Kinan merutuki kebodohannya untuk tetap menerima tawaran dari sang ibu, luar biada sekali. Sekarang ia harus menunggu pria yang menyebut dirinya biro jodoh itu. Kinan melirik ke arah jarum jam, sudah pukul 9 pagi rupanya, pria itu akan datang. Kinan berdeham pelan, merapikan sedikit gaun floralnya. Tak lama lonceng yang sengaja ia gantung di atas pintu toko berbunyi, pertanda seseorang datang. Tepat waktu juga pikirnya, Kinan memasang wajah datang saat pria itu dengan gagah melangkah masuk. "Bagaimana?"
Apanya yang bagaimana? Dia tidak lihat, wajah Kinan sekarang begitu kesal. "Sekarang apa?"
"Anda sudah siap rupanya," katanya setelah sesaat melihat penampilan Kinan.
Kinan mendesah kesal, ini adalah perbuatan sang ibu yang memaksanya memakai gaun floral selutut ini. "Katakan cepat, sekarang apa? Aku ingin segera menyelesaikan hal ini dan hidup dengan tenang lagi."
"Anda harus memulainya dengan tenang, tidak akan ada hasil yang sempurna jika Anda terlalu terburu-buru." Melipat tangannya di dada, pria itu menatap wajah Kinan sesaat. "Saya sudah memilih pria-pria terbaik untuk wanita cantik seperti Anda, jadi nikmati semua ini."
Sesaat Kinan diam, otaknya yang kecil itu mulai berpikir. "Bisakah aku membatalkan semua ini dan Anda mengembalikan uang Ibu saya?"
"Oh tidak bisa Nona, apa yang sudah disetujui tidak dapat dibatalkan begitu saja," terangnya. Wajahnya benar-benar beringas sekali, sangat tidak cocok dengan pekerjaannya.
Kinan memejamkan matanya sejenak, mengatur napasnya dan bertanya, "kalau begitu cepat katakan, apa yang harus kulakukan. Aku tidak punya cukup waktu."
Pria itu merogoh jas hitamnya, mengeluarkan selembar foto yang Kinan pilih kemarin dan menunjukkannya kembali ke arah wanita itu. "Namanya Wisnu, 32 tahun, seoranga manager di sebuah perusahaan swasta terkenal di ibukota."
Kinan berusaha mendengarkan, meski ia tidak tertarik sama sekali untuk ingin tahu.
"Dia sudah menunggu Anda, bersiaplah menjelajahi perpustakaan dan tersesat dalam pesonanya."
Kinan serasa ingin tertawa, pesona? Pesona apa yang dimiliki oleh seorang pria yang menenggelamkan separuh wajahnya di buku-buku tebal? Tentu saja, pria semacam itu bukan tipenya. "Meski aku tidak menyukainya, aku tetap harus menemuinya?"
Pria itu mengangguk pelan. "Ya, Anda tidak akan pernah tahu apakah Anda menyukainya sebelum Anda bertemu. Begitulah caranya."
"Baik, berapa menit? 15 menit?" tanya Kinan sembari menarik tas sampingnya.
"Satu jam."
"Hah?" Kinan tidak salah dengar kan? 1 jam? Bertemu dengan seseorang seperti itu selama 1 jam? Bukankah itu akan membuang-buang waktu?"
"Ayolah, ini bukan seperti yang ada pada drama yang sering para remaja tonton. 15 menit tidak bisa langsung membuat seseorang jatuh cinta."
Lama-lama Kinan muak sendiri, lebih baik ia segera menemui pria bernama Wisnu itu agar ia bisa pulang ke toko bunganya kembali. "Aku tidak punya waktu, aku akan pergi sekarang."
"Ya, lebih cepat lebih baik." Pria itu berjalan mengikuti Kinan, menunggu wanita itu mengunci tokonya sebentar lalu beranjak ke tempat yang ingin mereka tuju.
"Oh iya, perkenalkan namaku Noah," katanya memperkenalkan diri setelah berada di dalam mobil.
Kinan hanya tersenyum kecil, tanpa berniat terlalu akrab dengan seseorang yang pekerjaannya sangat ia benci itu. "Anda membuang-buang waktu dengan kerja sebagai seorang biro jodoh."
"Saya mendapat bayaran yang tinggi untuk setiap tugas," katanya seraya tetap fokus menyetir mobil sedan hitam miliknya. "Membuang waktu bukanlah hal yang salah, jika Anda bisa menghasilkan uang yang banyak."
"Memang tarifnya berapa?" katanya Kinan mulai penasaran.
Jari telunjuknya ia taruh di atas bagian bawah bibir tebalnya, sembari melirik sekilas Noah menjawab. "500 juta."
Gila. Kedua bola mata Kinan hampir saja keluar dari tempatnya. Apakah ibunya mengeluarkan uang sebanyak itu demi mendapatkan pasangan untuk dirinya?
"Tersedia beberapa paket dan Ibu Anda memiliki paket tertinggi."
Kinan semakin tidak bisa berkata-kata, ia bahkan tidak sadar telah sampai di depan gedung perpustakaan besar yang terkenal di ibukotanya.
"Kita sudah sampai, saya akan menunggu. Setelah selesai, Anda bisa keluar jika ingin saya mengantar Anda kembali. Tapi, jika Anda ingin pulang dengan pasangan Anda saya tidak akan menunggu."
Kinan semakin hilang akal, ia melepas sabuk pengaman di tubuhnya. Sebelum keluar ia berkata, "antar saya pulang nanti."
"Oke, saya akan tunggu."
Kinan langsung bergegas masuk, menaiki beberapa anak tangga kecil sebelum akhirnya masuk ke dalam gedung perpustakaan tersebut. Ia sudah pernah beberapa kali datang ke perpustakaan ini saat semasa kuliah dulu. Keadaannya masih sama, sangat mega dengan arsitektur kuno yang melapisi setiap bangunan.
"Kinan?"
Hampir saja Kinan terjatuh di tempatnya, kalau saja ia tidak berhasil menyeimbangkan tubuhnya. Kinan memagang dadanya, ia baru saja dibuat kaget oleh seseorang yang tiba-tiba datang dan menyentuh bahunya tanpa izin. "Siapa?"
"Wisnu."
Kinan terdiam, melihat penampilan pria itu dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Tepat sesuai dugaannya, pria kutu buku dengan kaca mata tebal. "Ah, ya. Saya Kinan."
"Buku apa yang kau sukai?" tanyanya, seraya mengajak Kinan berjalan pelan ke arah rak-rak buku yang berbaris dan tersusun sangat rapi di hadapannya.
"Novel Romansa," jawab Kinan. Setelah beberapa memandangi pria itu, perawakannya jelas tidak sesuai dengan yang Kinan suka. Kemeja dengan celana kain bertali pinggang itu persis membuat Kinan merasa pria itu cuku jadul. Pakaiannya seperti gaya tahun 90an saja.
"Romansa?" Kening pria itu berkerut. "Apa yang bisa kau pelajari dari cerita-cerita bodoh itu?"
Kening Kinan juga tidak kalah berkerut, jelas memang novel Romansa hanya menyajikan kisah bodoh di dalamnya. Tapi, ada banyak pelajaran hidup yang bisa ia pelajari di dalamnya. "Novel Romansa mengajarkan kepadaku bahwa pernikahan tidaklah selalu menjadi sebuah jalan menuju kebahagiaan."
"Jadi maksudmu," kata Wisnu, menghentikan ucapannya sejenak untuk mengambil salah satu buku tebal yang ada di rak nomor dua yang berada di sudut kiri. "Kau tidak percaya dengan pernikahan?"
Kinan mengangguk cepat, pria itu pintar. Ia bisa dengan mudah menangkap maksud Kinan. "Ya, terlalu banyak resiko untuk memulai pernikahan."
"Tapi, kau akan diajarkan untuk dewasa."
Kinan masih sibuk mencari-cari buku-buku yang berjejeran di rak, belum ada satupun yang menarik perhatiannya. "Dewasa tidak bisa diukur dengan hanya kita menikah, bukan?"
"Ya, tapi dengan pernikahan kau mungkin akan lebih bisa bersyukur, menjadi pribadi yang lebih bekerja keras dan tentu saja bertanggung jawab."
Kinan sudah sering mendengar guyonan itu dibanyak adegan drama yang ia tonton. "Lalu, kau apa yang kau sukai?" tanyanya, mengalihkan pembahasan yang sudah cukup sangat memuakkan bagi Kinan dengar.
"Aku hanya suka buku, membaca hal-hal yang mengubah sudut pandangku terhadap dunia ini."
Mengangguk mengerti, ujung matanya melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kurusnya. 40 menit lagi, kenapa waktu berjalan sangat lambat. Ya Tuhan, Kinan tidak ingin berlama-lama dengan orang yang membosan seperti Wisnu.
Kinan hanya mengangguk sambil sesekali memutar matanya jengah, telinganya terasa berdenging mendengar kalimat-kalimat yang ia sendiri tidak paham maksudnya itu. Noah sialan, kenapa tidak sekalian saja ia mengenalkan dirinya dengan pria lebih membosankan dari ini.
"Boleh aku meminta nomor ponselmu?"
"Hah?" Kinan terdiam sejenak, sebelum mendesah pelan dan meraih ponsel pria itu. "Tapi, aku tidak punya cukup waktu untuk membalas pesan atau menjawab telepon."
"Tidak apa-apa, aku akan meneleponnya saat malam."
~•~
TBC
Sepanjang jalan Kinan tidak berhenti menggerutu kesal, Noah hanya sesekali tertawa mendengar ocehan dari wanita berambut cokelat itu. "Ayolah, ketika dia melepas kaca matanya. Aku yakin, dia pria yang tampan."Kinan menatap geram, Noah hanya tahu cara berbicara. "Aku tidak melihat seorang pria dari wajahnya, tapi kepribadiannya.""Syukurlah Kinan, aku pikir awalnya kau tidak normal."Kinan mengumpat kecil, apakah dirinya terlihat tidka normal? Tidka ingin menikah apakah hal itu disebut tidka normal? Ayolah, zaman sudah modern, banyak wanita-wanita yang memilih untuk tidak menikah."Baiklah, bagaimana Wisnu?" tanya Noah, menggerakkan alisnya selai.Jengah, Kinan hanya ingin pulang. "Out.""Oke. Mari tentukan pilihan Anda yang kedua." Noah memberhentikan laju mobilnya di depan toko bunga Kinan. Ia menunggu Kinan keluar terlebih dahulu, sebelum kemudian ia juga menyusul wanita itu masuk ke dalam toko.Seperti saat pertama kali, pria itu kembali
Kinan mendadak gugup, kini ia duduk di hadapan seorang pria yang bisa Kinan katakan cukup tampan. Rambutnya tertata dengan rapi, style yang ia kenakan juga sangat menggambarkan ia seorang pemilik cafe. Kaos coklat, celana jeans panjang dengan sedikit robekan di lututnya."Jadi kegiatan kau sehari-hari apa?" tanya pria itu, sedari tadi ia tidak berhenti menyesap kopi panasnya. Sangat jelas tergambar ia sedang gugup sekarang."Aku mengelola toko bunga," jawab Kinan seraya meraih gelas kopinya dan menyesapnya untuk pertama kalinya sedari tadi. Sejujurnya Kinan, tidak terlalu suka kopi."Berapa pendapatan bersih yang bisa kau dapatkan dalam setahun?" tanya pria itu lagi yang sontak membuat Kinan mengerutkan alisnya bingung.Seseorang yang baru ia kenal, sudah bertanya perihal pendapatan bersih atas usahanya? Itu sangat tidak sopan. Apakah sekarang saat yang tepat untuk membahas bisnis, di mana seharusnya mereka berkenalan dengan pertanyaan-pertanyaan
Kinan tidak tahu maksud pria yang akan ia temui malam ini, Kinan tidak mengerti kenapa ia harus berpakaian seperti ini?Midi dress hitam polos telah melekat di tubuhnya. Sepatu boot warna senada juga telah terpasang di kaki jenjangnya. "Bertemu di apartemen saja harus berpakaian warna hitam, seperti hendak ke pemakaman saja."Kinan membaca kembali daftar yang harus ia kenakan pada kertas di tangannya. Kinan sedikit terkejut, membaca daftar paling akhir di sana. Apa? Membawa pakaian ganti? Apa maksudnya ini? Tidak, Kinan tidak ingin permintaan pria yang bahkan belum ia temui itu. Lagi pula kenapa juga ia harus menurutinya. Setelah menatap pantulan dirinya sekali lagi ke cermin, Kinan pun bergegas keluar dari kamarnya dan dengan cepat menuruni anak tangga. "Aku akan pergi."Senyum Ibu mengembang sekali malam ini, Kinan tahu Ibu sangat bahagia melihat anaknya bisa keluar di malam hari karena biasanya Kinan akan mendekam di kamar kumuhnya. "Hati-hati ya nak, Ibu udah n
Kinan mengedarkan seluruh pandangannya, langit-langit kamar yang ia lihat sekarang bukan yang biasa ia lihat saat bangun tidur. Kinan meringis pelan, saat tiba-tiba rasa nyeri menyerang kepalanya."Apa kau sudah bangun?" tanya seseorang yang lantas membuat Kinan bangkit duduk dan melotot kaget."Kau—" Kinan tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia edarkan seluruh pandangannya ke sekeliling, ini bukan kamarnya. Lalu di mana kah, ia sekarang? Kinan memeluk dirinya sendiri, menatap pakaian yang ia pakai sekarang. Kaos abu-abu dan celana pendek. Ini bukan pakaiannya. "APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?!"Noah merasa pengar mendengar suara cempreng wanita itu. Ia meletakkan segelas air putih di atas nakas, dengan helaan napas panjang ia berkata, "coba kau ingat lagi, apa yang terjadi pada dirimu."Kinan terdiam, ingatan tentang kejadian semalam langsung menyelusup masuk ke dalam kepalanya. Ia hampir saja celaka, kalau Noah tidak datang dengan cepat. Kinan
Noah nyaris saja tertawa di tempatnya, wanita sampai hilang akal karena saking tidak ingin ia menikah. "Kau tidak akan bisa menghindari pernikahan meski kau bergabung dengan anggota kami."Kinan mendesah pasrah, tidak ada yang bisa ia lakukan lagi. Apa ia pergi saja dari rumah? Tidak, ibunya akan sedih dan ia juga punya penyakit jantung."Bukankah kau melakukan ini demi ibumu?""Ya, tapi apa kah kau pikir ada yang akan menikahi seseorang yang menikah karena paksaan dari ibunya?" tanya Kinan. "Bukankah menikah adalah tentang saling mencintai?"Noah mengangguk, membenarkan ucapan Kinan. "Ya, tapi untuk sekarang kau tidak akan bisa menghindarinya. Mengapa kau tak mencoba mencintai seseorang?""Aku tidak pernah paham bagaimana rasanya jatuh cinta." Kinan melipat tangannya di dada. "Belum ada seorang pun pria yang masuk kriteriaku."Noah menghela napas pelan dan beranjak dari sana. "Tidak ada yang sempurna di dunia ini Kinan.""Aku tidak mencari
Kinan yang semula menunjukkan pandangannya, kini kembali menatap bola mata pria itu. Ia masih diam, bingung ingin membalas ucapan pria itu."Aku tahu, kau juga tidak bisa memaksa hal yang sama sekali tidak kau inginkan.""Tidak, aku akan terus melanjutkannya," ucap Kinan setelah cukup lama terdiam. "Aku tahu, sisa uangnya tidak akan kembali jika aku membatalkannya.""Tentu saja, perjanjian awal sudah seperti itu.""Bukan karena perjanjian, kau saja yang gila uang!"Mulut wanita itu memang sepedas cabai, lihatlah sudah berapa kali ia mengejek Noah gila uang. Semua manusia juga gila uang, tidak ada manusia yang tidak membutuhkan uang. "Aku akan pergi keluar untuk berbelanja. Kau tunggu saja di sini.""Tidak!" Kinan berkata cukup lantang, mengagetkan Noah yang baru saja berdiri. "Aku ikut!"Noah menghela napasnya lelah. "Kau tidak bisa ikut dengan pakaian seperti itu!""Ta ta—pi aku.""Diam di sini, aku akan mencarikanmu bebet
Kinan mencoba salah satu pakaian yang dibelikan oleh Noah, pria itu cukup pinter memilih baju yang pas di tubuh Kinan. Sebuah gaun bewarna kuning yang panjangnya hingga menutupi lutut, sangat cantik melekat di tubuh rampingnya. Bagian atasnya yang dibuat model Sabrina, membuat penampilan Kinan semakin cantik pagi ini. Wajahnya tak lagi terdapat memar, karena ia sudah menutupnya dengan sempurna. Kinan juga bisa menyamarkan dengan rambut yang sengaja ia uraikan. "Berikan aku foto-foto yang harus aku pilih lagi, aku akan menemui salah satu pria itu lagi hari ini agar aku bisa cepat terbebas," katanya seraya melangkah menghampiri Noah yang duduk di kursi makan."Wajah memarmu?" tanya Noah kebingungan. Ia tidak lagi melihat warna itu di pipi Kinan.Kinan mendekatkan wajahnya, agar pria itu bisa melihat dengan jelas pipi yang sudah ia samarkan dengan segala macam make up yang memang selalu ia bawa di dalam tasnya."Apa pakaian dalam itu pas di tubuhmu?" tanya
Kinan saat ini berada di toko ice cream, bersama Noah yang sudah ia paksa hingga berkali-kali sampai mau menemaninya. Kinan memakan pelan es krim vanillanya, rasa yang sama yang dimakan oleh Noah."Aku sungguh bangga dengan diriku," kata Kinan pongah. "Aku pasti berhasil menyatukan dua orang itu."Noah hanya menatap malas, ia ingin cepat-cepat menghabiskan es krim berukuran besar di hadapannya saat ini. Kalau saja ia tahu, Kinan akan memesan dengan ukuran sebesar ini sudah pasti ia lebih memilih pulang."Apa aku sudah cocok mendaftar jadi anggota biro jodoh?" tanya Kinan, menangkup pipi dengan kedua tangannya dan tersenyum sambil mengedip-ngedipkan matanya ke arah Noah.Noah masih memandang dengan wajah datar, ia memasukkan sesendok es krim ke mulutnya dan berkata, "tidak. Kau tidak lulus semua kriteria yang ada.""Hah?" Kinan tidka percaya, pasti Noah sedang ingin menipunya."Kami tidak mencari seorang wanita yang memiliki sifat kasar