Dia enggak mau percaya, padahal kan memang orang kaya, dong. 🤭
Aku tidak menguping percakapan mereka sampai selesai, karena menurutku orang itu tidak bekerja dengan benar. Tentu saja aku yang paling tahu baju apa saja yang Rania punya, tapi dia malah mengatakan kalau pakaian dan tas Rania ada yang dari luar negeri.Meksipun ada, menurutku tidak mungkin asli. Paling barang palsu yang biasa dipasarkan di media sosial.Ya, benar. Bisa saja seperti itu.Daripada berpikir yang tidak-tidak, aku memilih untuk pulang ke rumah. Siapa tahu Rania meninggalkan petunjuk di rumah.Sampai malam hari, Mas Surya masih belum pulang. Mungkin dia masih berbicara dengan laki-laki yang berbohong itu.Tentu saja karena aku sangat yakin kalau Rania bukan dari kalangan atas."Ma, apa mungkin kalau Rania berasal dari keluarga kaya?" tanyaku pada Mama yang sedang membaca majalah perhiasan."Mana mungkin, orang pas Mama beli kecantikan saja dia tidak bisa bayar," jawab Mama dengan gelagat sombong."Aku juga tidak percaya, kalau lihat langsung baru," sahut Ica."Nah, iya. Or
"Dari ruangan Pak Dirga tadi?" tanya Bara ketika aku hendak melangkah keluar dari gedung kantor menuju parkiran."Iya," jawabku gusar."Entah kenapa sikapnya sangat berbeda. Padahal aku sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun," jelasku lirih."Mungkin kamu ada sesuatu yang dilakukan tanpa persetujuannya?" ucapnya tidak masuk akal.Jelas-jelas baru saja aku mengatakan kalau aku tidak melakukan kesalahan apapun."Maaf-maaf, kupikir ada yang kamu lewatkan, Riko," ralatnya setelah melihat wajah kesalku."Tidak ada.""Kalau begitu aku malah ikut bingung,” ucapnya sambil menggaruk kepala yang tidak gatal."Tolong bantu aku untuk melakukan sesuatu, Bar," pintaku sebelum naik ke mobil."Apa?""Tolong bantu aku menemukan Rania, ini fotonya," ucapku sambil menyerahkan selembar foto Rania yang sedang memakai gamis hitam dengan kerudung yang panjang.Hanya foto ini yang aku punya sekarang, karena yang lain sudah dihilangkan Rania."Baik, aku akan berusaha membantumu untuk menunaikannya," uca
"Kok kamu tadi seperti takut gitu sama Pak Dirga?" tanyaku pada Sukma heran.Tapi ia malah diam."Bukankah papamu adalah orang penting di perusahaan RR itu?" tanyaku lagi.Kini Sukma hanya menghela napas berat. Seperti sedang mempunyai beban yang sangat besar."Papaku memang orang penting di sana, Mas. Tapi tetap saja lebih penting Pak Dirga. Karena dia adalah direktur yang baru saja diangkat oleh pimpinan yang tidak lain adalah papanya sendiri.Aku tercengang ketika mendengarnya."Berarti dia kaya, dong?" tanyaku kaget.Kupikir selama ini hanya perusahaanku yang ia punya. Ternyata perusahaan besar di kota juga milik papanya. Hebat."Bukan kaya lagi, Mas. Tapi sangat, sangat, dan sangat kaya. Kita bukanlah tandingan Pak Dirga. Bahkan kalau bisa, jangan sampai kita menyindirnya," jelas Sukma.Benar apa yang dikatakannya, kita bagai semut jika dibandingkan dengan keluarga Pak Dirga. Apalagi setelah tahu kalau ternyata kekuasaan yang dipegang keluarga Sukma lu masih di bawah kendalinya.
Aku semakin terpesona ketika sosok Rania mulai mendekat dengan anggun. Dengan cepat, aku merapikan pakaian yang kukenakan.Takut, kalau dia akan melihat penampilanku yang berantakan.'Rania, akhirnya kita bertemu kembali.' batinku bersorak bahagia.Sosok itu berhenti sejenak, matanya mengitari ruangan ini, dan berhenti tepat di diriku.Tatapan teduh tapi menyimpan banyak rahasia itu perlahan kembali melangkah.Padahal masih lumayan jauh, tapi dadaku sudah berdetak sangat cepat. Apa ini yang namanya cinta bersemi kembali?Tapi untuk apa dia di sini?Mataku tidak bisa lepas dari tatapannya. Apalagi cara berjalannya sangat anggun, ditambah dengan riasan wajah yang sangat pas menambah pesonanya berkali-kali lipat.Apa dia mau melamar pekerjaan, ya? Atau aku tawari saja dia untuk menjadi sekretarisku?Ah ... rasanya hatiku melayang-layang hingga ke angkasa. Tidak ... tapi lebih jauh lagi. Bahagianya.Rania tersenyum manis ke arahku. Sekarang kita hanya berjarak beberapa langkah saja.Dia b
Astagfirullah, Mama. Aku benar-benar tidak menyangka kalau posisi bisa membuatnya sampai seperti ini."Ma, Rania gak mau ketemu Mama," ucapku berat, tapi aku tetap harus menyampaikan ini. Sungguh teganya dia mempermalukan Mama begini."Kamu jangan mengada-ada, Riko! Dia sendiri yang sudah berjanji akan menemui Mama setelah setelah pekerjaan ini selesai," ucapnya dengan tatapan mata tajam. Jelas Mama tidak tahu kalau Rania sudah pulang, dari tadi di sini terus. Hanya mencuci piring.Padahal karyawan di sini sangat banyak, tidak kebayang Mama mencuci banyak alat makan."Aku benar, Ma. Di luar sudah tidak ada siapa-siapa, kecuali petugas kemanan," jelasku pelan dan hati-hati.Mama terdiam sebentar, "Mungkin Rania kau menemui Mama besok," ucapnya lagi yang ternyata masih belum menyerah.Aku hanya bisa mengusap wajah frustasi. "Ayo kita pulang, Ma," ajakku lagi. "Terus cucian ini bagaimana?" tanyanya bingung."Tinggal saja, Ma. Besok akan ada orang yang mengerjakannya.""Enggak. Kalau dik
"Hari ini aku bahkan ragu untuk pergi ke kantor, apalagi menyampaikan salam dari Mama kepada Rania. Enggak mungkin banget. Kecuali kalau aku punya kesempatan berduaan. Baru."Kenapa kamu Riko, mau bolos?" tanya Mama sinis. Daripada mendengar perkataannya yang tidak-tidak, aku lebih baik ke kantor. Meskipun nanti harus menanggung malu. Mau bagaimana lagi."Seriusan Rania direktur baru kita itu mantan istrimu?" todong Randy ketika aku baru saja turun dari mobil."Gak ada urusan." jawabku ketus. Padahal ingin aku mengakui dengan bangga kalau Rania adalah istriku. Karena kita belum bercerai secara resmi atau sah.Tapi enggak bisa. Semuanya terasa seperti tali yang mengikatku kuat."Cie ... baper. Cuman masalahnya benar gak tuh?" tanyanya membuat napasku naik turun."Maksudmu apa?" tanyaku sewot."Eh, malah baper beneran. Maksudnya kamu jangan ngaku-ngaku," ucapnya bangga, lalu tertawa terbahak-bahak."Cukup! Tidak ada yang lucu Randy." Tegas Bara. Randy yang merasa terusik pun langsung pe
Astagfirullah, Mama. Aku benar-benar tidak menyangka kalau posisi bisa membuatnya sampai seperti ini."Ma, Rania gak mau ketemu Mama," ucapku berat, tapi aku tetap harus menyampaikan ini. Sungguh teganya dia mempermalukan Mama begini."Kamu jangan mengada-ada, Riko! Dia sendiri yang sudah berjanji akan menemui Mama setelah setelah pekerjaan ini selesai," ucapnya dengan tatapan mata tajam. Jelas Mama tidak tahu kalau Rania sudah pulang, dari tadi di sini terus. Hanya mencuci piring.Padahal karyawan di sini sangat banyak, tidak kebayang Mama mencuci banyak alat makan."Aku benar, Ma. Di luar sudah tidak ada siapa-siapa, kecuali petugas kemanan," jelasku pelan dan hati-hati.Mama terdiam sebentar, "Mungkin Rania kau menemui Mama besok," ucapnya lagi yang ternyata masih belum menyerah.Aku hanya bisa mengusap wajah frustasi. "Ayo kita pulang, Ma," ajakku lagi. "Terus cucian ini bagaimana?" tanyanya bingung."Tinggal saja, Ma. Besok akan ada orang yang mengerjakannya.""Enggak. Kalau dik
PoV RaniaKetika rencana yang kusangka berjalan sukses setelah kabur, ternyata tidak. Mama dan Papa sudah tahu tentang tindakanku ini. Mereka pun memberikan ceramah terbaiknya untukku."Kali ini mereka benar-benar kelewatan, Ma," ucapku tegas."Bahkan Mas Surya pun ikut campur," lanjutku lirih.Tatapan mereka yang semula tajam, kini berubah menjadi teduh. Masa laluku dengan Mas Surya memang tidak sesederhana yang mereka lihat.Jika sudah menyangkut dia, otomatis Mama dan Papa akan setuju dengan keputusanku untuk bercerai. Tapa diminta, Papa langsung meminta pengacaranya untuk menangani kasusku. Tentu saja karena aku tidak ingin bertemu dengannya lagi.Kecuali di kantor, jadi aku bisa menunjukkan kedudukanku padanya."Besok kamu sudah bisa menggantikan Mas Dirga di perusahaan," ucap Papa memberitahukan. Reflek, aku memeluknya dan Mama bergantian."Katanya Sukma malah jatuh cinta sama suami kamu," sahut Mas Dirga ragu. Mungkin dia nyangka kalau aku masih punya perasaan padanya. Padahal