Share

Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan
Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan
Penulis: Tifa Nurfa

Bab 1 (Perubahan Sikap Mas Yudi)

"Mas, ini tehnya," ucapku meletakkan secangkir teh hangat untuk Mas Yudi suamiku, dan menjatuhkan bobotku di sampingnya.

"Hmm," jawab Mas Yudi tanpa menoleh sedikitpun ke arahku, jemarinya sibuk dengan ponselnya.

Seperti biasa usai pulang kerja, selalu aku suguhkan teh panas untuk lelaki yang sudah membersamaiku selama 16 tahun ini.

Melihat responnya cuek seperti itu membuatku jadi kikuk sendiri, aku menatap lelaki yang duduk di sampingku ini, namun tak juga bergeming. Bahkan seolah tak menganggapku ada, sepertinya gawainya lebih menarik perhatiannya.

"Ya sudah, Aku siapkan makan malam buat Mas, ya!"

Aku bangkit, Mas Yudi hanya mengangguk, sepertinya memang dia sedang sibuk, sampai-sampai untuk menjawab ucapanku saja enggan.

Segera aku panaskan makanan yang sudah aku masak siang tadi, hari ini sengaja aku masak menu spesial, lain dari hari biasanya, berharap Mas Yudi kembali hangat padaku.

Beberapa hari ini memang aku rasakan sikapnya sedikit berubah, entahlah atau mungkin cuma perasaanku saja yang terlalu ingin di perhatikan.

Aku tak boleh suudzon pada suamiku sendiri, batinku.

"Rizki! Sini maem dulu, Sayang!" teriakku pada putra semata wayangku, yang sedari tadi sibuk dengan mainan legonya.

"Iya, Mah!" sahutnya, kemudian berlari ke arahku.

"Mainannya udah di beresin belum, Sayang?"

"Belum, Mah! Nanti aja Mah, abis maem Riski mau lanjut main lagi," jawabnya seraya menarik kursi dan duduk manis menggemaskan.

"Ya sudah, sekarang Rizki panggil Ayah, ajak makan sama-sama ya," titahku dan sekejap kemudian ia sudah berlari menuju ruang tamu tempat ayahnya duduk.

"Ayah, Ayo makan! Aku udah lapar nih!"

"Iya sebentar lagi ya, Nak!"

"Sekarang aja ayo! Ayah Kita makan sama-sama!" 

"Kalau Rizki lapar, Rizki makan duluan aja sama Mamah."

"Nggak! Rizki maunya makan sama-sama, Mamah sama Ayah"

Terdengar Rizki merengek membujuk Ayahnya. Kupercepat menuang semur daging, yang telah selesai kupanaskan ke dalam mangkok saji, dan kemudian dengan sedikit berlari aku menghampiri mereka.

Tampak Mas Yudi masih sibuk dengan ponselnya, tak mengindahkan Rizki yang ada di hadapannya.

"Mas! Simpan dulu lah ponselnya,kasihan Rizki dari tadi kamu cuekin!" ucapku ketus.

"Iya, Iya! Ya sudah ayo makan! Jawabnya lalu bangkit mendahului kami, terlihat senyum merekah di wajah mungil Rizki yang mengekor di belakangnya.

"Kamu kenapa sih, Mas? Cuekin aku, sikapmu berubah, kalau aku punya salah, kasih tau aku, jangan seperti ini!" cetusku penuh penekanan, rasanya jengah aku dengan perubahan sikapnya.

"Berubah apanya! Aku biasa aja, kamu aja yang lebay! Aku juga capek setelah kerja seharian!" balasnya tanpa menghiraukan aku.

"Tumben kamu masak enak, Sin!" ujar Mas Yudi yang sudah duduk di depan meja makan, dan melihat menu semur daging sapi, cap cay, dan udang goreng tersaji di meja makan.

"Iya, Mas! Sekali-kali bolehkan, kita makan enak!" sahutku sambil mengisi piringnya dengan nasi dan menyerahkan padanya.

"Hmm," Lagi-lagi hanya anggukan yang ia perlihatkan padaku.

Aku sedikit heran dengan sikap suamiku, Mas Yudi yang biasanya hangat saat bercengkrama denganku dan Rizki, kini lebih banyak waktunya tersita untuk menatap benda pipih miliknya itu, dan cenderung cuek pada kami. Ada apa sebenarnya dengan Mas Yudi?

"Mamah ambilin nasi juga donk, buat aku!" seru Rizki mengagetkanku.

"Ah, iya Sayang! Sini piringnya, Sayang," jawabku tersenyum, dan sedetik kemudian pandanganku kembali pada lelaki yang sedang sibuk melahap makanan yang kusuguhkan.

Beberapa kali aku coba tanyakan perihal sikapnya yang dingin, ia selalu menjawab sedang sibuk dengan pekerjaannya.

Mas Yudi seorang dekorator, lebih tepatnya dekorator pernikahan. Mas Yudi memiliki sebuah galeri dekor untuk menjalankan usahanya, ia juga memiliki beberapa pegawai yang membantunya menjalankan bisnisnya, beberapa koleganya seperti tukang rias, MUA dan Wedding Organizer juga kerap kali bekerjasama dengannya.

Suasana di meja makan begitu hening, hanya sesekali ocehan Rizki yang terdengar, Aku hanya tersenyum menanggapi ocehan putraku.

Selera makanku hilang melihat sikap suamiku yang akhir-akhir ini menjadi pendiam.

Aku terus memutar ingatanku, adakah kesalahan yang aku lakukan belakangan ini hingga membuatnya begitu cuek padaku? 

Rasanya semuanya baik-baik saja, aku selalu berusaha melayani keperluannya dengan sebaik mungkin.

"Ayah, nanti selesai makan temenin aku main, ya!" ucap Rizki pada ayahnya, mungkin dia juga merasa kangen belakangan ini ayahnya jarang menemaninya bermain.

"Rizki nanti temenin Main sama Mamah, Ya! Ayah mau keluar sebentar, ada urusan sama Om Rizal," jawab Mas Yudi datar menanggapi permintaan putranya.

Rizal salah satu pegawainya yang menjadi orang kepercayaan Mas Yudi.

Rizki hanya mengangguk tanpa protes dengan ayahnya, Rizki memang anak yang cerdas dan penurut, sesuai namanya 'Rizki' merupakan rezeki terbesar dalam hidupku, di anugerahi seorang anak yang sholeh.

"Urusan apa, Mas?" tanyaku penasaran.

"Biasa masalah kerjaan," jawabnya singkat, lalu bangkit terlihat ia sudah melahap habis makanannya.

Aku mengangguk dan tak ingin bertanya apapun lagi, mungkin memang urusan pekerjaan yang penting pikirku.

Mataku terus mengikuti arah suamiku yang menuju keluar, dan terdengar ia menerima telepon dari seseorang.

"Iya, Aku segera kesana, ya!" ucap Mas Yudi pada seseorang di seberang sana, ia terlihat begitu bersemangat.

Siapa kira-kira yang yang menghubungi Mas Yudi, apa Rizal? Atau orang lain?

"Sin! Nanti kamu tidur duluan aja! Nggak usah nungguin aku pulang, aku bawa kunci sendiri," ucapnya tiba-tiba menghampiri kami yang masih di meja makan.

"Iya, Mas! Siapa tadi yang menghubungimu, Mas?" tanyaku. Lebih baik aku tanyakan langsung daripada penasaran atau menduga-duga.

Mas Yudi terlihat melipat keningnya, mendengar pertanyaanku, padahal hanya pertanyaan sepele yang sangat wajar di tanyakan istri pada suaminya.

"Hmm, itu tadi Rizal, dia sedikit bingung dengan permintaan klien, makanya ingin aku yang langsung bicara dengan klien," jelasnya dengan sedikit salah tingkah.

Entah rasanya aku tak puas mendengar penjelasan dari suamiku, perasaanku juga sedikit tak enak, atau hanya perasaanku saja. Tapi aku berusaha untuk mempercayainya.

Usai menyelesaikan makan malam dan segera membereskan semuanya, kemudian menemani Rizki bermain sambil belajar berhitung dan mengenal huruf.

"Mah, kenapa Ayah sekarang jarang mau main sama Rizki? Apa karena Rizki nakal? Tapi Rizki udah janji sama Ayah, Rizki nggak akan nakal lagi,"

Aku terhenyak mendengar perkataan polos yang terlontar dari bibir mungil anakku.

"Sayang! Ayah bukannya nggak mau main sama Rizki, hanya saja belakangan ini Ayah sedang banyak pekerjaan, jadi belum sempat main sama Rizki," ucapku menangkup wajah tampan putraku yang sangat mirip dengan ayahnya ini.

Aku menatap mata indahnya, dengan penuh cinta, mencoba merasakan yang ia rasakan. Sebagai anak laki-laki mungkin ia merasa lebih seru jika bermain dengan ayahnya.

Ia pun mengangguk tersenyum, memahami kondisi ayahnya.

"Nanti kalau Ayah udah nggak sibuk, pasti nanti Ayah mau main lagi sama Rizki, sekarang Rizki bobok dulu yuk! Sekarang sudah waktunya bobok," ajakku mengalihkan perhatiannya.

Aku menggandeng tangan mungilnya menuju kamarnya, tak lupa rutinitas sebelum tidur yang aku ajarkan padanya, cuci tangan dan gosok gigi sebelum bersiap tidur.

Kubaringkan tubuhku di sampingnya, membacakan dongeng kesukaannya untuk menghantarkan tidurnya, sebelumnya doa sebelum tidur ia lafalkan dengan lancar.

Sepuluh menit berselang, kulihat ia sudah terlelap dengan dengkuran halus terdengar teratur. Aku menatap wajah damai dalam tidurnya. Aku menarik selimut tuk menutupi tubuh mungilnya, tak lupa kukecup lembut keningnya. Betapa aku sangat menyayanginya.

Yah, kehadiran Rizki dulu memang sangat kami tunggu. Baru pada tahun ke sepuluh usia pernikahan kami, Rizki hadir di rahimku. Tentu Mas Yudi pun sangat bahagia mendengar kabar kehamilanku, kehidupan kami nyaris sempurna dengan kehadiran Rizki.

Aku matikan lampu kamar,dan menggantinya dengan lampu tidur, kemudian meninggalkan Rizki lelap dalam tidurnya.

Aku melirik jam dinding yang berdetik di dalam kamarku, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 tapi belum juga ada tanda-tanda Mas Yudi pulang. Kuraih benda pipih di atas nakas, dan mencoba menghubungi suamiku. Namun hasilnya nihil ponsel Mas Yudi mati, tidak dapat dihubungi.

Kemana kamu sebenarnya, Mas? tanyaku dalam hati. 

Ah, Rizal, Yah aku coba telpon Rizal, mungkin sekarang ia sedang bersama Mas Yudi. Tanpa pikir panjang segera aku mencari kontak Rizal, beruntung aku punya kontak Rizal.

Segera aku menghubungi pegawai suamiku itu.

Tuut ...

Tuut ...

Suara panggilan tersambung, menunggu empunya nomer segera mengangkat ponselnya.

"Hallo, Assalamu 'alaikum, Mbak Sintya?"

Alhamdulillah suara Rizal terdengar dari seberang sana.

"Hallo, Rizal! Iya ini Mbak, cuma mau tanya, kamu sedang sama Mas Yudi?" tanyaku, langsung to the point.

"Mas Yudi? ...

Bersambung...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ariezusroni
menunggu sambungannya seru mau tau lebih jauh lanjutannya ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status