Mereka mendekat dan berbalik ke arah pintu untuk menengok sesuatu."Bos sudah pergi?" tanya salah satu orang berbadan besar tadi."Sudah.""Sip. Bocah ini mau kita apakan? Masa langsung kita habisi?" Sialan! Orang segede gini dibilang bocah. Baiklah kalau begitu, mari kita main!"Bang, Abang. Mantra ini punya ajian semar ngibing loh. Jadi, misal kalau kalian bisa mendapatkan sesuatu dari Mantra, kalian bisa kaya tujuh turunan. Nggak percaya?" Mereka yang tadi sudah agak mendekat, bertambah mendekat."Nggak usah coba ngibulin kita. Memangnya kita percaya kayak gituan? Cih!""Ya sudah kalau nggak percaya. Kalian kalau mau bunuh aku misalnya, kalian akan terkena kutukan gemukku seumur hidup. Jadi, misal kalian punya istri atau anak nanti kalian akan mendapati semuanya kayak Mantra gini. Badan gendut plus obesitas, mau?" geetakku lembut. Suara aku buat sedayu mungkin agar mereka mau membukakan tali pengikatku."Hahaha, hari gini takut kutukan? Heh, bocah gendut. Kami sudah punya banyak
Aku menunggu kepulangan simbok dari pasar dengan membersihkan rumah beliau. Hanya pekerjaan ringan seperti menyapu dan membersihkan bekas makan. Karena badanku yang begitu besar tak ada baju yang muat, aku memakai kain jarik untuk menutupi tubuhku sembari menunggu simbok pulang membawakan baju.Sepoi angin di pagi ini membuat suasana dusun Suka Asri menjadi damai. Hanya suara kicauan burung dan juga hewan-hewan ternak yang menambah aura pedesaan kian terpancar."Assalamualaikum," salam seseorang dari arah depan. Aku yang berada di samping rumah simbok habis menyapu memilih mengintip karena aku tak pakai baju dan hanya kembenan jarik.Tampak laki-laki berkemeja batik mengetuk pintu berulang dan kembali mengucap salam. Tak tega, aku memilih membalasnya tanpa menampakkan muka."Waalaikumsalam. Maaf Kisanak, Simbok Muti sedang keluar. Beliau sedang berdagang jamu di pasar dan tidak tahu kapan pulangnya. Kembali saja sore nanti," teriakku. Aku kembali mengintip dan orang itu sudah tak ada
Aku sangat senang mendapatkan ponsel bekas dari Bagas. Meski seken, tapi mereknya bukan kaleng-kaleng. Logo buah apel digigit menjadi tanda bahwa ponsel ini harganya cukup menguras kantong versi gue. "Mbok, kok tiba-tiba Mas Bagas kasih pinjam ponsel ini?""Nggak pinjam, itu dikasih tadi waktu pulang," ucap Mbok lagi tapi aku nggak begitu yakin."Yakin Mbok ini dikasih? Mbok tahu ini harganya berapa?""Ya nggak lah. Mbok mana tahu itu harga ponsel, kalau harga cabe sama beras Mbok tahu."Aku dan Simbok tertawa. Ternyata aku dan Simbok sama-sama kocak dan lugu, eh …"Ini tuh harganya 17 juta, Mbok.""Apa?! Ah, nggak usah bohong. Mana ada ponsel harganya segitu. Mbok tahunya ponselnya yang harganya 200 ribu," ucapnya santai lalu masuk kamar untuk menyibak ranjang bersiap tidur. "Ih, nggak bohong, Mbok. Hp apa yang harganya 200 ribu? Hape yang layarnya hitam putih kek hidup Dara gini ya?""Iya." Lagi-lagi kami tertawa. Kami merebahkan tubuh bersama. Meski ranjang berbunyi saat aku nai
Saat aku pulang ternyata simbok sudah pergi ke pasar. Aku mengambil air putih dan meminumnya, badan ini terasa mau copot setelah lelah berolahraga. Aku melihat ada secarik kertas diatas meja yang ditutupi gelas.Aku raih dan membacanya. 'Jamunya diminum 3× sehari, simbok pulang sore. Kamu hati-hati di rumah, jangan pergi jauh-jauh.' Aku tersenyum membacanya. Simbok benar-benar wanita yang baik, aku sampai lupa jika aku sudah memiliki Bunda sebagai ibu, hahahaAku minum jamu yang rasanya aneh ini. Pahit sedikit pedas dan baunya, euy … enggak banget. Kalau nggak demi kurus, ogah aku meminumnya.Setelah minum jamu, aku pergi ke sumur untuk mandi. Rumah pedesaan ini memang kerap masih menggunakan sumur sebagai media pengairan. Aku melihat air di baskom besar yang sudah terisi, sepertinya simbok sengaja mengisinya untukku mandi. Tanganku belum kering benar dan aku harus berhati-hati melakukan aktivitas apapun.Dinginnya air sumur ini, membuat badanku begitu segar. Setelah mandi aku duduk
Happy Reading"Pergi kemana, Mbok?" tanyaku sambil menahan nafas yang ngos-ngosan."Ya intinya pergi. Wes ndak usah angel-angel mikirnya, intinya saiki jomblo. Kalau mau gaet, ndak ada yang bakal marah," kelakar simbok. "Lah, Mbok. Ya nggak mungkin dia mau sama mantra, lihat modelan Dara kayak gini. Mirip ikan buntal, lihat aja ogah apalagi jadi pacarnya.""Hidup harus pede dan optimis. Jika kamu nggak optimis gini gimana mau maju? Yang ada semakin hari semakin mundur, mau kayak gitu-gitu aja?""Ya nggak lah. Memang harus ya Mbok pede kalau badan gini?""Iya harus pede lah, memang gede begini keinginan kamu. Banyak bersyukur maka Allah permudah urusanmu," ucap Simbok membuatku tersenyum. Akhirnya aku sampai di kebun belakang rumah Bagas. Rumahnya lumayan gede bagi ukuran di desa ini bisa dikatakan mewah. Bagaimana tidak, di sekeliling rumahnya kecil semua dan hanya rumah Bagas yang lumayan."Nih kamu pengangin ini aja. Mbok yang cukil kunyitnya, kamu jangan angkat yang berat-berat k
*Happy Reading*Sebulan sudah aku menjalani masa diet yang mbok Muti sarankan. Dari minum jamu herbal hingga jamu racikan serta olahraga ketat. Hari ini aku menyempatkan diri menimbang berat badan di apotik sebelah pasar. Hasilnya cukup membuat aku terkejut. Dari berat badan yang tadinya 87 kg sekarang sudah menjadi 71 kg. Ini sudah menjadi suatu prestasi yang luar biasa. Diet sehat tanpa sedot lemak maupun mengkonsumsi obat berbahaya, Akhirnya bisa aku jalankan dengan bantuan Mbok Muti sebagai moderator dietku." Gimana hasilnya?" tanya si mbok yang menunggu di luar Apotek." Alhamdulillah, Mbok. Dara sedikit kurusan," ucapku antusias."Cuma sedikit? Padahal Mbok lihat badan kamu sudah banyak perubahan loh," ujar simbok merasa sedih."Hehehe iya, Mbok, banyak kok. Tadinya 87 sekarang sudah jadi 71 Mayan lah, mungkin bulan besok sudah bisa seperti Artis Inul Daratista atau Olla lamran. Bukan begitu, Mbok?""iya iya, tapi Mbok tidak menyarankan untuk berkurang banyak lagi soalnya ini s
Happy Reading"Kak Bagas, nih ponselnya." Aku sodorkan ponsel apple .miliknya yang dipinjamkan dua bulan untukku pakai."Loh, kok dikembalikan?""Aku mau pulang.""Pulang?" Sepertinya Bagas bingung dengan yang aku katakan. Selama ini kami tak pernah berbincang mengenai asal usulku. Aku juga sengaja tak memberinya tahu agar jika aku pergi nanti, tak ada yang mencariku ke rumah. Sama seperti di kampung Bunda, aku juga tak memberi informasi dimana aku tinggal dengan simbok."Aku hendak pulang ke daerah asalku. Aku bukan anak simbok, aku hanya gadis gemuk yang malang dan tersesat sampai di rumah Mbok Muti waktu itu. Dan beliau membantuku untuk kembali bangkit dan bersemangat dengan membuatku berbadan ideal seperti sekarang. Aku senang bertemu dan berteman denganmu, makasih ya," ucapku jujur. Dia masih terpaku, menatap diriku dengan mata tak berkedip."Hay."Dia tersadar dan langsung memegang kedua tanganku."Kamu bohong 'kan?"Kok bohong? Serius, kalau nggak percaya nanti tanya sama sim
*Happy Reading"Mbok, Dara harus pulang sekarang. Maaf, Bundaku masuk rumah sakit. Jadi, Dara nggak bisa nunggu sampai besok," ucapku panik.Setelah diantar Bagas tadi, Aldi telpon dan sedikit memarahiku karena belum juga pulang. Yana juga menelponku kembali, mengabarkan jika Bunda akhirnya dilarikan ke rumah sakit."Oalah, baiklah. Mbok temani ke terminal ya?" tanya Simbok Muti."Tidak usah, Mbok. Dara dijemput adik Dara. Sekarang sedang menuju ke sini," ucapku. Baru saja diperbincangkan, aku mendengar mobil berhenti di depan halaman rumah Mbok Muti. Awalnya ragu menunjukan alamat rumah simbok, tetapi lagi-lagi Radit dan Aldi mendesakku."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," jawabku dan Simbok."Maaf, Bu. Apa benar ini tempat persinggahan kakak saya, Mantra namanya. Ini fotonya," ucap Aldi menunjukan foto pada Simbok.Aku yang sedang di kamar karena beberes barang yang hendak dibawa pulang. Tak banyak sih, karena memang selama ini hanya ada beberapa barang dari Bagas dan juga baju y