Share

Kinan
Kinan
Author: Nora Althea Sky

Bab 1 : datangnya biro jodoh

Kinan mendesah pelan, sudah 3 jam semenjak ia membuka tokonya tetapi belum ada satu pun pelanggan yang datang. Kinan ingin menutup tokonya saja dan pulang ke rumah. Tapi, rumah sudah seperti neraka sekarang. Orang-orang selalu saja mempertanyakan soal menikah. Memangnya itu adalah sesuatu yang membuat manusia bisa bertahan hidup? Kalau tidak menikah apakah seseorang akan segera mati? 

Kinan cukup muak, ingin sekali rasanya ia menyumpal satu-persatu mulut tetangganya dengan bunga-bunga di tokonya. Memang apa salahnya jadi perawan tua? Sex tidak selalu bagus, lagi pula ia tidak terlalu peduli akan hal itu. Kinan ingin hidup tenang dan bersyukur dengan apa yang ia miliki meski umurnya hampir memasuki kepala 3

Nyaring lonceng terdengar, saat seseorang datang—membuka pintu. Kinan yang semulanya menenggelamkan wajahnya di meja tiba-tiba mendongak. "Selamat datang di Toko Bunga Kinan."

Seorang pria, setelan jas hitam, dan tampan. Kinan pun langsung tersenyum sumringah, pria itu pasti ingin memesan bunga untuk kekasihnya. Kinan harus merekomendasikan bunga yang bagus dan mahal. Melihat penampilannya, orang tersebut pasti punya cukup uang. "Ada yang bisa saya bantu?"

Pria itu mendekat ke arah meja setinggi perut Kinan itu, dan bertanya. "Kinan?"

Kinan lantas menganggukkan kepalanya pelan. "Ya."

Pria itu tersenyum sebentar, tangannya tergerak untuk mengambil sesuatu dari balik jasnya. Ia mengeluarkan beberapa lembar semacam foto dan menaruhnya di atas meja. "Bunga-bunga di sini sangat segar, mungkin saya akan membawa pulang satu."

Kinan masih terdiam, tidak mengerti. Ia pandangi pria itu, lalu melihat ke arah foto yang sudah Kinan hitung berjumlah 7 lembar dengan masing-masing ditaruh secara terbalik. 

"Kalau begitu, tentukan pilihan pertamamu," ujar pria bermata coklat itu. 

"Pilih?" Kedua alis Kinan semakin menyatu, ia belum memahami maksud kedatangan pria itu. Bukankah ia datang untuk membeli bunga? Lalu kenapa ia meminta Kinan untuk memilih lembaran foto itu. "Bukankah Anda datang untuk memesan bunga?"

Pria itu mengangguk. "Aku akan membawanya saat aku pergi."

Kinan kembali memandangi setiap lembar foto tersebut, lalu kembali memandangi wajah pria itu. "Saya tidak tahu maksud Anda?"

"Pilih salah satu foto itu dan saya akan jelaskan."

Mendesah pelan, Kinan memilih salah satu foto dengan keterangan nomor 3 di bagian belakangnya di antara 10 lembaran foto yang pria itu taruh di mejanya dan memberikannya tanpa melihat terlebih dahulu bagian depan dari foto tersebut. "Lalu sekarang apa?"

"Hemmm." Pria itu bergumam pelan, ia kemudian membalikkan foto tersebut dan menunjukkannya pada Kinan. "Pilihan yang bagus untuk awalan yang sempurna."

Kedua alis Kinan makin menukik ke atas, masih belum bisa memahami maksud dari pria itu. Setelah dia memilih, lantas apa? Apa yang akan terjadi? Apa pria itu akan segera memilih bunga yang ia mau?

"Baik begini." Pria bermata coklat itu mulai menjelaskan. "Saya adalah salah satu anggota dari biro jodoh, di sini saya datang untuk membantu Anda menemukan pasangan yang tepat."

Kinan tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, apa maksudnya? Jodoh lagi? Pasangan? Pernikahan? Kinan benar-benar muak, ia selalu mendengar perkataan itu setiap detiknya. "Tidak, saya tidak berminat sama hal seperti itu. Jika Anda tidak berniat membeli bunga di toko saya, sebaiknya Anda pulang."

"Saya akan datang lagi besok," katanya seraya merapihkan kembali ke sembilan foto tersebut dan mengembalikan di tempat semula, di balik jas. Sedangkan foto yang Kinan pilih tadi, ditaruhnya di sisi kiri.

"Anda akan membuang waktu anda saja, lebih baik Anda pulang. Saya tidak berniat hal semacam itu dan uang saya tidak cukup jika hanya sekedar melakukan hal yang saya tidak inginkan."

"Saya tidak bisa pergi, karena saya telah dibayar untuk hal ini?

"Hah?" Mulut Kinan menganga, telah dibayar? Siapa yang membayar pria itu agar membantu dirinya agar segera memilih pasangan? Yang benar saja.

"Baiklah, saya akan pergi dan akan kembali sekitar pukul 9 pagi." Pria itu berbalik dan berjalan pelan menuju ke arah pintu. Sebelum ia membuka pintu, ia berbalik kembali menghadap ke arah Kania dan berucap, "Anda bisa bertanya pada orang rumah."

Orang rumah? Ibu? Andini? Apa ini ulah mereka berdua? Yang benar saja, selepas pria itu pergi Kinan dengan cepat bergegas menutup rokoknya dan pulang ke rumahnya yang jaraknya tidak jauh dari tokonya. Ia cukup berjalan kaki sekitar 10 menit, lalu sampai. Tanpa basa-basi, Kinan langsung menyodorkan pertanyaan pada Ibu dan Andini yang terlihat tengah asyik memasak di dapur.

"Apa ini ulah kalian?"

Sontak keduanya menoleh bersamaan, Andini yang tengah memotong sayur menaruh pisaunya di atas telenan. "Orangnya udah dateng kak? Gimana-gimana?"

"Gimana apanya? Ibu, Kania gak suka sama hal kayak gini." Kania berjalan, mendekati sang Ibu yang mengembang senyum di bibirnya.

"Ibu ngelakuin ini buat kamu loh, supaya kamu bisa dapetin pasangan. Kamu gak malu, dikatain terus sama tetangga?" tanya perempuan paruh baya itu. Dirinya terlanjut kesal karena para tetangga dan teman-teman terus bertanya mengapa sang anak tak juga kunjung mendapat pasangan padahal usianya sudah cukup matang.

"Aku kan udah pernah bilang sama Ibu, kalau aku gak mau menikah," kata Kania dengan suara di ujung tenggorokan. 

"Kakak mau hidup sendiri terus? Seumur hidup kakak?" tanya Andini yang tiba-tiba beranjak dari tempatnya dan mendekati sang Ibu. "Ibu gak selamanya bisa di samping kakak, begitu juga aku. Aku akan pergi dengan pasanganku kelak."

Kania terdiam, mencerna semua ucapan sang adik. Kania takut sepi, tapi menikah bukanlah hal yang tepat baginya. Ada banyak hal yang cukup mengganggu pikirannya. "Kania cuma terlalu takut Ma, takut kalau ditinggal kayak mama!"

"Kak, gak semua laki-laki itu sama, gak semua laki-laki itu kayak Ayah!" Andini meninggikan suaranya.

Kania tidak lagi bisa bersuara, ia tidak ingin memecahkan tangis ibunya. Kania lebih baik diam, menatap sang ibu lalu mendesah pelan. "Baik, aku akan ikutin saran kalian kali ini. Tapi, kalau aku gak juga bisa menemukan seseorang yang cocok, berhenti untuk paksa aku untuk menikah."

"Kaka pasti bakalan nemuin seseorang yang cocok kak, Biro jodoh itu adalah yang terbaik di seluruh provinsi. Sudah ada banyak sekali pasangan yang berhasil karena dia."

Kania membuang napasnya kasar, seraya melangkahkan kakinya menaiki tangga ia berucap. "Kalian menghabiskan separuh tabungan hanya untuk mendatangkan orang yang tidak ada gunanya," gerutunya kesal.

Andini dan Ibu tertawa pelan, ini adalah jalan terakhir yang bisa mereka pilih untuk membantu Kania menemukan orang yang akan melindunginya. "Semoga aja, ada satu yang nyantol," celetuk Ibu pelan 

"Pasti ada dong bu, nanti kalau Kania beneran dapet pacar. Andini beliin es krim ya," ujarnya sambil tertawa.

"Kamu ini, makanya es krim mulu. Entar gendut!"

"Gapapa, gendut itu lucu."

~•~

TBC

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status