Share

Kompeni

Author: QurratiAini_
last update Last Updated: 2021-09-16 22:21:10

Salahkan saja ia yang menggunakan pashmina dengan model melilit leher hingga masing-masing ujungnya menjuntai di belakang. Tubuhnya mundur dan kepala gadis itu mendongak mengikuti tarikan pada ujung kain panjang itu.

Ia memegang erat pashmina-nya yang menjuntai di belakang. Mempertahankan diri agar tak tertarik lebih jauh. Nyatanya kalah juga karena semakin melawan semakin terasa mencekik leher.

"Lepasin!" Ia mencerca. Ingin menoleh ke belakang, tapi lilitan di lehernya terlalu kencang hingga tak dapat gerakan kepala.

Di belakang sana salah satu anggota inti Kompeni yang bergelar sebagai perundung paling sadis seantero TB. Kabarnya beberapa anak yang menjadi korban memilih keluar dari SMA incaran ini demi kelangsungan hidup yang aman dan tenang.

Namanya Rehan Gunandya. Cowok itu bersandar di pintu dengan jemari tangan kanan mengetuk-etuk satu pahanya sendiri yang diposisikan menekuk. Sedangkan tangan kirinya menarik jilbab cewek dari kelas 11. Seorang adik kelas yang masuk sendiri ke dalam sini.

Ya, Rehanlah pelakunya.

Melihat cewek itu mundur dengan langkah yang tersendat-sendat seolah suatu kesenangan tersendiri untuknya. Tak heran ia mendapat gelar seorang pembuli paling sadis. Nyatanya ia memang suka menyiksa orang.

Seorang cowok bertubuh tinggi dengan kelopak menyipit tajam, tetapi bola mata hitamnya tampak lebar dan berkilau. Ia juga merupakan anggota inti Kompeni yang posisinya berjalan paling belakang tadi. Tak heran ia masuk paling terakhir. Arion Gazelle nama lengkapnya.

Ari berhenti tepat di pintu masuk melihat temannya yang sedang berulah. Siapa lagi jika bukan Rehan? Tangan Ari yang kekar menyentuh kepalan Rehan yang menggenggam ujung jilbab seorang cewek yang bukan anggota kelas ini.

"Lepas, Bro. Kasian," tuturnya.

Rehan mendengkus. Namun ia tetap menurut akan ucapan sahabatnya itu. Melepaskan genggamannya pada ujung jilbab gadis yang menjadi mainannya sesaat membuat sang empu detik itu juga menoleh ke belakang.

Eva melotot kesal pada kakel yang baru saja menjailinya tanpa dosa itu. "Rusak jilbab gue!" geram Eva sangat kesal. Tak takut sama sekali menunjukkan ekspresi kesalnya pada Rehan. Jiwa-jiwa penakut tak layak menjadi ketua OSIS!

Memakai jilbab dengan mempertahankan ciri khas serta berusaha untuk tampil rapih bukanlah hal gampang. Lantas mudah saja Rehan menghancurkan itu semua?!

Merasa tak dapat respon balik, Eva mengabaikan hal itu. Ia mengedar pandang dan bertanya cukup kencang. "Ketua kelasnya mana?"

Sayangnya beberapa detik berlalu tak ada sahutan. Eva benar-benar diabaikan membuat gadis itu terpancing emosinya sendiri. Malas teriak-teriak, ia mendatangi kakel berbandana marron tadi.

"Kak, ketua kelasnya mana?"

"Gak tau." Cewek itu menyahut ketus dan sangat cuek.

Sumpah demi apapun Eva juga sama muaknya. Sejujurnya absen yang ia bawa ini milik kelas ini 'kan? Tapi seakan-akan jadi Eva yang butuh sekali untuk meminta tolong mereka menyimpannya.

"Kemana?" tanya Eva lagi dengan datar. Tak tahu saja di bawah sana tangannya mengepal menahan emosinya yang hendak meluap-luap.

"Gak tau!" Agak ngegas. Pun kali ini pernyataannya penuh penekanan. Sepertinya kesal Eva tanyai terus sedari tadi.

Wah! Tidak tahu terima kasih sekali anak kelas satu ini, ya. Masih berbaik hati Eva membawakan absen ini pada mereka. Bisa saja Eva menolak ketika bu Minah menyuruh tadi 'kan?

"Gue nanya baik-baik lo bisa jawab baik-baik juga nggak?" bisik Eva emosi. "Ngegas mulu perasaan."

Kakel itu menatap Eva sangsi. "Apaan sih!" sinisnya balik. "Lo nanya mulu dari tadi! Gue udah bilang nggak tau 'kan? Ya berarti gue nggak tau! Dekel pantek!"

Tak disangka bisikan Eva tadi disahut sangat kasar. Ia meneriaki Eva hingga mereka berdua menjadi pusat perhatian satu kelas. Termasuk inti Kompeni menatap mereka juga.

Demi apapun tangan Eva gatal ingin banting absen ini di depan meja guru. Akan tetapi niat tersebut urung mengingat ada Kompeni di kelas ini. Gerombolan orang paling berkuasa di TB. Pastinya akan sangat segan sekali berlaku sesuka hati di depan mereka.

Sepertinya cewek ini termasuk orang yang ditakuti di kelas ini. Mungkin iya? Lihat saja Eva perhatikan sedari tadi ia sangat toxic dan sesuka hati sekali ketika bicara. Tak hanya pada Eva, tapi juga anak kelas ini.

Brak!

Dengan emosi yang meluap-lupa Eva membanting absen tersebut tepat di depan wajah cewek itu. Tak peduli dia kakak kelas. Tak peduli budaya senioritas. Tak peduli juga posisinya sebagai apa di sini. Kalau songong begini Eva tak mau menye-menye. Asal dia bukan termasuk Kompeni, Eva berani melawan karena sekolahnya pasti tetap aman.

"Anj! Maksud lo apa?!" Cewek itu berdiri dengan mata melotot murka.

Eva mendengus remeh melihatnya. "Nitip absen. Tolong kasihin ke ketua kelas!" Setelah bicara dengan tegas serta artikulasi yang jelas, Eva keluar dari kelas itu.

⋆•・ั⋆ᩡ🌸ꦿᩡ⋆・ั•⋆

Suara pijakan pada undakan tangga terdengar membuat Zahra si wanita berkepala empat, tapi tetap saja cantik itu menoleh menampilkan sosok putra tampannya yang telah siap dengan seragam. Rambut semrawut menutupi sebagian dahi. Mata tajam berlensa abu-abu, hidung mancung serta tubuh proporsional. Sungguh manifestasi yang sempurna.

Dia Arta.

Tersenyum tipis untuk sang mami ketika tatapan mereka bertemu. Kemudian ia mendekat lalu menyematkan sebuah kecupan ringan di dahi wanita yang hanya setinggi bahunya tersebut.

Cup

Zahra tersenyum lebar menyambutnya. Setelahnya Arta menarik kursi untuk ia duduki.

"Morning, Boy." Dia Zaki—kepala keluarga di rumah ini. Lelaki itu telah siap dengan pakaian formalnya bersiap untuk ke kantor di pagi hari.

"Too." Arta menyahut sapaan sang papi.

"Arta mau sarapan pakai apa, Sayang?" Kali ini Zahra yang bertanya. Ia selalu siap melayani kebutuhan suami juga anak-anaknya walau memiliki pembantu.

"Samain kayak papi aja, Mi," tuturnya.

Segera Zahra menyiapkannya. Arta duduk diam memperhatikan pergerakan maminya yang begitu cekatan itu. Hanya 30 detik saja kini piring itu sudah disajikan di hadapannya.

"More?"

"Emm." Arta bergeleng menggumam. "Done."

Zahra mengangguk dan membiarkan putra sulungnya itu makan sendiri. Tatapan matanya terus terarah pada tangga, tentunya menunggu kedatangan sang putri bungsu yang selalu terlambat setiap pagi.

"Itu anak udah bangun belum sih?" decak Zahra memberengut kesal.

"Tadi Mami bangunin dia bangun nggak?" Sang suami bertanya seraya menyuapkan makanan ke mulutnya

"Kalau pas dibangunin jelas bangunlah. Mami gorok doang kalo gak bangun. Cuma kebiasaan tuh anak kalo Mami tinggal langsung lanjut bobo lagi," gerutu Zahra mulai habis kesabaran.

Zahra menarik napas kemudian berteriak menggelegar memenuhi seisi rumah. "Sabilaa!! Kamu telat terus, ditinggal baru tau rasa!"

Dari dalam kamar gadis itu berdecak seraya memukul kasur dengan bantal guling karena kesal. "Aaaa Mamiii!! Kaos kaki aku gak tau di mana. Lupa naruh ish!" Tak kalah berteriaknya juga Sabila menyahut.

Cewek-cewek di rumah ini memang bersuara cempreng semua.

Zahra berdecak dan berdiri meninggalkan acara sarapannya, menunda sementara untuk mengurus si bungsu. Ia berkacak pinggang.

"Kan Mami udah bilang?! Siapin malam hari, Dek!! Malaaam! Kalo bangunnya pagi mendingan. Ini udah siang, siapin apa-apa siang juga. Salah sendiri!" teriak Zahra macam toa.

Sementara di dalam kamar bernuansa pink Sabila mengobrak-abrik seluruh isi kamarnya dengan perasaan kesal. Kamar yang pada dasarnya sudah berantakan dari awal, menjadi semakin berantakan tak berbentuk.

Beberapa waktu setelahnya seketika mata Sabila berbinar melihat benda putih yang ternyata teronggok di bawah keranjang cucian kotor. Dengan cekatan ia meraih dan memakainya. "Alhamdulillah," gumamnya.

"Ooh, Iya, Mi. Iyaa! Udah Ketemu, nih. Waitt, Sabila Turunn!"

Baru saja Zahra hendak menyusul ke atas, tetapi urung ketika Sabila katanya telah menemukan kaos kaki yang ia cari. Dengan begitu Zahra kembali duduk di kursinya.

Gadis cantik itu menuruni tangga dengan semangat 45. "Yuhuuu!"

Ia langsung bergabung bersama keluarga kecilnya dan ambil posisi menyempil duduk di tengah-tengah abang dan papinya.

"Astaghfirullah ...." Zahra beristighfar dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan putri bungsunya itu. "Di sebelah Mami kosong nih ya Allah. Ngapain nyempil-nyempil di situ!" gemasnya.

Iya, saking gemasnya sampai rasanya ingin Zahra menampol anak itu dengan centong nasi di depannya ini.

"Mami, Sabila mau nasgor kayak papi sama abang," serunya tanpa peduli teguran dari maminya tadi.

Benar-benar kuping tembok!

Baru saja Sabila menyendokkan sesuap nasi tersebut ke dalam mulutnya, decitan dari kursi sebelah membuat gadis itu menoleh seketika menampilkan sosok cowok tampan yang menjulang tinggi.

Iya, siapa lagi cowok paling tampan di rumah ini kalau bukan abangnya?

Tentu saja Arta. Memangnya siapa lagi abangnya? Nothing!

"Pergi, Mi, Pi. Assalamu'alaikum."

Setelah menyalimi bonyok Arta menenteng tasnya dan berlalu begitu saja membuat adiknya tercengang atas tindakannya itu.

"Ish!! Swabila ditwin-nghal," gerutunya dengan wajah menekuk. Tak lupa mulutnya yang penuh dengan makanan ketika abangnya sudah tak nampak dalam pandangan lagi.

"Besok-besok telat lagi, ya," sindir sang mami.

Sabila meminum airnya kemudian mengelap mulutnya dengan punggung tangan. "Nanti Papi anterin Sabila, ya?"

"As you wish, Baby."

Seketika itu Zahra memutar bola matanya malas.

Sementara di luar Arta mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia meninggalkan adik tersayangnya bukan tanpa alasan, melainkan karena Rehan sahabatnya, salah satu anggota inti geng Kompeni berkata akan mengantar Sabila ke sekolah pagi ini. Cowok itu memang sudah menganggap Sabila sebagai adiknya sendiri. Nasib jadi anak tunggal. Tipe cowok idaman. Putra tunggal kaya raya.

QurratiAini_

INI MASIH BAB 2. SILAKAN LANJUT SAMPAI BAB 7 YAA💚 Follow Instagram @hamiasquad. Aku akan post semua cerita²ku yg targetnya remaja🧡

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketua OSIS   Night

    Tristan adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua saudara perempuannya tidak tinggal serumah dengan orang tuanya. Tertinggal hanya Tristan yang masih duduk di bangku kelas 12 di SMA Garuda, salah satu SMA unggulan di Bandung. Kakak pertamanya menikah dengan seorang prajurit nasional yang bergabung dengan angkatan laut. Dia saat ini sedang mengandung keponakan pertama Tristan. Sedangkan adik keduanya sedang menjalani semester akhir pendidikan kedokteran di Spanyol."Kak Keinara belum lahir? Aku belum pernah mendengarnya," ucap Eva merasakan betapa sepinya rumah sepupunya.Betapa tidak, Tristan yang kerap berada di markas karena menjabat sebagai ketua geng motor membuat orang tuanya harus selalu menyendiri di rumah. Beruntung om Abian dan tante Azka bekerja di bidang yang sama. Mereka sukses membuka cabang restoran yang mereka kelola di pusat kota setiap provinsi di Indonesia. Bahkan untuk rencana ke depan, mereka akan memperluasnya hingga ke luar negeri.“Tujuh bulan lagi, Eva,” uc

  • Ketua OSIS   Savage

    Baru saja pikiran Eva terganggu karena sikap Bima yang tetap jahat padanya padahal Eva sudah berbesar hati hendak berdamai dengan cowok itu, kini Eva dikejutkan kembali dengan keadaan kelasnya yang jauh dari kata baik-baik saja.Kursi di sebelahnya, artinya tempat duduk teman sebangkunya. Telah habis diorat-oret menggunakan tinta hitam hingga tampak kotor sekali. Pelakunya adalah seorang cheerleader Taruna Bangsa. Tahu? Merusak satu aset saja milik Taruna Bangsa maka akan dikenakan denda yang tak main-main. Mungkin bagi mereka para anak orang kaya ini, hal itu bukanlah sesuatu yang dipermasalahkan karena mereka sangat mampu. Namun Uma? Bisa saja mereka yang merusak, tapi justru Uma yang diwajibkan membayar denda karena bangku ini adalah bangku Uma.Eva sangat tahu persis bagaimana sulitnya ekonomi sahabatnya itu. Membayar sekolah saja sudah mati-matian bahkan sering tak bawa uang jajan. Sering melihat Uma setiap hari membawa bekal ke sekolah? Itu karena dia tak bawa uang. Ingat dia p

  • Ketua OSIS   Markas Liondrak

    Baik Arta maupun Tristan, keduanya sama-sama membatu dan saling melempar tatapan tak menyangka satu sama lain. Bagaimana mungkin Arta baru mengetahui bahwa Eva adalah adik Tristan? Ternyata ada banyak informasi tentang Eva yang Arta belum ketahui. Ia pikir Eva hanyalah siswi miskin biasa yang kebetulan menjadi ketua OSIS. Rupanya Eva tidak sesederhana itu."Lo temen adek gue?" kelakar Tristan tak dapat menutupi rasa terkejutnya."Dia adek kelas gue," ralat Arta segera sembari menunjuk Eva yang hanya setinggi bahunya itu dengan dagunya. "Nyokap Eva nitipin Eva ke gua," lanjutnya kemudian dengan aura keposesifan yang sangat kental. Selebihnya agar Tristan tidak salah paham saja, kenapa adik kelas dan kakak kelas bisa sedekat ini.Mendengar hal itu Tristan semakin terkejut. "Oh lo deket sama adek gue?" berondongnya pada Arta seraya menatap Eva bangga. Pintar juga adiknya ini cari circle. Sementara Eva menyengir polos merespon tatapan abangnya."Kak Arta!" panggil Eva pada Arta, membuat ke

  • Ketua OSIS   Dinner In Restaurant Luxury

    Eva menyukai suasana sejuk dan tenang di malam hari. Ia baru saja selesai mandi. Masih dengan gulungan handuk di kepala, merasa lebih segar dan lebih baik. Mabuk di dalam bus selama perjalanan benar-benar menguras tenaga. Eva lemas sekali dibuatnya. Eva duduk di pinggiran kasur dengan tangan aktif menggosok-gosokkan handuk pada rambut agar cepat kering. Dalam satu kamar ini terdapat empat orang anak OSN, termasuk Eva sendiri. Mereka duduk berkumpul di sofa seraya memakan berbagai macam cemilan yang Eva sendiri ngiler melihatnya. Tentu saja perutnya lapar keroncongan. Seharian ia hanya makan satu gembung pemberian Arta di bus tadi. Namun, untuk minta Eva malu. Dirinya tidak dekat dengan mereka. Pun hendak ngumpul bareng, Eva segan sendiri. Akhirnya ia sok sibuk dengan rambutnya. "Gue ada hairdryer tuh di dalam tas kalo mau make," celetuk Cia salah satu teman sekamar Eva di hotel ini. Eva tersenyum kaku. Eva tahu bahwa itu adalah alat untuk mengeringkan rambut. Namun, Eva tidak tahu

  • Ketua OSIS   Peringatan

    Aurel bersama dua adik kelasnya, Eva dan Uma saling bersenda gurau dan membicarakan hal random untuk mereka bahas. Hingga di mana Selin beserta dua temannya datang memasuki kantin dan duduk di salah satu bangku kosong yang berada di pojok kiri, Eva langsung melirik Aurel memberikan isyarat lewat tatapan mata. Aurel mengangguk pasti menanggapinya. Dia berdiri sembari membawa gelas minumannya yang masih terisi setengah. Tentu saja tindakannya itu diikuti oleh Eva. Sementara Uma yang tidak tahu apa-apa hanya menatap kedua orang itu dengan mata mengerjab bingung. Pada akhirnya ia hanya ikut-ikutan Aurel dan Eva saja menuju bangku di mana Selin bersama dua temannya itu berada. "Hai, Aurel!" sapa salah satu teman Aurel dengan senyum manis tetapi penuh manipulatif. "Are you wanna join here?" tanyanya sok asik. Sayangnya sapaan basa basi tersebut tidak mendapat gubrisan apapun dari Aurel. Justru Aurel mendengus remeh memandang ketiga orang itu dengan tatapan jijik yang sangat kentara. Aurel

  • Ketua OSIS   Menandai

    Jika hendak menganalisa akun lambe turah masing-masing sekolah favorit di Jakarta Selatan ini, maka sudah pasti Taruna Bangsa akan menjadi miss dalam mencari sensasi. Followers dan jumlah upload-nya nyaris sebanding, terus bertambah setiap hari karena pasti selalu ada saja hal-hal mengejutkan yang diposting oleh adminnya. Diketahui bersama pula bahwa admin akun gosip SMA ternama tersebut tidak hanya segelintir orang saja, tetapi hampir seluruh siswi dari kelas 12. Oleh karena itu sulit bagi mereka yang tidak punya kekuasaan untuk mencari tahu dalang yang sebenarnya jika terjadi sesuatu. Tak peduli hanya kabar burung yang belum pasti kebenarannya seperti separuh video yang dapat mengundang salah paham bahkan menciptakan kontroversi, yang mereka tahu hanya memposting itu semua dan menyebarkannya untuk menarik perhatian para netizen! Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena gila kepopuleran sehingga berbagai cara dilakukan sampai kehausan sensasi! Usai menenangkan Eva yang bersedih,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status