Kinan mendesah pelan, sudah 3 jam semenjak ia membuka tokonya tetapi belum ada satu pun pelanggan yang datang. Kinan ingin menutup tokonya saja dan pulang ke rumah. Tapi, rumah sudah seperti neraka sekarang. Orang-orang selalu saja mempertanyakan soal menikah. Memangnya itu adalah sesuatu yang membuat manusia bisa bertahan hidup? Kalau tidak menikah apakah seseorang akan segera mati?
Kinan cukup muak, ingin sekali rasanya ia menyumpal satu-persatu mulut tetangganya dengan bunga-bunga di tokonya. Memang apa salahnya jadi perawan tua? Sex tidak selalu bagus, lagi pula ia tidak terlalu peduli akan hal itu. Kinan ingin hidup tenang dan bersyukur dengan apa yang ia miliki meski umurnya hampir memasuki kepala 3
Nyaring lonceng terdengar, saat seseorang datang—membuka pintu. Kinan yang semulanya menenggelamkan wajahnya di meja tiba-tiba mendongak. "Selamat datang di Toko Bunga Kinan."
Seorang pria, setelan jas hitam, dan tampan. Kinan pun langsung tersenyum sumringah, pria itu pasti ingin memesan bunga untuk kekasihnya. Kinan harus merekomendasikan bunga yang bagus dan mahal. Melihat penampilannya, orang tersebut pasti punya cukup uang. "Ada yang bisa saya bantu?"
Pria itu mendekat ke arah meja setinggi perut Kinan itu, dan bertanya. "Kinan?"
Kinan lantas menganggukkan kepalanya pelan. "Ya."
Pria itu tersenyum sebentar, tangannya tergerak untuk mengambil sesuatu dari balik jasnya. Ia mengeluarkan beberapa lembar semacam foto dan menaruhnya di atas meja. "Bunga-bunga di sini sangat segar, mungkin saya akan membawa pulang satu."
Kinan masih terdiam, tidak mengerti. Ia pandangi pria itu, lalu melihat ke arah foto yang sudah Kinan hitung berjumlah 7 lembar dengan masing-masing ditaruh secara terbalik.
"Kalau begitu, tentukan pilihan pertamamu," ujar pria bermata coklat itu.
"Pilih?" Kedua alis Kinan semakin menyatu, ia belum memahami maksud kedatangan pria itu. Bukankah ia datang untuk membeli bunga? Lalu kenapa ia meminta Kinan untuk memilih lembaran foto itu. "Bukankah Anda datang untuk memesan bunga?"
Pria itu mengangguk. "Aku akan membawanya saat aku pergi."
Kinan kembali memandangi setiap lembar foto tersebut, lalu kembali memandangi wajah pria itu. "Saya tidak tahu maksud Anda?"
"Pilih salah satu foto itu dan saya akan jelaskan."
Mendesah pelan, Kinan memilih salah satu foto dengan keterangan nomor 3 di bagian belakangnya di antara 10 lembaran foto yang pria itu taruh di mejanya dan memberikannya tanpa melihat terlebih dahulu bagian depan dari foto tersebut. "Lalu sekarang apa?"
"Hemmm." Pria itu bergumam pelan, ia kemudian membalikkan foto tersebut dan menunjukkannya pada Kinan. "Pilihan yang bagus untuk awalan yang sempurna."
Kedua alis Kinan makin menukik ke atas, masih belum bisa memahami maksud dari pria itu. Setelah dia memilih, lantas apa? Apa yang akan terjadi? Apa pria itu akan segera memilih bunga yang ia mau?
"Baik begini." Pria bermata coklat itu mulai menjelaskan. "Saya adalah salah satu anggota dari biro jodoh, di sini saya datang untuk membantu Anda menemukan pasangan yang tepat."
Kinan tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, apa maksudnya? Jodoh lagi? Pasangan? Pernikahan? Kinan benar-benar muak, ia selalu mendengar perkataan itu setiap detiknya. "Tidak, saya tidak berminat sama hal seperti itu. Jika Anda tidak berniat membeli bunga di toko saya, sebaiknya Anda pulang."
"Saya akan datang lagi besok," katanya seraya merapihkan kembali ke sembilan foto tersebut dan mengembalikan di tempat semula, di balik jas. Sedangkan foto yang Kinan pilih tadi, ditaruhnya di sisi kiri.
"Anda akan membuang waktu anda saja, lebih baik Anda pulang. Saya tidak berniat hal semacam itu dan uang saya tidak cukup jika hanya sekedar melakukan hal yang saya tidak inginkan."
"Saya tidak bisa pergi, karena saya telah dibayar untuk hal ini?
"Hah?" Mulut Kinan menganga, telah dibayar? Siapa yang membayar pria itu agar membantu dirinya agar segera memilih pasangan? Yang benar saja.
"Baiklah, saya akan pergi dan akan kembali sekitar pukul 9 pagi." Pria itu berbalik dan berjalan pelan menuju ke arah pintu. Sebelum ia membuka pintu, ia berbalik kembali menghadap ke arah Kania dan berucap, "Anda bisa bertanya pada orang rumah."
Orang rumah? Ibu? Andini? Apa ini ulah mereka berdua? Yang benar saja, selepas pria itu pergi Kinan dengan cepat bergegas menutup rokoknya dan pulang ke rumahnya yang jaraknya tidak jauh dari tokonya. Ia cukup berjalan kaki sekitar 10 menit, lalu sampai. Tanpa basa-basi, Kinan langsung menyodorkan pertanyaan pada Ibu dan Andini yang terlihat tengah asyik memasak di dapur.
"Apa ini ulah kalian?"
Sontak keduanya menoleh bersamaan, Andini yang tengah memotong sayur menaruh pisaunya di atas telenan. "Orangnya udah dateng kak? Gimana-gimana?"
"Gimana apanya? Ibu, Kania gak suka sama hal kayak gini." Kania berjalan, mendekati sang Ibu yang mengembang senyum di bibirnya.
"Ibu ngelakuin ini buat kamu loh, supaya kamu bisa dapetin pasangan. Kamu gak malu, dikatain terus sama tetangga?" tanya perempuan paruh baya itu. Dirinya terlanjut kesal karena para tetangga dan teman-teman terus bertanya mengapa sang anak tak juga kunjung mendapat pasangan padahal usianya sudah cukup matang.
"Aku kan udah pernah bilang sama Ibu, kalau aku gak mau menikah," kata Kania dengan suara di ujung tenggorokan.
"Kakak mau hidup sendiri terus? Seumur hidup kakak?" tanya Andini yang tiba-tiba beranjak dari tempatnya dan mendekati sang Ibu. "Ibu gak selamanya bisa di samping kakak, begitu juga aku. Aku akan pergi dengan pasanganku kelak."
Kania terdiam, mencerna semua ucapan sang adik. Kania takut sepi, tapi menikah bukanlah hal yang tepat baginya. Ada banyak hal yang cukup mengganggu pikirannya. "Kania cuma terlalu takut Ma, takut kalau ditinggal kayak mama!"
"Kak, gak semua laki-laki itu sama, gak semua laki-laki itu kayak Ayah!" Andini meninggikan suaranya.
Kania tidak lagi bisa bersuara, ia tidak ingin memecahkan tangis ibunya. Kania lebih baik diam, menatap sang ibu lalu mendesah pelan. "Baik, aku akan ikutin saran kalian kali ini. Tapi, kalau aku gak juga bisa menemukan seseorang yang cocok, berhenti untuk paksa aku untuk menikah."
"Kaka pasti bakalan nemuin seseorang yang cocok kak, Biro jodoh itu adalah yang terbaik di seluruh provinsi. Sudah ada banyak sekali pasangan yang berhasil karena dia."
Kania membuang napasnya kasar, seraya melangkahkan kakinya menaiki tangga ia berucap. "Kalian menghabiskan separuh tabungan hanya untuk mendatangkan orang yang tidak ada gunanya," gerutunya kesal.
Andini dan Ibu tertawa pelan, ini adalah jalan terakhir yang bisa mereka pilih untuk membantu Kania menemukan orang yang akan melindunginya. "Semoga aja, ada satu yang nyantol," celetuk Ibu pelan
"Pasti ada dong bu, nanti kalau Kania beneran dapet pacar. Andini beliin es krim ya," ujarnya sambil tertawa.
"Kamu ini, makanya es krim mulu. Entar gendut!"
"Gapapa, gendut itu lucu."
~•~
TBC
Kinan merutuki kebodohannya untuk tetap menerima tawaran dari sang ibu, luar biada sekali. Sekarang ia harus menunggu pria yang menyebut dirinya biro jodoh itu. Kinan melirik ke arah jarum jam, sudah pukul 9 pagi rupanya, pria itu akan datang. Kinan berdeham pelan, merapikan sedikit gaun floralnya. Tak lama lonceng yang sengaja ia gantung di atas pintu toko berbunyi, pertanda seseorang datang. Tepat waktu juga pikirnya, Kinan memasang wajah datang saat pria itu dengan gagah melangkah masuk. "Bagaimana?"Apanya yang bagaimana? Dia tidak lihat, wajah Kinan sekarang begitu kesal. "Sekarang apa?""Anda sudah siap rupanya," katanya setelah sesaat melihat penampilan Kinan.Kinan mendesah kesal, ini adalah perbuatan sang ibu yang memaksanya memakai gaun floral selutut ini. "Katakan cepat, sekarang apa? Aku ingin segera menyelesaikan hal ini dan hidup dengan tenang lagi.""Anda harus memulainya dengan tenang, tidak akan ada hasil yang sempurna jika Anda terlalu t
Sepanjang jalan Kinan tidak berhenti menggerutu kesal, Noah hanya sesekali tertawa mendengar ocehan dari wanita berambut cokelat itu. "Ayolah, ketika dia melepas kaca matanya. Aku yakin, dia pria yang tampan."Kinan menatap geram, Noah hanya tahu cara berbicara. "Aku tidak melihat seorang pria dari wajahnya, tapi kepribadiannya.""Syukurlah Kinan, aku pikir awalnya kau tidak normal."Kinan mengumpat kecil, apakah dirinya terlihat tidka normal? Tidka ingin menikah apakah hal itu disebut tidka normal? Ayolah, zaman sudah modern, banyak wanita-wanita yang memilih untuk tidak menikah."Baiklah, bagaimana Wisnu?" tanya Noah, menggerakkan alisnya selai.Jengah, Kinan hanya ingin pulang. "Out.""Oke. Mari tentukan pilihan Anda yang kedua." Noah memberhentikan laju mobilnya di depan toko bunga Kinan. Ia menunggu Kinan keluar terlebih dahulu, sebelum kemudian ia juga menyusul wanita itu masuk ke dalam toko.Seperti saat pertama kali, pria itu kembali
Kinan mendadak gugup, kini ia duduk di hadapan seorang pria yang bisa Kinan katakan cukup tampan. Rambutnya tertata dengan rapi, style yang ia kenakan juga sangat menggambarkan ia seorang pemilik cafe. Kaos coklat, celana jeans panjang dengan sedikit robekan di lututnya."Jadi kegiatan kau sehari-hari apa?" tanya pria itu, sedari tadi ia tidak berhenti menyesap kopi panasnya. Sangat jelas tergambar ia sedang gugup sekarang."Aku mengelola toko bunga," jawab Kinan seraya meraih gelas kopinya dan menyesapnya untuk pertama kalinya sedari tadi. Sejujurnya Kinan, tidak terlalu suka kopi."Berapa pendapatan bersih yang bisa kau dapatkan dalam setahun?" tanya pria itu lagi yang sontak membuat Kinan mengerutkan alisnya bingung.Seseorang yang baru ia kenal, sudah bertanya perihal pendapatan bersih atas usahanya? Itu sangat tidak sopan. Apakah sekarang saat yang tepat untuk membahas bisnis, di mana seharusnya mereka berkenalan dengan pertanyaan-pertanyaan
Kinan tidak tahu maksud pria yang akan ia temui malam ini, Kinan tidak mengerti kenapa ia harus berpakaian seperti ini?Midi dress hitam polos telah melekat di tubuhnya. Sepatu boot warna senada juga telah terpasang di kaki jenjangnya. "Bertemu di apartemen saja harus berpakaian warna hitam, seperti hendak ke pemakaman saja."Kinan membaca kembali daftar yang harus ia kenakan pada kertas di tangannya. Kinan sedikit terkejut, membaca daftar paling akhir di sana. Apa? Membawa pakaian ganti? Apa maksudnya ini? Tidak, Kinan tidak ingin permintaan pria yang bahkan belum ia temui itu. Lagi pula kenapa juga ia harus menurutinya. Setelah menatap pantulan dirinya sekali lagi ke cermin, Kinan pun bergegas keluar dari kamarnya dan dengan cepat menuruni anak tangga. "Aku akan pergi."Senyum Ibu mengembang sekali malam ini, Kinan tahu Ibu sangat bahagia melihat anaknya bisa keluar di malam hari karena biasanya Kinan akan mendekam di kamar kumuhnya. "Hati-hati ya nak, Ibu udah n
Kinan mengedarkan seluruh pandangannya, langit-langit kamar yang ia lihat sekarang bukan yang biasa ia lihat saat bangun tidur. Kinan meringis pelan, saat tiba-tiba rasa nyeri menyerang kepalanya."Apa kau sudah bangun?" tanya seseorang yang lantas membuat Kinan bangkit duduk dan melotot kaget."Kau—" Kinan tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia edarkan seluruh pandangannya ke sekeliling, ini bukan kamarnya. Lalu di mana kah, ia sekarang? Kinan memeluk dirinya sendiri, menatap pakaian yang ia pakai sekarang. Kaos abu-abu dan celana pendek. Ini bukan pakaiannya. "APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?!"Noah merasa pengar mendengar suara cempreng wanita itu. Ia meletakkan segelas air putih di atas nakas, dengan helaan napas panjang ia berkata, "coba kau ingat lagi, apa yang terjadi pada dirimu."Kinan terdiam, ingatan tentang kejadian semalam langsung menyelusup masuk ke dalam kepalanya. Ia hampir saja celaka, kalau Noah tidak datang dengan cepat. Kinan
Noah nyaris saja tertawa di tempatnya, wanita sampai hilang akal karena saking tidak ingin ia menikah. "Kau tidak akan bisa menghindari pernikahan meski kau bergabung dengan anggota kami."Kinan mendesah pasrah, tidak ada yang bisa ia lakukan lagi. Apa ia pergi saja dari rumah? Tidak, ibunya akan sedih dan ia juga punya penyakit jantung."Bukankah kau melakukan ini demi ibumu?""Ya, tapi apa kah kau pikir ada yang akan menikahi seseorang yang menikah karena paksaan dari ibunya?" tanya Kinan. "Bukankah menikah adalah tentang saling mencintai?"Noah mengangguk, membenarkan ucapan Kinan. "Ya, tapi untuk sekarang kau tidak akan bisa menghindarinya. Mengapa kau tak mencoba mencintai seseorang?""Aku tidak pernah paham bagaimana rasanya jatuh cinta." Kinan melipat tangannya di dada. "Belum ada seorang pun pria yang masuk kriteriaku."Noah menghela napas pelan dan beranjak dari sana. "Tidak ada yang sempurna di dunia ini Kinan.""Aku tidak mencari
Kinan yang semula menunjukkan pandangannya, kini kembali menatap bola mata pria itu. Ia masih diam, bingung ingin membalas ucapan pria itu."Aku tahu, kau juga tidak bisa memaksa hal yang sama sekali tidak kau inginkan.""Tidak, aku akan terus melanjutkannya," ucap Kinan setelah cukup lama terdiam. "Aku tahu, sisa uangnya tidak akan kembali jika aku membatalkannya.""Tentu saja, perjanjian awal sudah seperti itu.""Bukan karena perjanjian, kau saja yang gila uang!"Mulut wanita itu memang sepedas cabai, lihatlah sudah berapa kali ia mengejek Noah gila uang. Semua manusia juga gila uang, tidak ada manusia yang tidak membutuhkan uang. "Aku akan pergi keluar untuk berbelanja. Kau tunggu saja di sini.""Tidak!" Kinan berkata cukup lantang, mengagetkan Noah yang baru saja berdiri. "Aku ikut!"Noah menghela napasnya lelah. "Kau tidak bisa ikut dengan pakaian seperti itu!""Ta ta—pi aku.""Diam di sini, aku akan mencarikanmu bebet
Kinan mencoba salah satu pakaian yang dibelikan oleh Noah, pria itu cukup pinter memilih baju yang pas di tubuh Kinan. Sebuah gaun bewarna kuning yang panjangnya hingga menutupi lutut, sangat cantik melekat di tubuh rampingnya. Bagian atasnya yang dibuat model Sabrina, membuat penampilan Kinan semakin cantik pagi ini. Wajahnya tak lagi terdapat memar, karena ia sudah menutupnya dengan sempurna. Kinan juga bisa menyamarkan dengan rambut yang sengaja ia uraikan. "Berikan aku foto-foto yang harus aku pilih lagi, aku akan menemui salah satu pria itu lagi hari ini agar aku bisa cepat terbebas," katanya seraya melangkah menghampiri Noah yang duduk di kursi makan."Wajah memarmu?" tanya Noah kebingungan. Ia tidak lagi melihat warna itu di pipi Kinan.Kinan mendekatkan wajahnya, agar pria itu bisa melihat dengan jelas pipi yang sudah ia samarkan dengan segala macam make up yang memang selalu ia bawa di dalam tasnya."Apa pakaian dalam itu pas di tubuhmu?" tanya