Share

Four

~Jangan kamu jadikan kekurangan sebagai alasan. Karena dari kekurangan itulah kamu belajar bahwa kelebihan hanya akan membawa pada kebohongan♡

Cornell terus berjalan menyusuri jalanan kota yang ramai. Dia berjalan di pinggir-pinggir jalanan. Mulutnya terus bergumam seakan sedang bernyanyi.

Dia terus melangkahkan kakinya yang panjang dan ramping. Hingga sampailah dia di sebuah rumah kecil yang biasa di sebut kos-kosan.

Cornell membuka pintu rumah itu kemudian masuk ke dalamnya. Tak lupa dia menutup kembali pintunya. Dia masuk ke dalam kamar dan mengganti seragamnya dengan pakaian kerja.

Yups. Cornell memang bekerja di sebuah restoran yang tidak terlalu besar. Gajinya pun hanya bisa dia gunakan untuk membiayai sekolah dan membayar kos-kosan.

Cornell kemudian langsung pergi ke restoran tempat dia bekerja. Jarak restoran dan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh. Hanya dengan sepuh menit berjalan, Cornell kini sudah sampai di restoran itu.

Cornell masuk ke dalam restoran itu. Sudah ada beberapa pelanggan yang menikmati pesanan mereka. Tiba-tiba, datang seorang laki-laki setengah baya kemudian menepuk pelan pundak Cornell.

"Cornell" panggil Pak Rio yang merupakan pemilik restoran. Cornell kemudian berbalik badan karena ada yang menepuk pundaknya.

"Iya pak, ada yang bisa saya kerjakan?" tanya Cornell sopan.

"Iya, kebetulan kamu sudah datang. Tolong kamu antarkan pesanan ke alamat yang ada di kertas ini. Setelah itu kamu boleh istirahat di rumah" ucap Pak Rio kemudian menyerahkan secarik kertas.

"Tapi pak, saya baru saja datang dan belum melakukan apapun" ucap Cornell.

"Sudah tidak apa-apa, kamu istirahat saja hari ini. Gaji kamu tidak akan bapak potong. Lagian kamu kan pasti capek pulang sekolah langsung berangkat kerja" jelas Pak Rio. Beliau memang seseorang yang baik dan dermawan.

"Baik pak. Terimakasih sudah mengizinkan saya istirahat" ucap Cornell yang mendapat anggukan dari Pak Rio.

Cornell kemudian pergi keluar restoran untuk mengantarkan pesanan. Sebelum keluar, dia mengambil pesanan yang akan dia antar di tempat meja pesanan. Dia berjalan menuju alamat yang tertulis di secarik kertas itu. Hingga sampailah dia di depan rumah besar dan mewah bernuansa putih.

"Aku tidak salah alamat kan? Besar sekali rumah ini" gumam Cornell.

Cornell kemudian masuk ke dalam gerbang rumah itu. Kini, dia sudah ada di depan pintu rumah tersebut. Dia mengetuk pintu rumah itu sebanyak tiga kali, namun tidak ada jawaban dari dalam.

"Pesanan!!" ucap Cornell sedikit keras.

"Iya, sebentar!" teriak seorang perempuan yang berasal dari dalam rumah itu.

Meskipun orang itu berteriak, Cornell tetap tidak mendengarnya. Dia kemudian mengetuk pintu rumah itu lagi. Tiba-tiba, pintu rumah itu terbuka.

"Mas nya nggak sabaran deh, kan tadi sa-" oceh perempuan yang membuka pintu, namun terhenti saat melihat Cornell. Betapa terkejutnya mereka berdua saat melihat wajah satu sama lain.

"King!!"

"Queen!!"

Ternyata, pemilik rumah besar dan megah itu tidak lain adalah Vlo. Dan saat ini, Cornell dan Vlo masih memasang wajah terkejut mereka.

"King, kenapa kamu yang disini? Bukannya tadi yang datang pegawai restoran yang mau mengantar pesananku?" tanya Vlo bingung.

"Aku kesini karena ingin mengantar pesanan pelanggan. Tapi aku tidak tau kalau pelanggan itu ternyata kamu" jawab Cornell jujur.

"Ini pesananmu" lanjut Cornell kemudian menyerahkan kantung plastik yang ada di tangannya. Vlo pun menerimanya.

"I-iya, terimakasih" ucap Vlo kikuk. Cornell hanya mengangguk.

"Sekarang, kamu mau kemana?" tanya Vlo.

"Aku juga tidak tau. Pemilik restoran itu memintaku untuk tidak bekerja hari ini" jawab Cornell.

"Kalau begitu kamu tidak usah pergi!" seru Vlo yang terdengar semangat.

"Maksudnya?" tanya Cornell yang tidak mengerti dengan maksud Vlo.

"Kita mengobrol di rumahku, bagaimana? Pokoknya kamu tidak boleh pergi, aku ingin mengintrogasimu!" ucap Vlo yang terdengar seperti mengancam.

"Baiklah" pasrah Cornell. Vlo tersenyum mendengarnya.

Mereka berdua kemudian pergi ke taman yang ada di samping rumah. Vlo sengaja tidak membawa Cornell masuk ke dalam rumah karena tidak ingin terjadi kesalahfahaman.

Mereka berdua kini duduk di kursi panjang yang ada di sebelah pohon yang cukup besar. Angin sepoi-sepoi seakan menambah kesejukan siang hari ini.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu bisa mengantarkan pesananku?" tanya Vlo yang sedari tadi penasaran.

"Aku bekerja di restoran tempat kamu memesan makanan" jawab Cornell seadanya.

"Tapi, kenapa kamu bekerja di kondisimu yang seperti ini, King?" tanya Vlo heran.

"Justru keadaanlah yang membuatku harus bekerja seperti ini" jawab Cornell enteng.

"Memangnya dimana orang tuamu?" tanta Vlo lagi.

Cornell terdiam beberapa saat. Fikirannya seakan terjang ke masa lalu. Namun, dirinya tetap harus terlihat kuat di depan Vlo.

"Ibuku sudah tiada, dan ayahku.." ucap Cornell menggantung. Vlo masih setia mendengar jawaban Cornell.

"Ayahku, aku tidak tau dia dimana" lanjut Cornell dengan suara pelan dan kepala menunduk.

Vlo merasa bersalah karena telah menanyakan sesuatu yang tidak seharusnya dia tanyakan. Namun, bagaimanapun juga dia tidak tau akan hal ini.

"King" panggil Vlo sambil menepuk pelan pundak Cornell. Cornell pun menoleh.

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud melukai hatimu" ucap Vlo merasa bersalah.

"Tidak apa, Queen. Jangan menyalahkan dirimu" balas Cornell sambil tersenyum.

"Apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Vlo ragu.

"Tanyakan apapun yang ingin kamu tanyakan. Selagi aku bisa menjawabnya, pasti akan aku jawab" ucap Cornell.

"Bagaimana bisa kamu tidak tau dimana ayahmu? Maksudku, semua anak pasti tau jika di tanya keberadaan ayahnya bukan?" tanya Vlo.

Awalnya, Cornell terdiam sesaat. Dia ragu untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Vlo.

"Jika kamu tidak ingin cerita tidak apa" ucap Vlo.

Cornell kemudian memutuskan untuk memberitahu yang sebenarnya pada Vlo. Karena dia yakin, Vlo mampu memahami dirinya.

"Ayahku meninggalkanku dan ibuku saat mengetahui bahwa aku tuli. Ayahku tidak ingin memiliki anak tuli sepertiku. Saat itu juga ayahku menceraikan ibuku dan memilih pergi bersama selingkuhannya"

"Mulai saat itulah semuanya berubah. Aku merasa bahwa aku adalah anak yang tidak di inginkan untuk lahir ke dunia ini. Tapi, aku beruntung karena masih memiliki ibu yang kuat, ibu yang selalu ada untukku, dan ibu yang selalu menanggung cacian karenaku"

"Aku pernah jatuh sejatuh-jatuhnya. Dan itu aku alami saat ibuku meninggalkanku sendiri di dunia ini. Dia meninggal karenaku, karena terlalu lelah mencari uang untuk pengobatanku. Aku memang anak tidak berguna. Aku seharusnya tidak lahir ke dunia ini. Aku..."

Cornell menangis sejadi-jadinya. Dia kembali teringat akan ibunya. Kejadian itu sungguh membuatnya seakan mati rasa.

Vlo mengelus pelan pundak Cornell. Dia ikut merasa sedih dengan keadaan Cornell saat ini. Baginya, Cornell adalah laki-laki terkuat yang pernah dia lihat.

"King" panggil Vlo pelan sambil mensejajarkan tubuh Cornell. Kini, mata mereka saling bertatapan.

"Jangan menangis, ada ratu yang akan selalu menemani raja. Jika raja menangis, siapa yang akan menjadi kekuatan ratu?" ucap Vlo lembut.

Vlo kemudian menghapus sisa air mata Cornell. Sedangkan Cornell, dia terus menatap lekat wajah Vlo. Melihat perlakuan lembut dari Vlo, Cornell justru semakin teringat dengan ibunya.

"Terimakasih, Queen" ucap Cornell lembut.

"Terimakasih untuk apa, King?" tanya Vlo tidak mengerti.

"Terimakasih karena telah menjadi ratu dalam hidupku. Tetaplah di sisiku, karena sampai kapanpun raja akan selalu membutuhkan kekuatan dari ratunya" ucap Cornell sambil menatap lekat wajah Felicya.

Vlo yang di tatap lekat seperti itu pun menjadi kikuk. Pasalnya, tatapan Cornell begitu dalam. Sampai-sampai dia bingung mau berkata apa saat ini.

"I-iya. Bi-bisakah kamu jangan menatapku seperti itu? ucap Vlo kikuk.

Cornell yang sadar pun segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia jadi malu saat ini.

"Ah, maafkan aku" ucap Cornell gugup.

Mereka sama-sama larut dalam fikiran masing-masing. Tidak ada yang bisa menjelaskan pada mereka perasaan apa ini sebenarnya. Hingga waktu terus berlalu. Cornell pun kembali dengan perasaan yang tak mampu di utarakan.

Kini, Cornell dan Vlo sama-sama berada di kamar mereka. Mereka membaringkan tubuh mereka ke atas kasur. Dengan perasaan yang tidak jelas, mereka tertawa seperti orang gila. Meskipun di tempat dan kasur yang berbeda, mereka berteriak dengan kata yang sama.

"PERASAAN APA INI?"

                       Part 4 selesai:)

             Tinggalkan jejak kakak♡‿♡

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status