Share

Bab 16

Penulis: Aras
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-16 21:34:36
Tak lama kemudian, suara mobil memasuki halaman rumah. "Nah, itu pasti Mas Fadil," ujar Fahira dengan senyum sumringah, menatap ke arah jendela. Semua mata tertuju pada pintu masuk.

Fadil melangkah masuk dengan wajah lelah namun langsung berbinar melihat kehadiran Fika dan Lutfi. "Assalamualaikum semuanya! Wah, ada tamu istimewa," sapanya ramah sambil menyalami satu per satu. Ia menepuk bahu Lutfi dengan akrab dan tersenyum pada Fika.

"Waalaikumsalam, Mas Fadil! Akhirnya datang juga," sahut Fika ceria.

"Gimana kerjaan, Mas?" tanya Lutfi sopan.

"Alhamdulillah lancar, meskipun agak padat. Tapi semua langsung hilang begitu lihat wajah-wajah ceria ini," jawab Fadil sambil melirik Fahira dan tersenyum lembut. Ia menghampiri istrinya dan mengecup keningnya dengan penuh kasih sayang.

"Capek ya, Mas? Mau aku buatkan teh hangat?" tawar Fahira lembut.

"Boleh, Sayang. Terima kasih," balas Fadil sambil merangkul pinggang istrinya. Mereka berjalan menuju sofa dan duduk bersama, mencipta
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Keturunan Untuk Suamiku   Bab 20

    Pagi yang seharusnya damai di rumah Fadil dan Fahira mendadak terusik dengan kedatangan Bu Rara. Tanpa mengetuk atau mengucapkan salam, ia langsung masuk dan mendudukkan diri di sofa ruang tamu dengan ekspresi tak terbantahkan."Fadil, Mama sudah memikirkannya matang-matang," ucap Bu Rara, suaranya sarat akan perintah dan keyakinan mutlak. "Kamu harus menikah dengan Sabrina. Mama sudah memilihkan wanita yang sehat, subur, agar kamu bisa segera memiliki keturunan. Jangan sia-siakan waktumu lagi."Fadil, yang tengah menikmati sarapan sederhana bersama Fahira di ruang makan, terperanjat mendengar nada bicara ibunya. Ia meletakkan sendoknya perlahan, raut wajahnya mengeras bercampur kecewa. Dengan langkah berat, ia menghampiri ibunya, meninggalkan Fahira yang terpaku di kursinya."Mama," tegur Fadil dengan suara rendah namun penuh penekanan. "Kita sudah membahas ini berkali-kali. Dan jawaban Fadil tetap sama. Fadil tidak akan menikahi siapa pun selain Fahira.""Sampai kapan, Fadil?" balas

  • Keturunan Untuk Suamiku   Bab 19

    Fadil kembali memasuki ruangan rawat inap Fahira. Ia sedikit terkejut mendapati Bu Nika sudah berada di sana, duduk di sisi ranjang sambil menggenggam tangan putrinya. Dengan sopan, Fadil menghampiri ibu mertuanya dan mencium tangannya. "Bunda, maaf Fadil nggak tahu kalau Bunda akan kemari. Tadi Fadil habis dari ruangan dokter. Bunda sama siapa ke sini?" tanyanya lembut."Tadi Fatah yang mengantar, Nak. Tapi Fatah sedang mencari buah untuk Fahira di kantin rumah sakit. Jadi..." Belum selesai Bu Nika berbicara, suara lantang Bu Rara tiba-tiba memotong, "Fahira tidak akan pernah bisa hamil lagi. Iya kan, Fadil?"Seketika, suasana ruangan yang tadinya tenang kembali menegang. Fadil menoleh ke arah ibunya dengan tatapan tajam. "Astaghfirullah, Mama!" bentaknya tanpa sadar, merasa geram dengan ucapan ibunya yang begitu blak-blakan dan tidak memikirkan perasaan Fahira.Fahira yang sedari tadi diam, menatap Fadil dengan wajah penuh harap namun juga ketakutan. Air mata kembali menggenangi pel

  • Keturunan Untuk Suamiku   Bab 18

    Perlahan, pintu ruangan rawat inap terbuka, dan sosok Bu Nika muncul dengan langkah pelan. Matanya langsung tertuju pada putrinya yang terbaring lemah di ranjang. Melihat wajah pucat Fahira dan mata sembapnya, air mata Bu Nika pun tak kuasa tertahan. Hatinya hancur melihat anak perempuannya harus menghadapi takdir seberat ini, terlebih tanpa kehadiran sang ayah di sisinya untuk menguatkan. Dengan langkah tertatih, Bu Nika mendekati ranjang Fahira. Ia meraih tangan putrinya yang terasa dingin dan menggenggamnya dengan lembut. Kemudian, dengan penuh kasih sayang, ia mencium punggung tangan Fahira. Merasakan sentuhan lembut ibundanya, pertahanan Fahira runtuh seketika. Tangisnya yang sedari tadi tertahan kembali pecah. Ia menatap Bu Nika dengan mata berkaca-kaca, bibirnya bergetar menahan isak. "Bunda... Fahira... gagal..." lirihnya dengan suara tercekat, seolah beban seluruh dunia tertumpu di pundaknya. Bu Nika menggelengkan kepalanya perlahan, air matanya ikut menetes membasahi pi

  • Keturunan Untuk Suamiku   Bab 17

    Setibanya di rumah sakit, Fadil dengan sigap membawa Fahira masuk ke ruang gawat darurat. Para perawat dan dokter langsung bergerak cepat menangani Fahira yang tampak kesakitan dan terus mengeluarkan darah. Fadil hanya bisa menunggu dengan cemas di luar ruangan UGD, mondar-mandir dengan gelisah sambil terus memanjatkan doa dalam hati. Tak lama kemudian, dengan tergesa-gesa, Bu Rara tiba di rumah sakit. Wajahnya tampak tegang dan penuh kekesalan. Begitu melihat Fadil yang sedang duduk tertunduk di kursi tunggu, ia langsung menghampirinya dengan langkah cepat. "Fadil!" seru Bu Rara dengan nada tinggi, membuat beberapa orang di sekitarnya menoleh. Fadil mendongak, menatap ibunya dengan wajah lelah dan khawatir. "Kalau begini, mama nggak jadi punya cucu dong! Ceroboh sekali dia, tidak bisa menjaga kandungannya dengan benar!" ucap Bu Rara dengan nada sinis dan penuh kekecewaan. Air mata tampak berkaca-kaca di matanya, namun bukan karena khawatir pada Fahira, melainkan karena kekecewaan

  • Keturunan Untuk Suamiku   Bab 16

    Tak lama kemudian, suara mobil memasuki halaman rumah. "Nah, itu pasti Mas Fadil," ujar Fahira dengan senyum sumringah, menatap ke arah jendela. Semua mata tertuju pada pintu masuk. Fadil melangkah masuk dengan wajah lelah namun langsung berbinar melihat kehadiran Fika dan Lutfi. "Assalamualaikum semuanya! Wah, ada tamu istimewa," sapanya ramah sambil menyalami satu per satu. Ia menepuk bahu Lutfi dengan akrab dan tersenyum pada Fika. "Waalaikumsalam, Mas Fadil! Akhirnya datang juga," sahut Fika ceria. "Gimana kerjaan, Mas?" tanya Lutfi sopan. "Alhamdulillah lancar, meskipun agak padat. Tapi semua langsung hilang begitu lihat wajah-wajah ceria ini," jawab Fadil sambil melirik Fahira dan tersenyum lembut. Ia menghampiri istrinya dan mengecup keningnya dengan penuh kasih sayang. "Capek ya, Mas? Mau aku buatkan teh hangat?" tawar Fahira lembut. "Boleh, Sayang. Terima kasih," balas Fadil sambil merangkul pinggang istrinya. Mereka berjalan menuju sofa dan duduk bersama, mencipta

  • Keturunan Untuk Suamiku   Bab 15

    Beberapa hari kemudian, Fika, adik perempuan kedua Fahira datang kerumahnya untuk silaturahim. Lutfi, calon suami Fika mendampinginya. "Assalamu'alaikum!" Sapa Lutfi sambil masuk ke dalam rumah Fahira. "Waalaikumsalam, eh nak Lutfi. Libur kamu?" Lutfi menyalami tangan Bu Nika dan tersenyum, "Iya bun, Lutfi sengaja ambil libur yang sama dengan Fika biar Lutfi bisa temani Fika kerumah kak Fahira. Bunda bagaimana? Sehat?" Tanya Lutfi dengan ramah. "Alhamdulillah, sehat nak. Fika mana?" Tanya Bu Nika. "Tadi bareng sih masuknya... Sayang?" Lutfi mencari-cari. Lalu Fika masuk ke rumah Fahira dan langsung memeluk Fahira dan ibundanya sambil membawa sebungkus siomay. "Ibun... Kakak..." Ucapnya dengan Siomay yang masih ada di mulutnya. "Itu tuh masih ada di mulut kamu. Aku pikir kamu nggak ikut dek." Ucap Fahira sambil membalas pelukan adiknya untuk mengobati rasa rindu. Meskipun di masa lalu mereka selalu berdebat, saat sudah memiliki kehidupan masing-masing, mereka saling merindukan.

  • Keturunan Untuk Suamiku   Bab 14

    Usai makan malam yang diwarnai kehangatan dan sedikit ketegangan, Bu Nika dan Fatah dengan sigap membantu Bi Ida membereskan sisa-sisa hidangan. Sementara itu, Bu Rara sudah berpamitan pulang lebih awal. Di kamar mereka, Fadil dan Fahira khusyuk menunaikan sholat Isya berjamaah, memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan. Di dapur, saat mereka sedang mencuci piring, Fatah menghela napas panjang. "Bun," celetuknya pelan, "kenapa sih mamanya Kak Fadil kayak gitu? Kayak si paling oke aja." Nada bicaranya menunjukkan ketidakmengertian dan sedikit kekesalan. Bu Nika mengusap lembut kepala putranya. "Nak... sudah, kamu jangan bicara seperti itu ya. Mungkin beliau juga khawatir sama Kakakmu dan cucunya. Setiap ibu punya cara sendiri untuk menunjukkan perhatiannya, meskipun terkadang caranya tidak selalu tepat di mata kita." Bu Nika berusaha memberikan pengertian, meskipun ia sendiri juga merasakan sikap kurang menyenangkan dari ibu mertua Fahira. Ia berharap Fatah tid

  • Keturunan Untuk Suamiku   Bab 13

    Sabrina berdiri termenung di balkon vila yang menghadap pemandangan pegunungan Bandung yang asri. Angin sepoi-sepoi menerpa rambutnya yang tergerai. Kamila, sahabatnya sejak kuliah, menghampirinya dengan membawa secangkir teh hangat. "Kenapa, Na? Mikirin Pak Fadil lagi?" tanya Kamila dengan nada sedikit malas, sudah hafal dengan topik yang seringkali memenuhi pikiran sahabatnya itu. Sabrina di luar kantor, menunduk dan menghela napas panjang. "Gue sebenarnya udah interest sama beliau dari sebelum nikah," ujarnya lirih, menerawang jauh. "Dia kan nggak pernah publish siapa perempuan yang lagi dekat sama dia. Tiba-tiba aja dia nikah. Padahal gue udah jadi sekretaris dia udah lama. Gue pikir... ada kesempatan." Nada suaranya terdengar menyesal. Kamila menghela napas dan meletakkan cangkir teh di meja balkon. "Gue ngerti perasaan lo, Na. Nggak enak emang, udah lama suka, eh taunya dia udah punya istri. Tapi sekarang situasinya beda. Pak Fadil udah bahagia sama Mbak Fahira. Udah jelas

  • Keturunan Untuk Suamiku   Bab 12

    "Sayang, nanti sore aku ada Family Gathering ke Bandung sama rekan kerja aku. Kamu ikut ya?" Ujar Fadil sambil menuangkan air mineral ke gelasnya. Fahira duduk di kursi ruang makan dan mengoleskan selai ke rotinya. "Mas, itu kan acara kamu. Aku nggak akan ikut campur." "Tapi kan 2 hari sayang, nanti kalau mama kesini dan ngerecokin kamu lagi gimana? Mendingan kamu ikut aku aja ya." Fadil mulai memohon dan memeluk leher Fahira dari belakang dan mencium ujung kepala Fahira. "Nih, mas makan dulu. Nanti lapar loh kerjanya." Fahira memberikan roti selai kepada Fadil. Fadil pun menghela nafas. Tiba-tiba Fahira merasa mual dan pusing. "Mas... Kok kepala aku pusing banget ya? Aku... huekk." Fahira berlari ke kamar mandi dan ia muntah-muntah. "Kamu kenapa sayang?" Fadil mengusap punggung Fahira dengan lembut. Fahira masih lemas setelah muntah. Wajahnya pucat dan keringat dingin membasahi dahinya. "Nggak tahu, Mas... tiba-tiba aja perut aku nggak enak banget," jawab Fahira dengan suara le

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status