Share

Bab 12 : Bentuk 'Terima Kasih '

Penulis: Xiao Chuhe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-25 11:07:07

Semua orang terdiam.

Zhou Chuanyan terkekeh pelan, "Selama musim dingin, Kakak menjagaku dengan baik dan memperhatikan obat dan makananku, aku pikir dia mungkin merasa lelah karena aku selalu merepotkannya. Jadi aku ingin memberikan hadiah, tapi aku tidak punya uang …."

Setelah mendengarkan penjelasan seperti itu, Ibu tersenyum haru, dan langsung memeluknya dengan erat.

"Tidak mungkin kami merasa direpotkan karena merawat putri yang kami sayangi ini. Kakak keduamu pasti juga merasa seperti itu, sudah seharusnya dia melakukan segalanya untuk membuatmu nyaman."

Aku berdecih pelan, 'kami' katanya? Dia bahkan tidak pernah memasuki kamar ini saat Zhou Chuanyan menangis setiap malam karena kesakitan.

Atau saat aku membutuhkan dua tenaga tambahan untuk membantunya pergi ke kamar mandi.

Dia bahkan tidak pernah memikirkan seberapa repotnya mengurus orang sakit yang sangat lemah seperti putri yang disayanginya itu.

Aku yakin Zhou Chuanyan juga merasakannya. Karena itu dia selalu mencari-ca
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
iinfadilah415
lanjuttt thorrrrrr
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 180 : Satu Syarat

    Angin malam di tepi danau berembus pelan, membawa bau basah dedaunan dan gemericik air yang memantulkan cahaya bulan. Di atas sebuah batu besar yang menjorok ke pinggir danau, seorang pria berdiri dengan wajah terbuka dan senyum tenang. Tatapannya saat mendapati kehadiranku terasa sangat menjengkelkan sekaligus mengerikan. Dia mengangkat dua kendi arak, lalu tersenyum padaku seolah sejak lama menungguku datang."Sudah kuduga, Nyonya Muda Ye tidak akan mengabaikan surat yang kukirimkan," katanya sambil mengangkat kendi, menepuk-nepuk sisi batu. "Mari, temani aku minum."Yu Yan.Pria misterius itu tampak santai, seakan-akan malam ini hanyalah malam biasa untuk bercengkerama. Padahal jantungku berdegup kencang sejak melihatnya beberapa saat lalu. Tidak, bukan seperti itu. Dia memang seorang pria misterius yang selalu memancarkan aura suram yang tidak menyenangkan. Aku melangkah pelan, menerima uluran kendi yang ia sodorkan, tapi tidak duduk di sampingnya. Aku tetap berdiri, menjaga ja

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 179 : Tepi Danau

    Senja sudah habis ketika kami tiba di sebuah penginapan besar di persimpangan terakhir menuju jalur utama. Cahaya lentera bergoyang diterpa angin, memantul di papan kayu dengan tulisan usang. Prajurit-prajurit yang mengawal kami sebagian sudah berpamitan, sebagian besar infanteri telah diperintah kembali ke markas utama bersama para jenderal mereka, sisanya menuju perbatasan barat. Suasana terasa janggal, rombongan kami lebih sepi dari biasanya.Aku turun dari kereta, memandang sekeliling. Suara derap kaki kuda menjauh perlahan, meninggalkan suara serangga malam dan desir angin yang menusuk. Hatiku menegang, entah kenapa. Seakan ketenangan di pinggir sungai tadi siang hanyalah fatamorgana.Kami masuk ke aula penginapan. Ruangan dipenuhi aroma sup ayam, arak, dan kayu terbakar. Tuan Besar Ye duduk di kursi paling depan, wajahnya tegas seperti biasa, sementara Nyonya Besar menata piring dengan tangan kasarnya. Aku duduk di samping Ye Qingyu, meski selera makanku hilang entah ke mana.

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 178 : Waktu Bersama

    Kereta berhenti di tepi sungai yang airnya jernih berkilau, memantulkan cahaya sore yang merambat turun. Angin semilir membawa aroma basah bebatuan dan dedaunan. Suara burung-burung kecil di pepohonan bercampur dengan gemericik arus, menciptakan harmoni yang menenangkan setelah berhari-hari perjalanan berat.Aku menyingkap tirai kereta, menghirup dalam-dalam udara segar itu. Rasanya seperti paru-paruku baru pertama kali diisi dengan kehidupan.Dan seketika aku melupakan aroma darah dan asap tebal di medan perang. Rasa syukurku kembali terucapkan melalui senyum lebar begitu melihat pemandangan ini. "Jingxi, kita istirahat di sini sebentar," suara Ayah terdengar dari luar, penuh wibawa tapi juga hangat. "Airnya jernih, kau bisa mencuci tangan dan wajahmu di sana."Aku turun bersama Ye Qingyu. Saat kakiku menyentuh tanah lembap, pandanganku menangkap Ye Xuanqing yang sudah lebih dulu melepas sepatunya, menaikkan celana sampai betis, lalu melompat masuk ke air dangkal."Xuanqing!" seru

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 177 : Kepulangan Ye Tinghan

    Tiga hari setelah kemenangan besar itu, kami berdiri berderet di depan gerbang kota, barisan panjang yang memenuhi jalan utama. Langit Yangzhou begitu cerah, matahari bersinar lembut, seakan turut merayakan tercapainya perdamaian. Kibar bendera Beizhou dan panji Yangzhou berjejer, melambai ditiup angin musim semi. Sorak-sorai rakyat membahana, bergema hingga jauh ke balik tembok kota. Semua orang menanti kedatangan orang yang menjadi utusan sekaligus saksi kemenangan ini, Ye Tinghan.Ia muncul dari kejauhan, menunggang kuda hitam gagah. Di belakangnya, para prajurit yang mengawal surat itu bersamanya berjalan tegap, membawa kotak berukir naga emas, tempat disimpannya surat perdamaian dari Kekaisaran Han. Surat itu akan segera diserahkan pada Baginda Kaisar, bukti bahwa perang panjang telah berakhir, setidaknya untuk belasan tahun mendatang.Suara rakyat semakin membahana ketika rombongan semakin dekat. Aku bisa merasakan getaran tanah dari derap kuda, juga aroma debu bercampur kerin

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 176 : Makan Malam

    Malam harinya, pesta kemenangan diadakan di pusat barak. mereka bersenda gurau seperti biasa, yang berduka memberikan penghormatan terakhir pada yang meninggalkannya. Kendi-kendi arak diturunkan, hidangan-hidangan khas Yangzhou memenuhi meja-meja panjang. Keluargaku berkumpul, Ye Qingyu sudah lebih baik dari sebelum-sebelumnya, dia duduk menunggu makanan bersamaku. Aku mengamati Ye Xuanqing yang masih berwajah muram. Melihat orang yang biasanya ceria dan banyak cerita tiba-tiba menjadi begitu pendiam, membuatku merasa bersalah karena telah melimpahkan kesalahan padanya. Padahal kematian Xin Jian sepenuhnya kehendak Langit. Tanpa perlu campur tangan Ye Xuanqing pun, takdir tidak bisa dihindari begitu saja. Kemarin aku menyalahkannya, padahal seharusnya aku bersyukur karena dia tidak mati menggantikan Xin Jian. Selain itu, usahaku sama sekali tidak pernah sia-sia. Karena tujuh ratus prajurit wanita milik Xin Jian, tetap dapat melanjutkan hidup mereka dengan baik. Itu adalah

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 175 : Pemimpin Baru

    Barak besar di lapangan luas sisi timur berdiri muram dalam bayangan senja. Tak ada riuh sorak seperti di gerbang utama, di sini hanya sunyi yang menyayat telinga, seolah udara pun bahkan menolak bergerak. Langkah kakiku berat ketika memasuki ruangan, dan seketika pandanganku disergap oleh barisan prajurit wanita yang berjongkok di lantai, wajah mereka muram dan mata sembab. Ada sekitar tujuh ratus orang, aku tahu siapa mereka. Mereka adalah prajurit wanita yang dilatih sendiri oleh Xin Jian selama bertahun-tahun demi peperangan hari ini. Begitu melihatku, mereka spontan berdiri. Beberapa menunduk dengan mata basah, yang lain menatapku dengan sorot luka, seakan kepergian pemimpin mereka adalah luka yang tak bisa dijahit. Dada ini terasa diremas, napasku tercekat.Melihat mereka semua, membuatku tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Aku merasa bersalah karena gagal menjauhkan Xin Jian dari kematian. Di sisi lain, aku merasa senang karena sebagian besar dari mereka berhasil bertahan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status