Share

Terusir

Author: Jannah Zein
last update Last Updated: 2024-02-24 06:32:08

Bab 7

Terusir

Ucapan ibu mertuaku benar-benar keterlaluan Mas Ibra bahkan sampai melotot dengan wajah yang merah padam. 

Tentu saja pria itu tersinggung. 

Betapa tidak? Dia hanya seorang pria yang dengan tulus mengantarku pulang, ingin menolongku dengan Keisha, supaya kami bisa selamat sampai di rumah tanpa harus kehujanan. Akan tetapi malah dituduh sebagai pria hidung belang

"Kenapa Mama selalu berpikiran buruk tentangku? Jika aku memang memiliki pakaian bagus dan semua yang Mama katakan itu, di mana salahku? Bukannya Mama sendiri tahu berapa uang yang diberikan Mas Gilang kepadaku?!" sambutku dengan menekan intonasi suaraku supaya selembut mungkin. 

"Bukankah wajar jika aku mengeluh kekurangan uang? Gaji Mas Gilang itu berkali-kali lipat dibandingkan dengan uang yang diberikan Mas Gilang setiap bulan kepadaku. Semua orang juga tahu siapa yang paling banyak menggunakan uang gaji Mas Gilang!" ujarku lagi. Sekalian saja aku buka-bukaan soal kebobrokan ibu dan anak itu, biar semua orang disini tahu bagaimana buruknya mantan suami dan mertua memperlakukanku.

Namun suara tawa itu terdengar begitu membahana. 

"Saya adalah ibunya dan sangat wajar jika seorang anak laki-laki menafkahi ibunya sendiri. Bukankah apa yang kita berikan kepada seorang ibu akan menjadi jalan rezeki kita berikutnya?" balas mama Kumala tak mau kalah.

Wanita itu maju selangkah, mendekat kepadaku. Nafasku seketika turun naik. Dan dengan tangan gemetar, aku mendekap erat Keisha yang akhirnya terbangun lantaran keributan yang terjadi di teras, atau mungkin juga karena udara dingin yang tiba-tiba saja menyergap, meskipun tubuhnya dibalut oleh jaket dan selimut.

"Maaf Bu, jangan menuduh seseorang tanpa bukti. Memangnya ada buktinya jika Kayla ini perempuan yang nggak benar? Setahu saya, Kayla ini bekerja di sebuah cafe milik temannya dan saya adalah pengunjung di cafe itu yang kebetulan melihat dia gelisah lantaran tak bisa pulang. Saya menawarkan tumpangan karena kasihan dengan bayinya. Ibu bayangkan saja jika Kayla harus pulang dengan menggunakan motor, hujan-hujanan dengan membawa bayinya...." Suara mas Ibra kembali terdengar setelah cukup lama pria itu diam.

"Tutup mulutmu! Maling mana ada yang mau ngaku?!" bentak mama Kumala. Perempuan tua itu spontan menghadap mas Ibra lalu menunjuk-nunjuk pria itu. "Kamu itu juga lelaki enggak benar. Lagaknya sudah seperti pahlawan, padahal kamu baru saja dipuasin sama Kayla. Iya, kan?"

"Jangan coba-coba turut campur urusan keluarga saya. Saya ini sedang memberikan pelajaran kepada mantan menantu saya ini agar menjadi janda yang baik, bukan malah jadi janda kegatalan seperti ini!"

"Benarkah?" Aku mengangkat wajah. 

"Kenapa ya aku jadi berpikiran jika Mama tengah berusaha mempermalukanku di hadapan semua orang?"ucapku lagi. 

"Tetapi asal Mama tahu, aku tidak seburuk yang Mama pikirkan. Apa yang dikatakan oleh Mas Ibra itu benar. Sekarang aku bekerja di sebuah Cafe. Jika aku memang memiliki barang-barang yang bagus, itu karena aku bekerja, tetapi bukan melakukan pekerjaan haram seperti yang Mama tufuhkan." Aku menghela nafas.

"Lagi pula, semua barang-barang itu aku tinggal di rumahku yang lama. Selingkuhan anak mama itu yang melarangku untuk membawa barang-barangku sendiri. Jangan mencoba memutar balikkan fakta, Ma. Sebaiknya Mama memberi pelajaran kepada anak mama sendiri, kenapa dia bisa sampai selingkuh, bahkan tega menelantarkan anaknya sendiri!"

Kalimat demi kalimat meluncur dari mulutku dan itu membuat mama Kumala menggeram. "Kurang ajar! Dasar tidak tahu sopan santun! Sudah salah, masih ngeles lagi! Kamu itu sudah salah karena jadi perempuan nggak bener, nggak punya moral, malah menuduh Gilang yang enggak-enggak!"

"Aku tidak menuduhnya, tetapi aku menyaksikan sendiri Mas Gilang bergumul bersama Anggi, rekan kerjanya di ranjang kami dan aku percaya itu bukan pertama kalinya terjadi. mereka sudah menjalin hubungan sejak lama." Kali ini suaraku sengaja dibuat lantang, biar semua orang tahu perselingkuhan Mas Gilang. Tidak ada gunanya aku menutup aib itu  Ibunya saja begitu keterlaluan kepadaku, apa aku salah jika membalas kebusukannya dengan membeberkan fakta perselingkuhan anaknya? 

"Tidak mungkin! Anak saya adalah pria setia. Justru kamu yang selingkuh, mencari para pria kaya untuk di poroti uangnya!" Mama Kumala menunjuk mobil mas Ibra, lalu beralih menatap pria itu, memindai penampilannya dari atas sampai bawah.

"Diam! Mau sampai kapan perdebatan ini terus berlangsung?! Kaki saya sudah pegal dari tadi!" lerai Bu RT seraya menatap ibu Riana, pemilik rumah kontrakan yang aku tempati saat ini

"Saya tidak mau ada perempuan yang nggak benar tinggal di lingkungan ini, karena akan membawa dampak buruk. Dia memang baru sekali diantar oleh laki-laki, tapi bukan berarti ini tidak akan terjadi lagi!"  Bu RT menunjuk kepadaku.

Aku menatap Mas Ibra. Pria itu tidak menunjukkan ekspresi apapun selain hanya tersenyum samar.

"Iya, Bu RT. Saya juga tidak mau ada perempuan yang nggak benar tinggal di tempat ini. Saya baru tahu siapa Kayla dari cerita Ibu Kumala yang kebetulan memang menginap di rumah Bu Susi, tetangga sebelah rumah saya. Saya nggak nyangka saja jika selama ini saya menerima perempuan nggak bener untuk menempati rumah kontrakan saya. Kemarin saya terima karena penampilannya yang seperti perempuan baik-baik. Eh, nggak tahunya...."

Aku sebenarnya masih ingin protes, tetapi aku tahan. Netraku menatap mantan ibu mertuaku yang tampak tersenyum, senyum sinis. Sesaat kemudian aku menyadari, tampaknya ini memang sudah direncanakannya. Apakah mama Kumala punya mata-mata di lingkungan ini, mengingat posisi rumah kontrakan ini dengan rumahku yang lama jaraknya cukup jauh?

Ibu Riana menatapku dalam-dalam.

"Saya tidak ingin berbuat jahat sama kamu, tetapi tolong kerjasamanya. Tolong segera kemasi bareng-bareng kamu dan segera angkat kaki dari rumah kontrakan saya malam ini juga. Saya tidak mau bermasalah dengan orang-orang yang tinggal di lingkungan ini," putus perempuan setengah baya itu.

"Tapi Bu!" Aku tersentak kaget. Hujan masih belum berhenti, bahkan pakaianku sudah basah karena aku berdiri di pinggir teras dan kena terpaan air hujan.

"Tidak ada bantahan, Kayla. Tolong segera pergi dari rumah kontrakan saya malam ini juga. Saya beri waktu kamu satu jam untuk berkemas, setelah itu pergilah. Uang yang kamu berikan untuk mengontrak rumah ini akan saya kembalikan separuh." Ibu Riana segera mengambil dompet dan memberikan beberapa lembar uang berwarna merah kepadaku. 

Dan lantaran aku tidak kunjung menerimanya, beliau menjejalkan lembaran merah itu ke dalam selimut Keisha.

Aku menatap nanar. Aku menghitung sekilas, lembaran uang itu hanya beberapa lembar, padahal aku sudah membayar uang sewa selama 6 bulan ke depan. Sementara aku baru menempati rumah ini selama dua bulan dan ibu Riana hanya memberikan uang beberapa ratus ribu kepadaku dari harga sewa yang ditetapkan oleh beliau dulu.

Ini tidak adil!

Janjinya memberikan separuh uangku. Tapi kenapa hanya mengembalikan beberapa ratus ribu?

Tampaknya ibu Riana dan mantan ibu mertuaku ini sama saja!

"Sudahlah, Kayla. Lingkungan disini tampaknya bukan lingkungan yang baik untuk kamu dan Keisha. Ada baiknya kamu memang harus meninggalkan tempat ini. Aku akan membantumu mencari tempat tinggal yang baru." Suara mas Ibra terdengar lagi di saat bibirku bergetar ingin mengucapkan sesuatu untuk memprotes keputusan ibu Riana yang sepihak dan uang yang beliau berikan.

"Mohon izin untuk masuk ke rumahmu. Mas akan bantu membawa barang-barangmu, bawa barang yang penting saja ya. Nanti di tempat yang baru kita bisa membelinya lagi," ujar mas Ibra.

Tanpa menunggu persetujuanku, Mas Ibra menadahkan tangan, meminta kunci. Aku terpaksa memberikan kunci yang ku ambil dari dalam tas selempangku.

Orang-orang itu, termasuk mama Kumala masih saja berdiri di teras sampai akhirnya Mas Ibra keluar lagi dari rumah dengan membawa beberapa koper. Setelah Mas Ibra keluar, aku segera masuk ke dalam rumah, menuju kamar tidur kami dan membuka sebuah lemari. Lemari itu memang terkunci, sehingga Mas Ibra tidak bisa membukanya. Masih dengan menggendong Keisha, aku mengambil satu tas dari dalam lemari. Aku memasukkan satu kotak perhiasan emas dan barang-barang berharga lainnya milikku ke dalam tas. Setelah menutup tas berukuran sedang itu, akhirnya aku pun keluar.

"Sudah siap, Kayla?" tanya Mas Ibra.

Aku mengangguk. Diiringi dengan derasnya hujan, akhirnya mobil pun keluar dari halaman rumah. Sempat kulihat dari balik kaca mobil, orang-orang yang menatap kepergianku, terutama mama Kumala yang nampak tersenyum puas. 

Kedua tanganku seketika mengepal.

"Jangan merasa menang dulu, Ma. Ingat, karma itu akan berlaku," ucapku dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Mengurus Bayiku    Kejutan 2

    Bab 146 "Kejutan apa itu, Mbak?" Benakku langsung membayangkan suasana di apartemen. Mungkin lantaran merasa rindu dengan kami, asisten rumah tangga kami ini berinisiatif mengadakan pesta penyambutan kecil-kecilan dengan memasak masakan kesukaan kami. "Rahasia dong! Kalau saya bilang, berarti bukan kejutan lagi dong!" Perempuan itu tersenyum jahil dan aku tak lagi berniat untuk mendesak. Toh, sebentar lagi kami akan sampai dan aku akan segera tahu apa yang disiapkan oleh asisten rumah tangga kami ini. Mobil perlahan memasuki basement dan akhirnya berhenti. Aku dan mas Ibra keluar dari mobil dan berjalan menuju lift menuju lantai unitku berada. "Tara... kejutan!' seru mbak Ranti setelah ia menekan tombol password di pintu apartemenku. "Mas Gilang, Gita!" Aku sangat kaget, dan refleks menatap mbak Ranti dan bik Jum bergantian. Namun, kedua asisten rumah tanggaku itu malah tersenyum, bahkan ketika aku menatap mas Yanto, pria bertubuh kekar itu juga tersenyum. Ada apa ini? Aku menat

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Mengurus Bayiku    Tetap Bersyukur

    Bab 145Aku membiarkan Kania digendong oleh Rihanna. Menyaksikan binar matanya yang nampak begitu menyayangi putriku, aku tidak tega untuk mengambilnya. Akhirnya aku memilih mengayunkan kaki menuju kamarku.Biarkan saja Kania bersama dengan Rihanna. Jika putri kecilku haus, Rihanna pasti akan segera mengantarnya kepadaku."Ada sedikit masalah di dalam rahimnya, makanya sampai sekarang Rihanna belum punya anak, padahal kami semua sangat menginginkan keturunan yang berasal dari rahim adikku," ujar mas Ibra ketika aku tanya. "Kalau menang Rihanna ingin bersama dengan Kania selama ia berada di sini, biarkan saja. Rihanna itu sepertinya sosok yang keibuan dan penyayang anak-anak, hanya saja kebetulan memang belum rezeki." "Terima kasih atas pengertiannya, Sayang. Kita berdoa saja semoga disegerakan punya keponakan baru." Pria itu mengecup pelipisku berkali-kali, lalu membimbingku menuju tempat tidur.Ruangan ini sungguh luas. Kamar hotel tipe presiden suite saja masih kalah mewah dengan

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Mengurus Bayiku    Menantu Keluarga Salim Al-Maliki

    Bab 144Aku tidak bisa berbuat atau berbicara apapun lagi, selain menatap jalanan sembari memangku Kania. Sementara mas Ibra memangku Keisha. Kami memang tidak membawa baby sister dalam perjalanan kali ini untuk alasan kepraktisan, bahkan kami tidak membawa pengawal, kecuali pengawal yang dibawa oleh ummi Azizah dari Mekkah.Kesakitan yang ummi Azizah rasakan menular juga kepadaku, tetapi aku tidak berdaya, hanya mampu menatap suamiku yang dengan segera mengedipkan matanya. Setelah mobil sampai di bandara, kami pun segera berpindah ke pesawat pribadi milik keluarga Salim Al-Maliki. Sudah lama pesawat pribadi itu ada. Sebelumnya, pesawat pribadi dimiliki hanya keluarga Al-Maliki secara umum, tetapi kini Abi Emir sudah membeli pesawat khusus untuk keluarga Salim Al-Maliki, sehingga sedikit demi sedikit mereka mulai melepaskan ketergantungan dengan keluarga itu dan juga Almeera Oil Company.Keterikatan ummi Azizah terhadap perusahaan minyak itu sebatas dia adalah pemegang satu persen sa

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Mengurus Bayiku    Pengakuan Ummu Fathia

    Bab 143Perempuan tua itu menoleh. Dia mengurungkan niatnya untuk melangkah menuju pintu, tetapi berbalik menghampiri perempuan tua yang duduk santai di sebuah sofa di salah satu sudut ruangan.Ruang tamu khusus laki-laki ini memang sangat luas, memiliki beberapa sofa disusun dari ujung ke ujung, karena seringkali menerima tamu dengan jumlah yang banyak. "Sejak Abi meninggal dunia, aku merasa Ummu, Khaled, dan Waled berubah, kecuali Wafa," ucap ummi Azizah tanpa menuruti permintaan ibu tirinya untuk duduk kembali ke sofa di dekat perempuan tua itu duduk."Itu hanya perasaanmu saja, Azizah," balasnya."Tapi aku merasa dipermainkan di keluarga ini. Keluarga yang kupikir bisa memberikan secercah harapan, tapi ternyata hanya kepalsuan yang kudapatkan. Orang yang benar-benar menyayangiku hanya Abi, hanya syekh Ali yang benar-benar menyayangiku dengan tulus, dan juga adik kecilku, Wafa." Ummi Azizah menjeda ucapannya dengan sentakan nafasnya yang berat. "Namun kalian dengan begitu kejam

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Mengurus Bayiku    Pengkhianat

    Bab 142Raut wajah pria itu seketika menegang. Tampak sekali ia tengah menahan emosinya. Namun kurasa ia tidak sedang memarahiku, karena kulihat mulutnya bergerak-gerak."Aku tidak tahu, Sayang. Tapi yang jelas, aku harus mengusut semua ini. Sayang sekali di ruangan kerjaku dan di ruangan pribadi itu tidak ada kamera CCTV. Mas juga tidak tahu bagaimana caranya Nona Barbara merekam adegan itu. Mas benar-benar tidak tahu karena Mas tengah tertidur.""Tapi... tunggu Mas!" Otakku segera mencerna kejanggalan yang terjadi, karena bagiku tidak ada alasan untuk tidak mempercayainya. Jika memang Mas Ibra bisa tertidur sampai seperti orang pingsan, apa jangan-jangan ada orang yang memasukkan obat tidur ke dalam minumannya?"Aku rasa ini sudah tidak wajar, Mas. Walaupun Mas sedang tidur, tapi kalau ada orang yang menggerayangi, biasanya Mas akan terbangun, seperti biasanya saat kita sedang bersama," ujarku mengingatkan. Pria itu tampak tercenung sejenak."Omonganmu masuk akal juga, Sayang." Pri

  • Ketika Selingkuhan Suamiku Mengurus Bayiku    Bukan Perselingkuhan

    Bab 141"Ya Tuhan!" Aku memekik, refleks jemariku menyentuh layar. Dan adegan demi adegan itu membuat perutku seketika mual. Tubuhku lemas dan akhirnya luruh ke lantai dan tanpa sadar menjatuhkan ponselku yang masih menyala layarnya."Kenapa kamu tega melakukan ini sama aku, Mas? Bahkan aku baru saja melahirkan anak kamu." Aku duduk sembari memeluk betisku. Tangisku pecah seketika.Siapa perempuan itu sebenarnya? Kenapa ia bisa bersama dengan mas Ibra di dalam satu ruangan, bahkan satu ranjang?Aku masih saja merapatkan wajahku dengan lutut, meski terdengar suara ketukan dibalik pintu sampai akhirnya pintu pun terbuka."Ibu kenapa? Ada apa?" Mbak Ranti terlihat kaget saat aku mengangkat wajahku yang bersimbah air mata."Papanya Kania selingkuh, Mbak," lirihku."Selingkuh?" Bibir wanita itu bergerak-gerak. Namun hanya kata selingkuh yang terucap dari bibirnya. Aku menubruk perempuan itu lalu memeluknya. Tangisku kembali pecah. Aku menangis dalam pelukan mbak Ranti. "Kenapa dia begitu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status