Share

Seven

~Terkadang, tidak semua yang terlihat kuat di luar juga kuat di dalam. Karena ada yang kelihatan kuat namun sebenarnya rapuh♡

"Cornellio King Smart? Sepertinya papa tidak asing dengan nama itu" ucap Bramando sambil berfikir keras.

"Papa tentu sudah nggak asing lagi dengannya, karena yang Vlo tau dia itu murid pintar di ASR High School. Dan yang membuat dia berbeda, dia itu tuli" jelas Vlo menimpali ucapan Bramando.

"Dia...tuli?" tanya Sekar tidak percaya.

"Iya ma. Tapi dia masih bisa mengerti ucapan orang lain dengan membaca mulutnya. Hebat kan ma?" ucap Vlo yang terlihat membanggakan Cornell.

"Tunggu, kenapa kamu seperti sudah sangat mengenalnya?" tanya Bramando penasaran.

"Ish papa, jelas dong Vlo kenal, secara kan dia itu teman satu bangku Vlo" gerutu Vlo.

"Tapi, kamu bilang tadi dia di bully? Kenapa dia nggak lapor sama pihak sekolah aja? Kenapa baru saat ini kabarnya sampai ke papa?" tanya Bramando.

"Entahlah pa, Vlo juga nggak tau. Dari yang Vlo dengar, dia memang nggak pernah melawan saat di bully. Tapi mulai sekarang Vlo yang bakal melindungi dia dari dua monster itu" seru Vlo serius.

Bramando dan Sekar seakan kaget dengan tingkah anak tunggal mereka. Pasalnya, Vlo tidak pernah seperduli ini dengan urusan orang lain, terlebih pada seorang laki-laki. Entah apa yang membuatnya sampai berada di titik ini. Ada rasa bangga dari Bramando dan Sekar begitu melihat Vlo sudah lebih dewasa.

"Ya sudah, masalah ini akan papa bicarakan dengan pihak sekolah. Kamu fokus saja dengan sekolahmu" ucap Bramando sekaligus memberi nasihat.

"Oke pa. Kalau gitu Vlo ke kamar dulu" ucap Vlo senang. Dia kemudian pergi ke kamarnya.

Bramando dan Sekar saling menatap satu sama lain. Ada banyak pertanyaan di benak mereka.

"Apa putri kecil kita sudah bertambah dewasa?" tanya Sekar.

"Papa juga merasa begitu. Semoga saja anak kita tidak merasakan kejamnya dunia" balas Bramando.

Di dalam kamar, Vlo terlihat sedang membaringkan tubuhnya sambil mengotak-atik Handphone kesayangannya.

"Kenapa sepi sekali" gumam Vlo kemudian meletakkan handphone miliknya.

"Kira-kira King sedang apa ya?" 

"Apa aku chat dia saja. Tapi, apa tidak mengganggu?"

Sedetik kemudian Vlo tersadar dan mendudukkan tubuhnya. 

"Tunggu, aku kan tidak punya nomornya, bagaimana aku bisa menghubunginya" gumam Vlo yang terlihat seperti orang bodoh.

"Argghh!!"

***

Di tempat lain, terlihat seorang laki-laki sedang duduk di kursi taman yang sepi pengunjung. Laki-laki itu adalah Cornell. Dia menunduk sambil memandangi sebuah foto di tangannya. Di foto itu terlihat seorang anak laki-laki yang sedang bersama wanita setengah baya. Yups, wanita itu adalah ibu Cornell.

Cornell terus menatap lekat foto itu. Dia rindu ibunya. Dia rindu pelukan hangat yang mampu menenangkan hatinya. Dan dia juga rindu dengan suara lembut ibunya.

"Ibu, aku merindukanmu. Jika aku boleh meminta, aku ingin menyusul ibu saja. Sepertinya, dunia ini sangat membenciku. Aku lelah bu, aku lelah berpura-pura baik-baik saja" gumam Cornell sambil memeluk foto itu. 

Air mata turun begitu saja dari matanya tanpa meminta izin dari si pemilik mata. Cornell memang selalu menutupi kesedihannya. Dia tak ingin orang lain tau sisi pilu dalam hidupnya.

"Apa ibu tau? Aku memiliki teman baru. Dia cantik dan juga baik, sama seperti ibu" ucap Cornell lirih.

"Oh iya, aku ingin meminta maaf pada ibu. Sampai detik ini, aku masih belum menemukan siapa ayahku. Rasanya, ayah begitu fana" 

"Aku masih ingat dengan jelas perkataan ibu. Ibu bilang, suatu saat ayah akan mencariku bukan? Tapi, kenapa sampai saat ini ayah belum menemuiku? Apa ayah tidak menyayangiku? Apa aku seburuk itu bu?" ucap Cornell dengan nada lirih dan suara yang bergetar.

_Flashback On_

Di sebuah kos-kosan, terlihat seorang anak laki-laki sedang mewarnai sebuah gambar. Dia beberapa kali melihat ke arah ibunya yang sedang menjahit pakaian. Anak laki-laki itu adalah Cornell saat masih berumur 8 tahun. Dan wanita itu adalah Laras, ibunda Cornell.

"Ibu" panggil Cornell. Laras pun menoleh ke arah Cornell.

"Ada apa sayang?" tanya Laras lembut.

"Kemarin saat di sekolah Rafly menggangguku lagi. Dia mematahkan pensilku dan membuangnya di kotak sampah" ucap Cornell mengadu.

Laras sudah biasa mendengar Cornell bercerita tentang sikap teman-temannya yang tidak baik padanya. Ada rasa sakit ketika Cornell berbicara seperti itu. Tentu saja, ibu mana yang akan tega jika anaknya harus menanggung cacian.

Laras pun mendekat ke arah Cornell. Dia mengelus puncak kepala Cornell sambil tersenyum.

"Cornell, maafkan ibu yang tidak bisa memberimu kebahagiaan. Karena ibu, Cornell selalu di bully di sekolah. Maafkan ibu sayang" ucap Laras sambil menangis.

"Ibu, ini bukan salah ibu. Tidak ada yang bersalah di sini, bukan aku dan bukan ibu" lirih Cornell. Bahkan di usianya yang masih kecil dia sudah mampu bersikap dewasa.

"Ibu tidak perlu mengkhawatirkan aku, aku akan baik-baik saja bu. Karena aku anak ibu" lanjut Cornell yang kemudian memeluk Laras.

"Maafkan ibu sayang. Jika saja ayahmu ada di sini, mungkin ini semua tidak akan terjadi" batin Laras.

"Bu" panggil Cornell sambil melepaskan pelukannya.

"Sebenarnya, siapa ayahku? Dimana ayah sekarang? Kenapa ayah tidak pernah menemuiku?" tanya Cornell berturut-turut.

Deg. Pertanyaan Cornell membuat Laras terkejut. Inilah yang Laras takutkan. Cepat atau lambat Cornell akan bertanya tentang ayahnya.

"Apa ayah tidak menyayangiku bu?" tanya Cornell lagi.

"Sayang, ayah sangat menyayangi Cornell. Hanya saja ayah mungkin sangat sibuk sampai tidak bisa menemui Cornell dan ibu. Tapi, suatu saat pasti ayah akan mencari Cornell, karena Cornell adalah anak ayah" jawab Laras.

"Benarkah? Apa saat ini ayah sedang mencariku? Kalau begitu aku akan menunggu ayah menemukanku" seru Cornell senang. Laras hanya mengangguk.

"Maafkan ibu, Cornell"

_Flashback Off_

Tiba-tiba, ada yang menepuk pelan pundak Cornell. Sontak Cornell langsung menoleh. Ternyata, yang menepuk pundaknya adalah seorang gadis cantik berambut pendek.

"Boleh duduk di sini?" ucap gadis itu meminta izin. Cornell hanya mengangguk mengiyakan. Gadis itu pun duduk tepat di sebelah Cornell.

"Sedang ada masalah?" tanya gadis itu tiba-tiba. 

"Tidak" jawab Cornell.

"Lalu, kenapa tadi menangis?" tanya gadis itu lagi. 

"Teringat seseorang" jawab Cornell yang tak berniat menceritakan.

"Pasti ibumu kan? Aku mendengar semua ucapanmu tadi" seru gadis itu.

"Kamu mengikutiku?" tanya Cornell.

"Tidak. Aku memang sudah dari tadi di sini, bahkan sebelum kamu datang" jawab gadis itu.

"Ikhlaskan apapun yang sudah terjadi. Tuhan lebih tau yang terbaik untukmu. Dan jangan pernah berfikir untuk menyusul ibumu. Karena ibumu tidak akan menyukai itu. Bukankah semua yang pergi akan di ganti dengan yang lebih baik?" ucap gadis itu panjang lebar.

Cornell terdiam sejenak begitu mengetahui ucapan gadis itu. Gadis itu seakan tau apa yang terjadi pada Cornell. 

"Kenapa kamu berkata seperti itu?" tanya Cornell.

"Karena aku pernah menyesal saat ingin mencobanya" jawab gadis itu sambil tersenyum.

Gadis itu kemudian berdiri dari duduknya. Dia berniat pergi dari situ. Tetapi sebelum pergi, dia seperti mengatakan sesuatu pada Cornell.

"Aku bulan, milik malam" 

                           Part 7 selesai:)

                Tinggalkan jejak kakak♡‿♡

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status