Share

Bab 5

Author: Tinta cinta
last update Last Updated: 2023-01-14 02:44:09

Sampailah aku di rumah,

"Mas, apa nggak sebaiknya aku di rumahmu aja?" Ucapku sembari menatap Mas Ramdan.

"Nggak Ris, aku nggak mau bikin Zahra risih, sejak ucapan mertuaku waktu itu, Zahra selalu mewanti-wanti aku agar tak tergelincir denganmu. Kalau aku membawamu sekarang pikiran Zahra akan kacau," ucap Mas Ramdan menjalankan.

"Tapi kalau Zahra tau kamu tidur di sini, dia akan menuduh yang tidak-tidak," ucapku.

"Jangan ceritakan tentang malam ini padanya, lagi pula ... Aku sudah izin lembur, " ucap Mas Ramdan kemudian turun lebih dulu.

•••

Mas Ramdan merebahkan diri di sofa, dan menyuruhku agar segera masuk kamar.

"Jangan lupa kunci kamarnya ya Ris, takutnya ada syetan yang tiba-tiba berkelebat," ucap Mas Ramdan sembari memejamkan mata.

"Aku buatin minuman dulu ya mas,'" tawarku pada mas Ramdan.

"Nggak usah," ucap mas Ramdan dengan tangan yang menindih matanya.

Sekalipun mas Ramdan menolak, aku tetap membuatkan minuman untuknya. Karena inilah inti dari rencanaku.

Setelah teh hangat siap disajikan, kurogoh obat perangsang yang sudah kusiapkan dalam saku baju.

"Mas jangan tidur dulu!" ucapku sembari menaruh teh yang tak lagi murni.

Mas Ramdan pun membuka matanya.

"Loh, kan aku udah bilang nggak usah Ris," ucap Mas Ramdan.

"Minum aja mas, masa iya tamu nggak dikasih minum," ucapku membujuk masa Ramdan.

Teguk demi teguk pun mulai terminum oleh mas Ramdan. Setelah teh sudah habis tak tersisa aku pun mencari topik perangsang untuk mengoptimalkan reaksi dari minuman yang ku beri.

"Emmm, malem-malem gini dingin ya mas," ucapku sembari menggosok tangan ke lengan yang tak berlapis.

Mas Ramdan menengok ke arahku.

"Butuh kehangatan," ucapku lagi, sembari melempar senyum nakal.

"Ha??" mas Ramdan menatapku dengan jakun yang naik turun.

Aku pun beranjak mengambil gelasnya yang kosong dengan membungkuk, membuat Mas Ramdan membelalak melihat bagian dadaku yang menampakkan sesuatu.

"Ris?" Panggil Mas Ramdan Dengan peluh yang sudah membanjiri pelipisnya.

"Yess obatnya bereaksi," seruku dalam hati.

Tanpa ragu akan ditolak, aku pun segera berpangku pada Mas Ramdan, melakukan gerakan yang meruntuhkan pertahanan Mas Ramdan.

Detik selanjutnya mas Ramdan masuk dalam perangkap yang kurencanakan.

•••

Kupandangi wajah mas Ramdan yang masih merajut mimpi, sedang tangannya bertengger manis di perut polosku. Ingatanku pun kembali pada tadi malam saat ia mereguk madu dalam tubuhku.

Tak ada penyesalan, karena setiap sebab ada akibat. Masih kuingat jelas cara ibu Zahra menatapku kala itu, seolah aku wanita rendah yang dinilai nista.

Biar saja dia menuai apa yang dia ucapkan.

Perihal Zahra, kurasa dia cukup bahagia selama ini. Memiliki Mas Ramdan selama lima tahun dan bergelimang kekayaan. Apa salahnya jika dia berbagi suka denganku, toh aku adalah sahabatnya.

Lagi pula Zahra buka wanita sempurna, hingga detik ini ia tak bisa memberi putra untuk Mas Ramdan.

"Mas! Mas bangun! Apa yang sudah kita lakukan! " Teriakku histeris.

Mas Ramdan mengerjap, dia mencoba mengembalikan kesadarannya .

"Astaghfirullah..!" Serunya.

"Cihh kalau sudah terjadi astaghfirullah, dari tadi malem ke mana aja!" Dengusku dalam hati.

"Mas, kita telah melakukan kesalahan! Hiks hiks!" Ucapku seolah frustasi.

Ku pegang erat selimut yang membungkus tubuhku, sedang air mata tak kubiarkan berhenti agar mas Ramdan bersimpati.

"Bagaimana dengan nasibku mas!" Racauku.

Mas Ramdan menjambak rambutnya frustasi. Tanpa dia jelaskan, aku tahu dia menyesal.

"Riska!! Mengapa jadi begini?? Mengapa biasa aku hilang kendali!" Teriak Mas Ramdan.

"Mana aku tahu mas? Kau memaksaku dan aku yang lemah tentu saja tak bisa menolakmu," ucapku berkelit.

"Tapi semalam kau dulu yang berpangku padaku," ucap Mas Ramdan.

Aku mendengus, bisa bisanya dia ingat apa yang kulakukan, padahal kata penjual obat itu, Ramdan hanya akan ingat tentang kejadian inti.

"Apa katamu?? Kamu yang narik aku mas! Kamu pikir aku jalang yang menggodamu!" Ucapku mencoba mengacau ingatannya.

"Tapi..."

"Kamu jahat mas! Aku meminta tolong untuk selamat dari penjahat, tapi malah kami yang merenggut menjahatiku! Kalau saja kita nginep di rumahmu pasti nggak bakal kejadian kayak gini!!" teriakku dengan isakan yang mengiringi .

Mas Ramdan pun terdiam dia menatapku dengan bingung.

''Di sini tuh yang dirugikan aku! Yang hilang keperawanan itu aku! Karana kamu, aku nggak punya masa depan Mas!! hik hiks!" Aku menangis sejadi jadinya.

"Ris.. udah jangan nangis, " ucap mas Ramdan seraya mengelus lenganku yang masih tak berbaju.

Ku tepis tangannya agar ia tak curiga.

"Sekarang aku baru tahu Mas, kalau semua laki laki itu brengsek! Bahkan kamu yang kunilai orang baik ternyata tega padaku!" 

Mas Ramdan menarikku ke pelukannya.

"Jangan nangis, maafkan aku, bahkan aku sendiri juga tak mau seperti ini," ucapnya.

"Aku sudah berhianat pada Zahra," Sambung Mas Ramdan.

Tes.

Kurasakan air mata Mas Ramdan yang jatuh di puncak kepalaku. Ternyata rasa cintanya pada Zahra begitu besar.

"Lalu bagaimana dengan masa depanku mas?" Ucapku menunutut perbuatanya.

"Aku akan menikahimu."

Degg

"Tapi kumohon rahasiakan dari Zahra. Sungguh, aku mencintainya, aku tak ingin menyakiti dirinya," Ucapnya.

Kudorong tubuhnya dariku.

Mas Ramdan Sangat Mengesalkan. Bagaimana bisa dia mengatakan cintanya pada Zahra saat akan menikahiku.

"Kau mencintainya tapi menodaiku!" seruku sediki tak terima.

Mas Ramdan tak menyahut, dia memijat pelipis dengan menghembuskan nafas panjang berkali-kali.

Aku pun turun dari ranjang, berniat membersihkan diri lebih dulu. Meninggalkan Mas Ramdan yang masih meratapi apa yang sudah terjadi.

Setelah selesai mandi, aku keluar dengan jubah handuk yang melilit tubuh indahku.

"Mandilah dulu Mas, aku akan membuat sarapan untukmu," ucapku sembari mengambil baju ganti dalam lemari.

Mas Ramdan tak membantah dia beranjak dari ranjang dan berjalan ke arah kamar mandi.

•••

"Jadi kapan kau akan menikahiku Mas?" tanyaku sembari menyendok nasi ke dalam mulut.

"Berjanjilah dulu untuk menutupinya dari Zahra," sahut Mas Ramdan.

Aku mengangguk setuju.

"InsyaAllah nanti sore," ucap Mas Ramdan kemudian.

Aku bersorak dalam hati. Masa lajangku akan berganti. Sebentar lagi aku akan menjadi seorang istri.

Dan Zahra, dia akan menjadi maduku nanti. Liat saja siapa yang lebih baik untuk Mas Ramdan ... dia atau aku.

"Kamu mau minta mahar apa?" tanya Mas Ramdan sembari meneguk air putih.

"Emmm... apa aja deh Mas," sahutku.

Ingin rasanya aku meminta uang yang banyak, tapi aku takut jika Mas Ramdan akan berubah pikiran.

"Kamu tiap harinya sholat nggak?" tanya Mas Ramdan.

Aku menggeleng. Aku bukan lulusan pesantren dan lagi aku tak punya orang tua sedari kecil. Jadi aku tak mengerti seluk beluk agama. Karena itu hidupku bebas tanpa kekangan apapun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nufazza 004
tidak suka
goodnovel comment avatar
Nufazza 004
malas lanjut pelakor pemeran utama
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 17

    “Ya Allah… apa kecurigaanku benar?”Zahra terisak dalam mobil, bahunya bergetar pelan. Pikiran kacau berputar tanpa arah, menusuk dada dengan rasa sakit yang tak sanggup ia jelaskan. Padahal Ramdan belum terbukti mengkhianatinya… tapi anting itu, tatapan Ramdan tadi, alasan yang terasa dipaksakan—semuanya bercampur menjadi badai yang menghimpit.“Bu… Anda baik-baik saja?” tanya Pak Ujang, supir tua yang sudah seperti keluarga sendiri. Suaranya lembut, penuh kekhawatiran.“Nggak apa-apa kok, Pak.” Zahra menyeka air matanya cepat-cepat, mencoba memaksa senyum yang tak berhasil. Ia menarik napas dalam, menahan gemuruh di dadanya. “Aku cuma… capek.”“Kita pulang sekarang, Bu?” tanya Pak Ujang hati-hati.“Nggak, Pak. Ke Café Mentari aja. Aku mau ketemu Riska.”Suaranya parau, namun tegas.Riska adalah sahabat terdekatnya—tempatnya bercerita, tempat ia mencari pelukan saat dunia terasa berantakan. Zahra butuh Riska sekarang. Butuh seseorang yang bisa menenangkannya… atau setidaknya membuatn

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 16

    Zahra masuk ke ruangan suaminya. Di sana, Ramdan sudah duduk di kursi kerjanya, tersenyum begitu melihatnya muncul di ambang pintu.“Sayang, tumben banget datang?” ucap Ramdan sambil berdiri dan menghampirinya.“Iya, lagi pengin aja ke sini. Kayaknya sudah lama aku nggak mampir ke kantor,” jawab Zahra.Ramdan mengangguk, lalu keduanya berjalan menuju sofa, duduk berdampingan.“Kok tumben nggak jemput aku di lobi? Biasanya kamu turun,” tanya Zahra dengan nada penasaran yang halus, tapi cukup membuat Ramdan menegang sepersekian detik.“Eh—itu… aku lagi nyelesain laporan. Tinggal sedikit lagi tadi. Pas mau nyusul kamu, eh kamu keburu naik,” sahut Ramdan, terdengar agak tergesa.Zahra mengangguk, mencoba menerima alasan itu. Ia membuka tas dan mengeluarkan kotak bekal.“Aku masak ini buat kamu. Buat makan siang.”“Makan siang kan masih dua jam lagi, Yang.”“Ya nggak apa-apa. Biar kamu nggak usah makan di luar.”Ramdan tersenyum kecil. “Makasih, Sayang.”“Ya sudah, kamu lanjutin kerja. Aku

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 15

    Ramdan membeku saat Riska mendekat. Rok mini berpadu tank top yang dikenakannya benar-benar membuat Riska terlihat terlalu indah untuk diabaikan. Kini jarak mereka hanya tinggal beberapa senti.Riska menatap intens ke dalam netra Ramdan, menguncinya dengan gaya yang jelas menggoda.“Mas, kok nggak kangen aku?” ucap Riska, suaranya rendah sebelum ia memulai mencium Ramdan lebih dulu.Ramdan tak mampu lagi berpikir apa pun. Ia terbuai oleh godaan Riska, membuatnya mengimbangi tempo ciuman yang Riska berikan.“Mmmh…”Desahan Riska membuat sisi liar Ramdan bangkit. Dengan gerakan refleks, ia membopong tubuh Riska ke sofa, menelantangkannya, lalu melanjutkan permainan panas mereka—Kringgg…Di tengah adegan yang memanas itu, ponsel Ramdan berbunyi. Keduanya yang sedang tenggelam dalam suasana intens sontak menjeda aktivitas.“Mas… lanjutin dulu…” ucap Riska terengah.“Itu telepon dari Zahra,” jawab Ramdan, kemudian melepaskan diri dari Riska.“Tapi aku hampir…” Riska menahan kata-katanya,

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 14

    Hari ini Riska bangun lebih pagi dari biasanya. Ia segera bersiap dan berangkat ke kafe tempatnya bekerja.“Saya kira kamu bakal bolos lagi,” sindir Pak Romi ketika Riska tiba.“Kalau Bapak nggak suka, ya pecat saja,” jawab Riska tanpa menoleh.Pak Romi mendelik tajam. Sejak awal ia memang menyukai karakter Riska: ceria, aktif, dan menarik. Saat Riska masih rajin bekerja, pengunjung kafe tak pernah sepi. Namun belakangan, setelah Riska sering izin, pelanggan pun ikut menghilang. Pak Romi merasa rugi besar.“Kamu pikir saya nggak berani mec—” belum selesai ia bicara, Riska memotong.“Ya sudah pecat saja saya sekarang.”Nada Riska penuh muak. Ia lelah pada bosnya yang selalu mengomel seolah kehadirannya tak punya arti. Padahal setiap izin, Zahra selalu mengganti kerugian pada pihak kafe.“Baik!” bentak Pak Romi. “Mulai hari ini jangan pernah datang lagi. Kamu saya pecat!”Riska mengangguk acuh. Ia melepas celemek yang baru saja ia kenakan, lalu melemparnya ke arah bosnya.“Sekarang mana

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 13

    Ramdan mengecupi Zahra tanpa henti sambil membuka pakaian yang dikenakan sang istri. Kini Zahra sudah tak mengenakan selembar pun kain. Sejenak, Ramdan terdiam, memandangi tubuh istrinya—spontan bayangan Riska terlintas di pikirannya."Ramdan, apa yang kamu pikirkan!" gerutunya dalam hati.Zahra yang kini tanpa busana segera menarik selimut, rasa malu menyergap meski di hadapan suaminya sendiri. Selama lima tahun pernikahan mereka, Zahra masih sering merasa tak percaya diri saat tubuhnya terbuka tanpa helai kain, takut kalau bentuk tubuhnya tak lagi seindah dulu."Kenapa ditutup, sayang?" tanya Ramdan sambil menyingkap selimut dan mulai menciumi setiap inci tubuh Zahra.Namun malam ini terasa berbeda. Ritme yang biasanya penuh keintiman dan sabar terasa tergesa. Bayangan Riska terus mengusik benaknya. Semalam, dia baru saja melewati sebuah adegan panas bersama wanita itu—sesuatu yang luar biasa berani, bahkan untuk dirinya."Hisap lebih kuat, Mas," suara itu terdengar jelas di telinga

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 12

    Ceklek.Pintu terbuka. Seketika Ramdan tertegun, tubuhnya mematung saat melihat siapa yang berdiri di depan pintu.“Riska?”...Siang tadi, sepulang dari taman kota, Riska tiba-tiba mendapat pesan dari Ramdan. Sayangnya, bukan kabar gembira, melainkan pembatalan makan malam yang sudah direncanakan.“Dih, enak aja semaunya sendiri. Pasti Mas Ramdan mau makan malam sama Zahra,” gumam Riska kesal.Meski hanya istri kedua, Riska merasa dirinya juga berhak atas Ramdan. Apalagi, Ramdan sudah lebih dulu mengajaknya. Sekarang, setelah semua bahan makanan ia beli, Ramdan seenaknya membatalkan begitu saja.Riska menutup ponsel tanpa membalas. Ia lalu meletakkan semua bahan di kulkas, kemudian memesan taksi online.“Aku bakal bikin kejutan buat kamu, Mas,” seringainya penuh rencana....Dan di sinilah Riska sekarang, berdiri di depan pintu kediaman keluarga Ramdan.“Eh, Mas Ramdan! Zahra mana, Mas?” sapa Riska ceria.“Kamu ngapain ke sini?” bisik Ramdan tak suka.Riska tak menanggapi. Ia mendoro

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status