Silvi?

Tanpa sadar aku dan Mas Raka kini saling menatap. Hanya saja tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Lalu tiba-tiba saja aku tersadar saat mengingat ucapan mereka saat di rumah Mama. Aku langsung membuang jauh pikiran tadi.

"Eh, maaf, Mas. Kalau kata-kata Delima membuat Mas merasa tidak nyaman. Kalau Mas tidak ada keperluan lagi, Delima pamit tidur duluan, ya. Biar besok bisa bangun lebih cepat."

"Oh, iya. Iya. Silahkan. Mas juga mau langsung ke kamar kok."

Aku meninggalkan dia dan bergegas menuju ke kamarku. Dengan jantung yang kian berdebar, aku meringkuk memeluk guling. Kenapa aku berpikir sejahat itu. Berharap Mas Raka memperlakukan aku sebagai istri, sementara istrinya yang lain sedang sakit dan butuh perhatian.

Tapi setidaknya, aku merasa cukup bahagia. Setidaknya Mas Raka tak lagi kaku saat berbicara denganku. Hubungan kami kini sedikit lebih dekat dari biasanya.

*

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri tua dan istri muda itu memang beda. istri muda biarpun dari kampung tetap punya naluri wanita jslang
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part86

    "Ba_bagaimana, Say... eh,... Delima?" Mas Deni tampak takut-takut menanyakan itu padaku. Aku kembali terdiam. Masih syok dengan semua ini. Semuanya serba mendadak dan tiba-tiba. Membuatku bingung harus bertanya mulai dari mana.Lalu Mas Raka meminta sesuatu pada Mbak Silvi. Dengan senyum kebahagiaan Mbak Silvi merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Dikeluarkan sebuah amplop ke tangan Mas Raka."Ini, Dek." Mas Raka menyodorkan kertas itu ke atas meja. Dengan ragu aku mengambil dan melihat apa isinya."I_ini?" Air mataku tumpah seketika."Iya, Dek. Itu surat cerai yang kamu inginkan. Kamu sudah bebas sekarang."Rasa di hatiku kini bercampur aduk tak menentu. Ada perasaan sedih, bahagia, juga lega."Jadi, gimana, Dek? Mas sendiri yang melamar kamu untuk Deni. Kamu mau, kan?"Aku menatap mereka semua secara bergantian. Lalu mengangguk."Iya, Mas. Delima mau.""Alhamdulilah...." Semua orang di ruangan ini mengucap syukur.*****Akhirnya hari bahagia yang dinantikan semua orang terjadi juga. M

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part85

    Mataku menghangat melihat orang-orang itu kini berdiri di hadapanku. Aku merasa ini seperti sebuah mimpi. Aku berdiri terpaku dengan air mata yang mulai mengalir.Lalu tiba-tiba saja tubuhku direngkuh dan masuk dalam pelukan hangatnya."Mama?" Aku menangis sesenggukan."Iya, sayang. Ini Mama," ucap wanita yang sudah setengah tahun ini tak pernah lagi kutemui. "Kamu sehat-sehat aja kan, Delima?"Aku makin sesenggukan melihat sikap pedulinya. Lalu aku juga merasakan tangan seseorang ikut menyentuh dan mengusap bahuku. Benarkah apa yang sedang kulihat saat ini?Aku melepaskan pelukan Mama. Lalu menatap satu persatu wajah mereka yang ikut berkunjung ke rumahku."Mbak Silvi?""Iya, Delima. Mbak datang." Wanita yang pernah menamparku saat terakhir kali bertemu ini, tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.Lalu kulihat Mas Raka dan Mas Deni tampak berdiri sejajar. Sepertinya semua orang sudah baik-baik saja. Dan mereka semua terlihat akur.Pasti sudah banyak hal yang terjadi selama aku tak a

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part84

    Biarlah hanya kami berdua yang tahu tentang semua ini. Seperti yang dia katakan, itu untuk yang terakhir kalinya. Kuberikan sebagai upah, atas apa yang dia berikan selama ini. Dengan begitu, nantinya dia hanya akan mengingatku sebagai wanita bayaran saja. Yang bisa dia cumbu tanpa hati, dan juga rasa cinta.Aku harus benar-benar terlihat murahan di matanya.*"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa tiba-tiba ninggalin Mas seperti ini?" Mas Deni begitu syok saat aku tiba-tiba datang ke rumahnya untuk berpamitan."Maafin Delima, Mas. Delima bukanlah wanita yang baik untuk Mas Deni." Lagi-lagi aku membatukan hati agar tak lagi goyah.Berbicara dengan Mama pun rasanya hati ini sudah akan luluh melihat kekecewaan di wajahnya. Apa lagi saat berbicara dengan Mas Deni. Aku harus benar-benar bisa mengendalikan diriku. Rasa sakit yang aku rasakan tak boleh terlalu nampak. Aku lebih memilih Mas Deni kecewa dan membenciku saja, dari pada harus menangis dan mengiba, memohon agar aku tetap tinggal."Sampai h

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part83

    Tanpa terasa enam bulan sudah aku kembali ke kampung. Kembali tinggal dengan Bue dan juga Sidik. Tak peduli lagi pada gunjingan tetangga dan warga sekitar atas statusku sekarang ini.Awal kepulanganku dulu, bisik-bisik mereka selalu terdengar. Katanya memang seperti itulah resiko menjadi wanita kedua. Hanya sebagai cadangan untuk bersenang-senang. Giliran bosan, pasti kembali ke pelukan istri pertama.Aku hanya diam, tak ambil pusing dengan pendapat mereka. Tak ada gunanya juga menceritakan hal yang sebenarnya. Asal Bue mengerti dan tidak terlalu memikirkannya hingga sakit, kurasa itu bukan masalah.Anggap saja memang ini adalah hukuman atas keserakahanku waktu itu. Lepas dari seorang pria beristri, malah berkhayal mendapatkan bujangan kaya raya.Tapi semua itu sudah berlalu. Tak ada lagi bisik-bisik seperti itu kudengar. Semuanya seakan lupa, dan aku bisa menjalani kehidupan dengan normal kembali.Kini aku tak perlu lagi bersusah payah bekerja dari pintu ke pintu untuk bekerja di rum

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part82

    "Kita rujuk ya, Dek?" Napasnya makin memburu di telingaku. Aku kembali menggeleng dalam tangisan."Kasi kesempatan Mas satu kali lagi untuk membahagiakan kamu, Sayang." Aku semakin menggeleng."Dek?""Kalau Mas benar-benar mencintai Delima dan ingin melihat Delima bahagia, tolong bebaskan Delima. Kalau Mas ingin balas dendam dan tidak ingin melihat Delima bahagia dengan Mas Deni, Delima akan turuti. Delima akan putuskan hubungan dengan Mas Deni dan akan kembali ke kampung. Apa itu cukup membuat Mas Raka puas?""Enggak, Dek. Bukan seperti itu maksud Mas. Mas ingin kamu bahagia sama Mas, Sayang. Kenapa kamu nggak percaya sama perasaan Mas?" Dia tampak gelisah sembari menyentuh pipiku dengan kedua tangannya. Aku hanya bisa memejamkan mata dengan pasrah. Melawan pun percuma. Hanya akan membuat keributan malam-malam begini."Delima hanya ingin hubungan Mas Raka dan Mas Deni kembali baik, Mas. Jangan lagi bermusuhan seperti ini hanya gara-gara Delima. Delima bukan wanita yang pantas untuk

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part81

    Aku segera menarik tanganku kembali. Namun Mas Raka tak mengizinkan dan malah menahannya. Dia terlihat begitu marah. Padahal saat di bawah tadi, dia terlihat biasa-biasa saja dan tak memperdulikan.Atau, jangan-jangan Mama bercerita tentang aktivitas aku dan Mas Deni tadi. Bukan salah Mama juga. Salahku yang tak berani bilang untuk merahasiakannya dari Mas Raka."Tega banget kamu, Dek. Mas udah bilang, jangan pergi sama Deni. Kenapa kamu masih nekat juga? Malah gantiin cincin Mas dengan cincin dari dia. Kamu pikir Mas main-main dengan ancaman Mas waktu itu?""Kenapa Mas melakukan itu? Kenapa Mas nggak ngijinin Delima sama Mas Deni? Jujur aja, Mas." Aku mulai berani."Kamu masih nanya? Kamu tau sendiri kenapa Mas melakukan itu, Dek.""Kenapa?" Aku meyakinkan."Tentu saja karena Mas mencintai kamu.""Bohong!" sanggahku dengan penuh amarah. "Mas Raka bohong. Mas Raka sama sekali nggak pernah mencintai Delima.""Itu nggak benar, Dek. Mas sayang sama kamu.""Delima nggak percaya. Mas Raka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status