Share

Bab 2

Author: Joana
Zayden Ranjaya.

Paman dari Ares, mantan tunangan dia.

Namun, bagaimana mungkin dia yang biasanya tinggal di Hongka bisa muncul di sini?

"Kamu?"

Mata hitam Zayden sedikit menyipit. "Sudah keluar dari penjara?"

"Ya."

Aurora mengangguk.

Ryan memandangi keduanya, mengedipkan mata, dan bertanya dengan bingung, "Pak Zayden, kalian berdua saling kenal?"

"Putri sulung Keluarga Guntara, Aurora."

Suara pria itu terdengar jauh, terselip nada merendahkan di dalamnya.

Aurora mengepalkan telapak tangannya, menundukkan kepala.

Dulu, semua orang tahu dirinya adalah pengikut setia Ares. Apalagi, dia adalah pamannya sendiri. Tak heran jika Zayden tahu hampir semua cerita tentang dirinya.

"Ya ampun… Dia Nona Aurora?" Ryan membelalakkan mata, tampak tak percaya. "Perubahannya terlalu drastis!"

"Nona Aurora, maafkan aku… tadi aku benar-benar tidak mengenalimu."

Ryan meminta maaf padanya.

Aurora melambaikan tangan dengan canggung. Suaranya datar saat berkata, "Aku bukan lagi Nona Keluarga Guntara."

Zayden menatapnya dingin, mencibir sinis. "Secara emosional, Keluarga Guntara yang membesarkanmu. Secara hukum, kamu anak angkat mereka yang sah. Ini bukan waktunya untuk berpura-pura tak ada hubungan."

Aurora menunduk, tidak membantah.

Bagaimanapun juga, semua orang percaya dulunya dialah pelaku perundungan di sekolah. Dia memaksa korbannya melompat dari gedung, dan dia memang pantas masuk penjara.

Di mata mereka, dia hanyalah putri palsu yang kejam, seorang pengkhianat yang membalas kebaikan dengan kejahatan.

"Aku memang belum bisa sepenuhnya memutus hubungan dengan Keluarga Guntara sekarang, karena aku sedang berencana pergi ke sana. Bolehkah aku merepotkan Tuan Zayden untuk mengantarkanku?"

Karena identitasnya sudah terbongkar, Aurora tak lagi perlu menyembunyikan apa pun. "Ares sekarang berada di rumah Keluarga Guntara. Aku ada urusan dengannya."

Zayden meliriknya sekilas sambil mengusap tasbih di tangannya. Suaranya tenang saat berkata, "Ares sudah bertunangan lagi."

Aurora tersenyum tipis. "Tenang saja, Tuan Zayden. Aku tak punya niat apa pun terhadap Ares. Aku hanya ingin bertemu dengan anakku."

Aurora memegang kepalanya yang berdenyut, suaranya lirih, nyaris habis tertelan kelelahan. "Dengan aku sebagai ibunya, aku takut anakku justru akan menderita. Selama dia bisa tumbuh sehat dan bahagia… aku tak akan jadi penghalang."

Dia paham betul, dengan kondisi seperti ini, dirinya tak punya kekuatan untuk membawa Kael pergi, apalagi merebut hak asuhnya.

Namun satu hal yang membuatnya sedikit tenang, Kael tetaplah darah daging Ares. Aurora yakin, Keluarga Anandara tidak akan memperlakukan anaknya dengan buruk.

Hanya saja, dia takut Elira akan berbuat jahat...

"Sebagai seorang ibu, kamu mau menemuinya dalam keadaan seperti ini?" Zayden menatapnya dari atas ke bawah, seperti melihat anak ayam yang basah kuyup.

Andai bukan karena sorot mata yang begitu khas, mungkin setelah lima tahun, dia pun akan kesulitan mengenalinya.

Penampilannya banyak berubah. Jelas terlihat bahwa dia telah melewati masa-masa sulit di penjara.

Yang membuat Zayden heran, apakah Keluarga Guntara benar-benar tidak melakukan apa pun untuk membantunya?

"Aku..."

Kata-kata itu membuat Aurora merasa malu.

Namun, dia benar-benar tak punya uang, bahkan untuk ongkos pulang ke kota pun tidak ada, apalagi mencari tempat untuk merapikan diri.

"Naiklah."

Pria itu hanya mengucapkan satu singkat, lalu berbalik dan segera duduk kembali di dalam mobil.

Aurora terdiam sejenak, masih sedikit linglung.

Ryan segera membukakan payung untuk Aurora. "Nona Aurora, Pak Zayden jarang-jarang bersikap baik. Cepat naik ke mobil sebelum dia berubah pikiran. Aku akan mengantarmu kembali ke rumah Keluarga Guntara."

"Baik, terima kasih."

Aurora mengangguk, lalu diantar oleh Ryan ke depan pintu mobil. Saat dia membuka pintu mobil, dia tiba-tiba terkejut.

Di dalamnya, selain Zayden, ada juga seorang anak laki-laki kecil.

Aurora kembali sadar dan segera masuk ke dalam mobil. Dia menunduk, menatap tubuhnya yang basah kuyup. Tanpa sadar, dia menyusut ke sisi kursi, enggan duduk terlalu dekat dengan anak itu.

"Tuan Zayden, apakah anak ini putra Anda?" tanyanya sembarangan, hanya untuk memecah keheningan.

Zayden bersandar santai di jok belakang dengan mata terpejam. Dia tidak menjawab.

Aurora tahu, dia tidak tidur. Pria itu hanya sedang memilih untuk tidak peduli padanya.

Menyadari hal itu, Aurora memilih diam. Dia tak berkata apa-apa lagi, hanya menatap anak kecil di sampingnya. Anak itu sangat tampan, terlalu mirip dengan Zayden. Pasti putranya.

Melihat wajah mungil yang tenang itu, Aurora langsung teringat pada Kael. Usianya pun mungkin tak jauh berbeda. Naluri keibuannya muncul begitu saja, mendorongnya untuk membuka suara. "Adik kecil, siapa namamu?" tanyanya lembut, dengan senyum samar di wajahnya.

Di dalam mobil sangat sepi.

Anak itu duduk dengan tatapan kosong, seolah tenggelam dalam lamunannya. Aurora mengira dia juga tak mau peduli padanya, dan hal itu membuatnya merasa kecewa.

Apa dia memang sebegitu menyebalkannya? Bahkan anak kecil pun enggan menoleh padanya. Kalau begitu... apakah Kael juga akan bersikap sama?

Rasa minder menyusup perlahan. Dia takut Kael akan membencinya.

"Nama Tuan Muda adalah Elric Ranjaya," jelas Ryan dengan nada pelan. "Jangan tersinggung, Nona Aurora. Tuan Muda memang jarang bicara. Bahkan saat Pak Zayden berbicara dengannya, dia pun tidak menjawab."

"Ah, begitu ya." Aurora mengangguk pelan, lalu terdiam.

Perjalanan menuju kota masih panjang, dan tubuhnya terasa tidak enak. Dia berusaha tetap terjaga, karena jika sampai tertidur, ada kemungkinan dia akan pingsan. Untuk menjaga kesadarannya, Aurora meraih rubik di sampingnya dan mulai memainkannya.

Tiba-tiba, sebuah tangan mungil menggenggam tangannya. Aurora menoleh, menatap versi mini dari Zayden dengan sedikit heran. "Ada apa, Tuan Muda Elric?" tanyanya lembut.

Dia mengulurkan jari telunjuk mungilnya, menunjuk ke arah rubik.

Aurora lalu menyerahkannya. "Kamu mau main? Kalau begitu, Tante kasih ya. Mainkan ini."

Elric kecil menerima rubik itu dan mulai memutarnya perlahan. Tiba-tiba, dia berkata lirih, "Kakak."

"Hm? Apa tadi?"

Suaranya begitu pelan, nyaris seperti bisikan seekor nyamuk. Aurora tak yakin, apakah dia sedang berbicara pada dirinya sendiri… atau pada Zayden.

Yang membalasnya hanya sunyi. Keheningan yang seolah menggantung di udara.

Namun, Zayden tiba-tiba menarik Elric ke dalam pelukannya. Dia menatap lurus ke mata putranya dan bertanya, perlahan dan penuh tekanan, "Apa yang baru saja kamu katakan?"

Dia mendengarnya, tetapi nyaris tak percaya.

"Ka…kak."

Elric menggembungkan pipinya yang putih dan lembut, lalu mengucapkan kata itu dengan sungguh-sungguh.

Kali ini, Aurora mendengarnya dengan jelas. Matanya melebar karena terkejut. "Dia… memanggilku kakak?"

Rasa haru perlahan mengisi dadanya. Elric baru saja bicara dan memanggilnya kakak, bukan tante.

Aurora yang tadinya merasa tidak layak dan tampak lusuh, sempat khawatir Kael akan meremehkannya dan menolak mengakui dirinya sebagai ibu. Akan tetapi, sekarang, ternyata dia tidak seburuk itu. Bahkan Tuan Muda Elric mau memanggilnya kakak.

Namun, Elric tak mengacuhinya lebih lanjut. Dia menundukkan kepala dan kembali asyik bermain rubik.

Zayden sendiri belum pernah melihat putranya sedekat ini dengan seorang wanita. Dia menoleh, menatap Aurora. Tak ada yang tampak istimewa darinya… kecuali satu hal.

Dia sangat berantakan.

Seperti seorang pengemis.

Padahal, biasanya wanita-wanita yang mendekatinya selalu tampil rapi dan sempurna.

"Ryan," perintah Zayden, "Bawa dia ke salon. Belikan satu set pakaian untuk Nona Aurora."

Ryan tampak terkejut, tetapi segera mengangguk.

Aurora ikut kaget. Dia buru-buru berkata, "Tidak perlu, sungguh. Jangan repot-repot, Tuan Zayden. Aku akan pergi ke Keluarga Guntara begini saja."

Dia memang tak punya uang, apalagi untuk perawatan di salon.

Namun Zayden menyipitkan mata. Suaranya dingin dan tak bisa dibantah. "Aku tidak sedang membantumu. Lakukan saja apa yang aku katakan."

Aurora mengerutkan kening, tidak mengerti apa maksud pria itu.

Setelah keluar dari salon, rambutnya sudah ditata rapi, dan tubuhnya dibalut gaun mini elegan. Aurora nyaris tak mengenali dirinya sendiri. Tak ada lagi jejak narapidana yang baru keluar dari penjara.

Zayden meliriknya. Pandangannya jatuh pada tulang selangkanya yang samar terlihat. Dia terdiam sejenak.

Lalu tanpa peringatan, dia bangkit dari sofa dan melangkah cepat mendekatinya. Tangannya merentang, dan tanpa kata, dia menarik Aurora ke dalam pelukannya. Ibu jarinya menyentuh lembut tulang selangkanya… seperti ingin mengingatnya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 100

    Jenna pernah bertemu dengan Elira, dan tahu dia adalah adik perempuan Nevan, tetapi sebelum mengenal Aurora, dia tidak tahu bahwa Elira memiliki hubungan dengan Keluarga Guntara."Sekarang Kael sudah diprovokasi olehnya, dia sama sekali tidak percaya padaku. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa," ucap Aurora dengan sedih, seolah seluruh langit runtuh menimpanya.Perasaannya saat ini penuh dengan kekecewaan dan keputusasaan. Dia pun tak berani langsung pulang ke Keluarga Ranjaya. Karena itulah, dia mengajak Jenna bertemu untuk mencurahkan isi hatinya."Orang seperti Shelly, harus dipancing dulu agar wajah aslinya muncul. Dia mendekati Kael demi bisa menikahi Ares dan naik derajat. Itu berarti Ares adalah kelemahannya. Dan sekarang Ares memang berniat kembali padamu. Itulah kuncinya!"Jenna langsung menembak ke titik persoalan. "Kamu harus manfaatkan Ares untuk memancingnya, buat dia sampai kalap."....Malam harinya, Aurora menelepon Shelly.Tapi Shelly tidak menjawab.Perempuan

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 99

    Aurora menuruni tangga. Dia ingin pergi dari sini, sendirian dan tenang.Namun, saat melangkah keluar dari gerbang Keluarga Anandara, dia merasa dirinya seharusnya tidak bersikap keras kepala kepada Kael. Anak itu masih kecil, pasti ada yang menghasutnya.Memikirkan hal itu, ia pun kembali melangkah naik. Akan tetapi, saat sampai di depan kamar Kael, dia mendengar Kael sedang menelepon, dan teleponnya dalam mode pengeras suara."Tante Shelly, Ibu sudah pergi karena aku buat marah!" Nada suara Kael tidak terdengar bangga, malah terdengar ragu dan bingung.Tapi Shelly justru tertawa kecil. "Kael, Ibumu itu menyukai Elric, jadi kamu harus beri dia pelajaran. Jangan biarkan dia seenaknya meninggalkanmu demi mengurus anak orang lain. Kalau kamu terlalu mudah memaafkannya, dia tidak akan menghargaimu."Mendengar itu, mata Aurora terbelalak. Sorot matanya dipenuhi amarah. Kedua tangannya mengepal erat tanpa sadar, seolah ingin menerobos masuk dan membentak Shelly habis-habisan. Menuntut alasa

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 98

    "Aku masih harus memberi tahu Ibu, tapi mungkin... kamu harus beri dia waktu untuk menerima semuanya," ujar Ares sambil menenangkannya.Senyuman di wajah Aurora pun memudar, ekspresinya datar. "Kalau begitu, biarkan aku menjaga Kael lebih dulu.""Baik, baik. Aku bukan sengaja melarangmu bertemu Kael. Hanya saja... setelah cara kamu memperlakukanku waktu itu, aku cuma ingin memaksamu datang dan mencariku." Nada suara Ares melunak. Dia pun segera menelepon pembantu rumah tangga, memberi instruksi agar Aurora diizinkan masuk untuk merawat Kael.Setelah berhasil mencapai tujuannya, Aurora berbalik hendak pergi, tetapi ditarik masuk ke dalam pelukan Ares. "Aurora, jangan terburu-buru. Aku akan cari waktu untuk bicara dengan Ibu. Satu-satunya orang yang kucintai hanyalah kamu."Dia pun menyandarkan kepalanya di bahu dan leher Aurora, menghirup dalam-dalam aroma tubuh wanita itu.Aurora segera mendorongnya. "Aku mau menemui Kael, kamu lanjutkan pekerjaanmu.""Biarkan aku memelukmu sebentar sa

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 97

    Dia mengira kenangan-kenangan ini bisa membuat Aurora teringat akan masa-masa indah mereka dulu.Namun tak disangka, di mata Aurora, semua itu tidak berharga, hanyalah sampah belaka?Kenapa wanita ini bisa berubah sedemikian besar?Dulu semua yang Aurora lakukan adalah demi dirinya, entah itu mencelakai Selina, atau melahirkan Kael, semuanya karena Aurora sangat mencintainya.Namun, sejak keluar dari penjara, kenapa sikap Aurora menjadi begitu dingin terhadapnya?Ares tidak mengerti. Mungkin Aurora sedang bersiasat dengan berpura-pura menjauh untuk membuatnya makin tertarik. Awalnya Ares memang berpikir begitu, tetapi rasanya tetap saja tidak masuk akal. Jika memang itu niatnya, bukankah akting Aurora terlalu berlebihan?Dia bahkan sudah mengambil langkah lebih dulu untuk memberi mereka kesempatan kembali bersama…Selain itu, hanya ada satu kemungkinan lain, yaitu dia telah jatuh cinta pada orang lain.Dan satu-satunya pria yang mungkin membuat Aurora berpaling darinya hanyalah pamanny

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 96

    Dia adalah ibu kandung Kael, dan memiliki hak untuk menemui Kael. Ares tidak bisa melarangnya begitu saja.Mungkin karena terlalu cemas, Aurora sudah tak memikirkan lagi soal citra dirinya. Begitu sampai di lobi utama Grup Anandara, dia langsung berkata ingin menemui Ares.Dua resepsionis wanita saling berpandangan, lalu salah satunya bertanya, "Nona, siapa nama Anda? Apakah sudah membuat janji temu?""Namaku Aurora Guntara. Katakan pada Pak Ares bahwa aku ingin bertemu dengannya. Dia pasti akan mau menemuiku," ucap Aurora dengan wajah dingin dan nada berat.Sebenarnya, para resepsionis itu sudah terbiasa melihat banyak wanita seperti ini. Siapa pun tahu siapa Ares itu, dan terlalu banyak wanita yang berusaha mendekatinya. Namun, justru karena sikap Aurora yang begitu yakin dan tak gentar, mereka jadi tak bisa menertawakannya seperti biasa.Salah satu dari mereka pun segera menelepon kantor CEO. Begitu mendapat jawaban, matanya membelalak."Silakan, Nona Aurora. Lewat sini."Sang resep

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 95

    Pandangan Aurora tanpa sadar terpaku padanya.Sampai suara rendah pria itu terdengar, menyadarkannya dari lamunannya."Ada apa?"Aurora kembali sadar, menunduk dengan canggung sambil mengusap kening, lalu menggigit bibir dan bertanya, "Tuan Zayden, di kamarku ada kotak berisi gaun malam. Apakah itu kiriman dari Anda?""Ya," jawab Zayden dengan nada datar. "Aku akan membawa Elric ke jamuan makan malam Grup Anandara. Saat itu aku butuh kamu menemani dan menjaganya.""Oh, baik."Setelah tahu alasannya, Aurora tidak bertanya lebih lanjut. Dia berbalik hendak pergi, tetapi seolah teringat sesuatu, dia langsung berbalik dan bertanya, "Apakah itu jamuan makan malam hari Minggu? Di Hotel Royal?""Benar." Zayden mengangkat alisnya sedikit.Aurora tampak terkejut.Jamuan yang digelar oleh Keluarga Guntara dan Keluarga Anandara untuk merayakan peluncuran proyek kecerdasan buatan, dipenuhi oleh tamu-tamu penting dari berbagai kalangan.Aurora segera berkata, "Itu bukan hanya jamuan makan malam Gru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status