Home / Romansa / Kinan / Bab 2 : Wisnu

Share

Bab 2 : Wisnu

last update Last Updated: 2021-03-23 23:32:39

Kinan merutuki kebodohannya untuk tetap menerima tawaran dari sang ibu, luar biada sekali. Sekarang ia harus menunggu pria yang menyebut dirinya biro jodoh itu. Kinan melirik ke arah jarum jam, sudah pukul 9 pagi rupanya, pria itu akan datang. Kinan berdeham pelan, merapikan sedikit gaun floralnya. Tak lama lonceng yang sengaja ia gantung di atas pintu toko berbunyi, pertanda seseorang datang. Tepat waktu juga pikirnya, Kinan memasang wajah datang saat pria itu dengan gagah melangkah masuk. "Bagaimana?"

Apanya yang bagaimana? Dia tidak lihat, wajah Kinan sekarang begitu kesal. "Sekarang apa?"

"Anda sudah siap rupanya," katanya setelah sesaat melihat penampilan Kinan.

Kinan mendesah kesal, ini adalah perbuatan sang ibu yang memaksanya memakai gaun floral selutut ini. "Katakan cepat, sekarang apa? Aku ingin segera menyelesaikan hal ini dan hidup dengan tenang lagi."

"Anda harus memulainya dengan tenang, tidak akan ada hasil yang sempurna jika Anda terlalu terburu-buru." Melipat tangannya di dada, pria itu menatap wajah Kinan sesaat. "Saya sudah memilih pria-pria terbaik untuk wanita cantik seperti Anda, jadi nikmati semua ini."

Sesaat Kinan diam, otaknya yang kecil itu mulai berpikir. "Bisakah aku membatalkan semua ini dan Anda mengembalikan uang Ibu saya?"

"Oh tidak bisa Nona, apa yang sudah disetujui tidak dapat dibatalkan begitu saja," terangnya. Wajahnya benar-benar beringas sekali, sangat tidak cocok dengan pekerjaannya.

Kinan memejamkan matanya sejenak, mengatur napasnya dan bertanya, "kalau begitu cepat katakan, apa yang harus kulakukan. Aku tidak punya cukup waktu."

Pria itu merogoh jas hitamnya, mengeluarkan selembar foto yang Kinan pilih kemarin dan menunjukkannya kembali ke arah wanita itu. "Namanya Wisnu, 32 tahun, seoranga manager di sebuah perusahaan swasta terkenal di ibukota."

Kinan berusaha mendengarkan, meski ia tidak tertarik sama sekali untuk ingin tahu. 

"Dia sudah menunggu Anda, bersiaplah menjelajahi perpustakaan dan tersesat dalam pesonanya."

Kinan serasa ingin tertawa, pesona? Pesona apa yang dimiliki oleh seorang pria yang menenggelamkan separuh wajahnya di buku-buku tebal? Tentu saja, pria semacam itu bukan tipenya. "Meski aku tidak menyukainya, aku tetap harus menemuinya?"

Pria itu mengangguk pelan. "Ya, Anda tidak akan pernah tahu apakah Anda menyukainya sebelum Anda bertemu. Begitulah caranya."

"Baik, berapa menit? 15 menit?" tanya Kinan sembari menarik tas sampingnya. 

"Satu jam."

"Hah?" Kinan tidak salah dengar kan? 1 jam? Bertemu dengan seseorang seperti itu selama 1 jam? Bukankah itu akan membuang-buang waktu?"

"Ayolah, ini bukan seperti yang ada pada drama yang sering para remaja tonton. 15 menit tidak bisa langsung membuat seseorang jatuh cinta."

Lama-lama Kinan muak sendiri, lebih baik ia segera menemui pria bernama Wisnu itu agar ia bisa pulang ke toko bunganya kembali. "Aku tidak punya waktu, aku akan pergi sekarang."

"Ya, lebih cepat lebih baik." Pria itu berjalan mengikuti Kinan, menunggu wanita itu mengunci tokonya sebentar lalu beranjak ke tempat yang ingin mereka tuju. 

"Oh iya, perkenalkan namaku Noah," katanya memperkenalkan diri setelah berada di dalam mobil.

Kinan hanya tersenyum kecil, tanpa berniat terlalu akrab dengan seseorang yang pekerjaannya sangat ia benci itu. "Anda membuang-buang waktu dengan kerja sebagai seorang biro jodoh."

"Saya mendapat bayaran yang tinggi untuk setiap tugas," katanya seraya tetap fokus menyetir mobil sedan hitam miliknya. "Membuang waktu bukanlah hal yang salah, jika Anda bisa menghasilkan uang yang banyak."

"Memang tarifnya berapa?" katanya Kinan mulai penasaran.

Jari telunjuknya ia taruh di atas bagian bawah bibir tebalnya, sembari melirik sekilas Noah menjawab. "500 juta."

Gila. Kedua bola mata Kinan hampir saja keluar dari tempatnya. Apakah ibunya mengeluarkan uang sebanyak itu demi mendapatkan pasangan  untuk dirinya? 

"Tersedia beberapa paket dan Ibu Anda memiliki paket tertinggi."

Kinan semakin tidak bisa berkata-kata, ia bahkan tidak sadar telah sampai di depan gedung perpustakaan besar yang terkenal di ibukotanya. 

"Kita sudah sampai, saya akan menunggu. Setelah selesai, Anda bisa keluar jika ingin saya mengantar Anda kembali. Tapi, jika Anda ingin pulang dengan pasangan Anda saya tidak akan menunggu."

Kinan semakin hilang akal, ia melepas sabuk pengaman di tubuhnya. Sebelum keluar ia berkata, "antar saya pulang nanti."

"Oke, saya akan tunggu."

Kinan langsung bergegas masuk, menaiki beberapa anak tangga kecil sebelum akhirnya masuk ke dalam gedung perpustakaan tersebut. Ia sudah pernah beberapa kali datang ke perpustakaan ini saat semasa kuliah dulu. Keadaannya masih sama, sangat mega dengan arsitektur kuno yang melapisi setiap bangunan.

"Kinan?" 

Hampir saja Kinan terjatuh di tempatnya, kalau saja ia tidak berhasil menyeimbangkan tubuhnya. Kinan memagang dadanya, ia baru saja dibuat kaget oleh seseorang yang tiba-tiba datang dan menyentuh bahunya tanpa izin. "Siapa?"

"Wisnu."

Kinan terdiam, melihat penampilan pria itu dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Tepat sesuai dugaannya, pria kutu buku dengan kaca mata tebal. "Ah, ya. Saya Kinan."

"Buku apa yang kau sukai?" tanyanya, seraya mengajak Kinan berjalan pelan ke arah rak-rak buku yang berbaris dan tersusun sangat rapi di hadapannya.

"Novel Romansa," jawab Kinan. Setelah beberapa memandangi pria itu, perawakannya jelas tidak sesuai dengan yang Kinan suka. Kemeja dengan celana kain bertali pinggang itu persis membuat Kinan merasa pria itu cuku jadul. Pakaiannya seperti gaya tahun 90an saja. 

"Romansa?" Kening pria itu berkerut. "Apa yang bisa kau pelajari dari cerita-cerita bodoh itu?"

Kening Kinan juga tidak kalah berkerut, jelas memang novel Romansa hanya menyajikan kisah bodoh di dalamnya. Tapi, ada banyak pelajaran hidup yang bisa ia pelajari di dalamnya. "Novel Romansa mengajarkan kepadaku bahwa pernikahan tidaklah selalu menjadi sebuah jalan menuju kebahagiaan."

"Jadi maksudmu," kata Wisnu, menghentikan ucapannya sejenak untuk mengambil salah satu buku tebal yang ada di rak nomor dua yang berada di sudut kiri. "Kau tidak percaya dengan pernikahan?"

Kinan mengangguk cepat, pria itu pintar. Ia bisa dengan mudah menangkap maksud Kinan. "Ya, terlalu banyak resiko untuk memulai pernikahan."

"Tapi, kau akan diajarkan untuk dewasa."

Kinan masih sibuk mencari-cari buku-buku yang berjejeran di rak, belum ada satupun yang menarik perhatiannya. "Dewasa tidak bisa diukur dengan hanya kita menikah, bukan?"

"Ya, tapi dengan pernikahan kau mungkin akan lebih bisa bersyukur, menjadi pribadi yang lebih bekerja keras dan tentu saja bertanggung jawab."

Kinan sudah sering mendengar guyonan itu dibanyak adegan drama yang ia tonton. "Lalu, kau apa yang kau sukai?" tanyanya, mengalihkan pembahasan yang sudah cukup sangat memuakkan bagi Kinan dengar.

"Aku hanya suka buku, membaca hal-hal yang mengubah sudut pandangku terhadap dunia ini." 

Mengangguk mengerti, ujung matanya melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kurusnya. 40 menit lagi, kenapa waktu berjalan sangat lambat. Ya Tuhan, Kinan tidak ingin berlama-lama dengan orang yang membosan seperti Wisnu.

Kinan hanya mengangguk sambil sesekali memutar matanya jengah, telinganya terasa berdenging mendengar kalimat-kalimat yang ia sendiri tidak paham maksudnya itu. Noah sialan, kenapa tidak sekalian saja ia mengenalkan dirinya dengan pria lebih membosankan dari ini. 

"Boleh aku meminta nomor ponselmu?"

"Hah?" Kinan terdiam sejenak, sebelum mendesah pelan dan meraih ponsel pria itu. "Tapi, aku tidak punya cukup waktu untuk membalas pesan atau menjawab telepon."

"Tidak apa-apa, aku akan meneleponnya saat malam."

~•~

TBC

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kinan   Bab 39 : aku ingin terus bersamamu

    Kinan terpaku menatap dirinya di depan cermin, di tubuhnya sudah melekat sempurna gaun pengantin brokat bewarna putih dengan model sabrina berlengan panjang. Lekuk tubuhnya sangat sempurna, dengan gaun tersebut. Rambutnya yang ditata sedemikian rupa dengan sebuah mahkota di atasnya menjadikan Kinan tidak mengenali dirinya sendiri.Ternyata begini rasanya memakai gaun pengantin, tampak biasa saja. Ia tidak terlalu menyukainya, untung saja gaun pengantin tersebut tidak berat dan panjangnya hanya sampai mata kaki. "Lalu sekarang apa lagi?" tanya Kinan sudah sangat kesal. Hampir satu jam lamanya orang-orang di sana meriasnya. Ia pun melangkah keluar dari ruangan tersebut dan bertemu dengan Ferdinand."Ayo kemarilah cepat!" kata Ferdinand berdiri di depan salah satu ruangan, yang letaknya bersebelahan dengan ruangan tempatnya berada tadi.Kinan melangkah masuk, di sana ia bisa melihat Noah sudah menunggunya dengan setelan jas bewarna hitam lengkap dengan

  • Kinan   Bab 38 : Ferdian

    Sudah hampir 3 minggu berlalu, Kinan sudah mulai bisa berjalan kembali meski tidak bisa terlalu sering dan memakai heels. Sudah dari 2 pekan yang lalu ia kembali ke rumahnya, saat Ibu dan Andini menjemputnya pulang dari apartement Noah setelah mengetahui bahwa kakinya sakit.Semenjak itu, ibu kerap kali datang ke apartement Noah untuk memberinya banyak makanan padahal ibu tahu jika pria itu pandai memasak. Tapi, ibu bersikeras dan mengatakan kalau Noah bisa saja tidak punya waktu untuk memasak. Lagi pula katanya ini sebagai rasa terima kasih ibu karena sudah merawat dirinya. Ibu memang terlalu berlebihan."Sekarang kau akan kemana?" tanya Andini melihat Kinan sudah rapi dengan celana jeans dan kemeja polosnya.Kinan menoleh sekilas dan kembali menata rambutnya yang ia biarkan tergerai. Hari ini ia akan memakai sneaker saja, untuk menghindari kakinya terasa sakit lagi. "Aku masih harus menemui 3 pria lagi, agar aku bisa seg

  • Kinan   Bab 37 : tidak punya kendali

    Mata Kinan kembali melebar, tetapi kini dihiasi dengan kerutan pada dahinya. Rasa malu itu kini kembali menjalar, hingga membuat kedua pipi Kinan terasa panas. Ah, Noah memang tidak bisa ditebak. Ada apa dengannya, kenapa pria itu sampai menawarkan untuk tidur bersama lagi?"Kalian telah tidur bersama?" tanya Rey, nada bicaranya jelas terlihat bahwa ia terkejut."Ya." Kinan menoleh, tetapi kemudian ia menyadari jawabannya. "Tidak, ma-ksudku."Rey melihat ke arah Noah, keduanya beradu pandang. Tatapan tajam Rey lebih terlihat seperti sebuah peringatan keras. "Kuharap kau tidak lupa Noah.""Bagaimana jika aku ingin?" tanya Noah seolah menantang.Bibir Rey membentuk garis tipis. "Kau tahu kau tidak bisa melakukannya."Kinan menatap kedua orang kakak beradik itu bingung, ia tidak tahu apa yang tengah mereka bicarakan. Ketika Kinan melihat ke arah Noah, ia bisa melihat kekesalan tergambar sangat jelas di sana."Ya,

  • Kinan   Bab 36 : kedatangan Rey

    Noah terdiam, hentakan saat memotong wortel tak lagi terdengar. Ucapan Kinan mengacaukan seluruh pikirannya, terlebih sesuatu yang bergemuruh di dadanya. Noah berkedip, ia kembali melanjutkan. "Tentu," ujarnya singkat."Kalau begitu, aku harus segera menemukan orang itu." Kinan akan bertekad, ia harus membahagiakan orang-orang di sekitarnya termasuk pria itu. Noah pasti akan sangat senang, pekerjaan dengannya yang super merepotkan juga akan selesai. Jadi pria itu tidak lagi harus mengurusinya yang memang cukup melelahkan. "Aku berhutang banyak padamu, jadi aku tidak akan melupakanmu."Noah mencoba untuk terkecoh, meski pikirannya begitu berantakan. Ia sekarang melanjutkan ke sayuran yang lain, memotongnya hingga semuanya siap untuk di masak."Setelah kakiku sembuh, aku akan menemui pria yang tersisa sehingga aku bisa segera melepas bebanmu.""Kau sama sekali bukan beban bagiku."Kinan menoleh, dilihatnya Noah yang telah berbalik. Keduanya men

  • Kinan   Bab 35 : pelukan hangat

    "Noah."Noah tersentak dalam tidurnya saat mendengar suara lirihan Kinan. Ia menenggakkan kepala serta tubuhnya dari kursi yang telah menahannya saat tidak sengaja tertidur tadi. Noah menatap tangannya yang masih di genggaman wanita itu dan bertanya, "iya, ada apa?""Tidurlah, kau juga butuh istirahat," kata Kinan seraya menarik pelan tangannya dari genggaman pria itu."Aku sudah tidur." Noah sengaja mengambil salah satu kursi meja makan dan membawanya ke kamar agar ia bisa tetap menjaga wanita itu dalam tidurnya."Tubuhmu bisa sakit nanti, tidurlah di sofa." Kinan merasa bersalah setelah melihat bagaimana Noah menjaganya dalam tidur. Ia telah banyak menyusahkan pria itu. "Ah, sofa juga buruk. Aku telah banyak menyusahkanmu."Noah mengambil beberapa helai tisu yang sudah ia taruh di atas nakas. "Ini adalah tanggung jawabku karena telah membuatmu sakit," katanya seraya menghapus keringat ya

  • Kinan   Bab 34 : Apa kau tidak merindukanku?

    Kinan mengernyit saat melihat Noah mendekatkan sesendok bubur ke dekat mulutnya. "Aku bisa memakannya sendiri," tolak Kinan seraya mengambil sendok di tangan Noah dan memasukkannya ke dalam mulutnya."Bagaimana rasanya?" tanya Noah, karena ia benar-benar ragu dengan rasa bubur buatannya itu. "Aku jarang membuat bubur, jadi aku pikir aku tidak akan membuatnya dengan enak.""Ini enak, aku menyukainya." Kinan tersenyum sekilas sebelum kembali menyuapi bubur itu ke mulutnya. "Terima kasih."Tangan Noah refleks menyentuh puncak kepala Kinan dan mengusapnya pelan. "Sama-sama," kata Noah lalu tiba-tiba terdiam saat pandangan keduanya bertemu.Noah buru-buru menjauhkan tangannya, ia sungguh melakukannya dengan spontan hingga ia tidak menyadarinya. "Maaf, aku tidak sengaja."Tanpa Noah ketahui, jauh di dalam sana Kinan hampir terlempar dari bumi. Kinan berusaha untuk menyamarkannya ekspresi k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status