Share

Bab 2 : Wisnu

Kinan merutuki kebodohannya untuk tetap menerima tawaran dari sang ibu, luar biada sekali. Sekarang ia harus menunggu pria yang menyebut dirinya biro jodoh itu. Kinan melirik ke arah jarum jam, sudah pukul 9 pagi rupanya, pria itu akan datang. Kinan berdeham pelan, merapikan sedikit gaun floralnya. Tak lama lonceng yang sengaja ia gantung di atas pintu toko berbunyi, pertanda seseorang datang. Tepat waktu juga pikirnya, Kinan memasang wajah datang saat pria itu dengan gagah melangkah masuk. "Bagaimana?"

Apanya yang bagaimana? Dia tidak lihat, wajah Kinan sekarang begitu kesal. "Sekarang apa?"

"Anda sudah siap rupanya," katanya setelah sesaat melihat penampilan Kinan.

Kinan mendesah kesal, ini adalah perbuatan sang ibu yang memaksanya memakai gaun floral selutut ini. "Katakan cepat, sekarang apa? Aku ingin segera menyelesaikan hal ini dan hidup dengan tenang lagi."

"Anda harus memulainya dengan tenang, tidak akan ada hasil yang sempurna jika Anda terlalu terburu-buru." Melipat tangannya di dada, pria itu menatap wajah Kinan sesaat. "Saya sudah memilih pria-pria terbaik untuk wanita cantik seperti Anda, jadi nikmati semua ini."

Sesaat Kinan diam, otaknya yang kecil itu mulai berpikir. "Bisakah aku membatalkan semua ini dan Anda mengembalikan uang Ibu saya?"

"Oh tidak bisa Nona, apa yang sudah disetujui tidak dapat dibatalkan begitu saja," terangnya. Wajahnya benar-benar beringas sekali, sangat tidak cocok dengan pekerjaannya.

Kinan memejamkan matanya sejenak, mengatur napasnya dan bertanya, "kalau begitu cepat katakan, apa yang harus kulakukan. Aku tidak punya cukup waktu."

Pria itu merogoh jas hitamnya, mengeluarkan selembar foto yang Kinan pilih kemarin dan menunjukkannya kembali ke arah wanita itu. "Namanya Wisnu, 32 tahun, seoranga manager di sebuah perusahaan swasta terkenal di ibukota."

Kinan berusaha mendengarkan, meski ia tidak tertarik sama sekali untuk ingin tahu. 

"Dia sudah menunggu Anda, bersiaplah menjelajahi perpustakaan dan tersesat dalam pesonanya."

Kinan serasa ingin tertawa, pesona? Pesona apa yang dimiliki oleh seorang pria yang menenggelamkan separuh wajahnya di buku-buku tebal? Tentu saja, pria semacam itu bukan tipenya. "Meski aku tidak menyukainya, aku tetap harus menemuinya?"

Pria itu mengangguk pelan. "Ya, Anda tidak akan pernah tahu apakah Anda menyukainya sebelum Anda bertemu. Begitulah caranya."

"Baik, berapa menit? 15 menit?" tanya Kinan sembari menarik tas sampingnya. 

"Satu jam."

"Hah?" Kinan tidak salah dengar kan? 1 jam? Bertemu dengan seseorang seperti itu selama 1 jam? Bukankah itu akan membuang-buang waktu?"

"Ayolah, ini bukan seperti yang ada pada drama yang sering para remaja tonton. 15 menit tidak bisa langsung membuat seseorang jatuh cinta."

Lama-lama Kinan muak sendiri, lebih baik ia segera menemui pria bernama Wisnu itu agar ia bisa pulang ke toko bunganya kembali. "Aku tidak punya waktu, aku akan pergi sekarang."

"Ya, lebih cepat lebih baik." Pria itu berjalan mengikuti Kinan, menunggu wanita itu mengunci tokonya sebentar lalu beranjak ke tempat yang ingin mereka tuju. 

"Oh iya, perkenalkan namaku Noah," katanya memperkenalkan diri setelah berada di dalam mobil.

Kinan hanya tersenyum kecil, tanpa berniat terlalu akrab dengan seseorang yang pekerjaannya sangat ia benci itu. "Anda membuang-buang waktu dengan kerja sebagai seorang biro jodoh."

"Saya mendapat bayaran yang tinggi untuk setiap tugas," katanya seraya tetap fokus menyetir mobil sedan hitam miliknya. "Membuang waktu bukanlah hal yang salah, jika Anda bisa menghasilkan uang yang banyak."

"Memang tarifnya berapa?" katanya Kinan mulai penasaran.

Jari telunjuknya ia taruh di atas bagian bawah bibir tebalnya, sembari melirik sekilas Noah menjawab. "500 juta."

Gila. Kedua bola mata Kinan hampir saja keluar dari tempatnya. Apakah ibunya mengeluarkan uang sebanyak itu demi mendapatkan pasangan  untuk dirinya? 

"Tersedia beberapa paket dan Ibu Anda memiliki paket tertinggi."

Kinan semakin tidak bisa berkata-kata, ia bahkan tidak sadar telah sampai di depan gedung perpustakaan besar yang terkenal di ibukotanya. 

"Kita sudah sampai, saya akan menunggu. Setelah selesai, Anda bisa keluar jika ingin saya mengantar Anda kembali. Tapi, jika Anda ingin pulang dengan pasangan Anda saya tidak akan menunggu."

Kinan semakin hilang akal, ia melepas sabuk pengaman di tubuhnya. Sebelum keluar ia berkata, "antar saya pulang nanti."

"Oke, saya akan tunggu."

Kinan langsung bergegas masuk, menaiki beberapa anak tangga kecil sebelum akhirnya masuk ke dalam gedung perpustakaan tersebut. Ia sudah pernah beberapa kali datang ke perpustakaan ini saat semasa kuliah dulu. Keadaannya masih sama, sangat mega dengan arsitektur kuno yang melapisi setiap bangunan.

"Kinan?" 

Hampir saja Kinan terjatuh di tempatnya, kalau saja ia tidak berhasil menyeimbangkan tubuhnya. Kinan memagang dadanya, ia baru saja dibuat kaget oleh seseorang yang tiba-tiba datang dan menyentuh bahunya tanpa izin. "Siapa?"

"Wisnu."

Kinan terdiam, melihat penampilan pria itu dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Tepat sesuai dugaannya, pria kutu buku dengan kaca mata tebal. "Ah, ya. Saya Kinan."

"Buku apa yang kau sukai?" tanyanya, seraya mengajak Kinan berjalan pelan ke arah rak-rak buku yang berbaris dan tersusun sangat rapi di hadapannya.

"Novel Romansa," jawab Kinan. Setelah beberapa memandangi pria itu, perawakannya jelas tidak sesuai dengan yang Kinan suka. Kemeja dengan celana kain bertali pinggang itu persis membuat Kinan merasa pria itu cuku jadul. Pakaiannya seperti gaya tahun 90an saja. 

"Romansa?" Kening pria itu berkerut. "Apa yang bisa kau pelajari dari cerita-cerita bodoh itu?"

Kening Kinan juga tidak kalah berkerut, jelas memang novel Romansa hanya menyajikan kisah bodoh di dalamnya. Tapi, ada banyak pelajaran hidup yang bisa ia pelajari di dalamnya. "Novel Romansa mengajarkan kepadaku bahwa pernikahan tidaklah selalu menjadi sebuah jalan menuju kebahagiaan."

"Jadi maksudmu," kata Wisnu, menghentikan ucapannya sejenak untuk mengambil salah satu buku tebal yang ada di rak nomor dua yang berada di sudut kiri. "Kau tidak percaya dengan pernikahan?"

Kinan mengangguk cepat, pria itu pintar. Ia bisa dengan mudah menangkap maksud Kinan. "Ya, terlalu banyak resiko untuk memulai pernikahan."

"Tapi, kau akan diajarkan untuk dewasa."

Kinan masih sibuk mencari-cari buku-buku yang berjejeran di rak, belum ada satupun yang menarik perhatiannya. "Dewasa tidak bisa diukur dengan hanya kita menikah, bukan?"

"Ya, tapi dengan pernikahan kau mungkin akan lebih bisa bersyukur, menjadi pribadi yang lebih bekerja keras dan tentu saja bertanggung jawab."

Kinan sudah sering mendengar guyonan itu dibanyak adegan drama yang ia tonton. "Lalu, kau apa yang kau sukai?" tanyanya, mengalihkan pembahasan yang sudah cukup sangat memuakkan bagi Kinan dengar.

"Aku hanya suka buku, membaca hal-hal yang mengubah sudut pandangku terhadap dunia ini." 

Mengangguk mengerti, ujung matanya melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kurusnya. 40 menit lagi, kenapa waktu berjalan sangat lambat. Ya Tuhan, Kinan tidak ingin berlama-lama dengan orang yang membosan seperti Wisnu.

Kinan hanya mengangguk sambil sesekali memutar matanya jengah, telinganya terasa berdenging mendengar kalimat-kalimat yang ia sendiri tidak paham maksudnya itu. Noah sialan, kenapa tidak sekalian saja ia mengenalkan dirinya dengan pria lebih membosankan dari ini. 

"Boleh aku meminta nomor ponselmu?"

"Hah?" Kinan terdiam sejenak, sebelum mendesah pelan dan meraih ponsel pria itu. "Tapi, aku tidak punya cukup waktu untuk membalas pesan atau menjawab telepon."

"Tidak apa-apa, aku akan meneleponnya saat malam."

~•~

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status