Share

Goodbye, Owen

“Maaf, Kak. Bagaimana kalau Kakak keluar dulu?” pinta adiknya dengan sorot mata memohon. “Mama sedang emosional saat ini. Biar kuhibur dan kutemani sampai Mama tertidur. Nanti aku akan menemui Kakak di kamar. Bagaimana?”

Rosemary mengangguk menyetujui saran Olivia. Adiknya itu lebih memahami diri Mama. Dia pasti takkan kesulitan menenangkan ibu mereka itu.

Dengan lunglai Rosemary bangkit berdiri dan beranjak meninggalkan kamar tidur yang luas itu. Saat melangkah menuju pintu keluar, dia melewati foto berukuran besar dan berpigura warna keemasan.

Foto pernikahan Papa dan Mama, batinnya pedih. Ia menggigit bibirnya. Siapa sangka perkawinan yang kelihatannya harmonis dari luar itu menyimpan rahasia yang tak terduga! Papaku yang baik hati, bagaimana mungkin dirimu sanggup menyakiti keluarga ini begitu rupa? Kauhancurkan kenangan baik dalam benakku tentang dirimu. Kukira kau pria yang sempurna. Takkan pernah mengecewakan istri dan anak-anakmu. Ternyata dirimu sama saja dengan pria-pria kaya lainnya yang mudah takluk oleh perempuan lain!

Apakah semua pria memang seperti itu? Lalu bagaimana dengan Owen? Apakah dia kelak juga akan mengkhianatiku seperti ayah kandungku? batin gadis itu pilu. Hatinya bagai tersayat sembilu mengetahui ayahnya tidak sesempurna yang dibayangkannya selama ini. Lukman Laurens, seorang pengusaha kaya yang cukup terpandang di kota Balikpapan. Beristrikan seorang wanita cantik yang memberinya tiga orang putri yang santun dan terpelajar. Ternyata malah dirinya sendiri sebagai kepala keluarga yang mencoreng-moreng nama baik keluarga mereka!

Pantas saja Mama tadi bersikeras untuk mengkremasi jenazah Papa saja, tidak menguburkannya sebagaimana tradisi keluarga kami, pikir Rosemary. Barangkali Mama masih dendam atas pengkhianatan suaminya.

Gadis yang luar biasa bersedih itu meninggalkan kamar orang tuanya dengan lunglai. Ia berjalan menuju kamar tidurnya sendiri. Dihempaskannya tubuhnya di atas tempat tidurnya yang besar. Air matanya tak henti-hentinya mengalir. Hatinya terluka sekaligus rindu sekali pada ayahnya.

***

Esok paginya Rosemary menjemput kekasihnya di bandara. Owen terkejut sekali melihatnya. “Kan aku sudah bilang, Yang. Nggak usah dijemput. Aku tak ingin merepotkanmu. Masih banyak hal yang mesti kamu urus, kan,” cetusnya seraya mengecup dahi gadis yang dicintainya.

Rosemary menatap pemuda itu sedih. “Hanya inilah kesempatanku bisa berduaan denganmu, Wen,” ucapnya pilu. “Ada hal penting yang harus kuceritakan.”

“Ok, deh, Sayangku. Sekarang kita langsung berangkat saja menuju rumahmu, ya,” ajak pemuda itu sembari menggandeng tangan kekasihnya.

Beberapa saat kemudian kedua insan itu telah berada di dalam mobil Xenia, satu-satunya kendaraan peninggalan Lukman Laurens disamping sebuah truk yang biasanya mengangkut bahan-bahan bangunan dagangannya.

Rosemary mengemudikan mobil berwarna silver tersebut sambil bercerita tentang ayahnya. Owen yang mendengarnya terkejut sekali. Dia pernah dua kali bertatap muka dengan ayah kekasihnya itu. Kelihatannya ia seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab. Tak dinyana laki-laki itu menorehkan luka yang begitu mendalam di hati istri dan anak-anaknya.

“Setelah Mama tidur kemarin malam, Oliv masuk ke kamarku dan menceritakan semuanya. Ternyata dia dan Mama pernah memergoki Papa sedang bergandengan tangan dengan seorang perempuan muda di mal sekitar enam bulan yang lalu. Ada dua anak kecil bersama mereka waktu itu. Mama langsung beringas dan mempermalukan mereka semua di depan umum.”

“Wah,” komentar Owen spontan. Malah bikin seluruh dunia tahu tentang perselingkuhan suaminya, batinnya.

Seakan dapat membaca isi hati sang kekasih, Rosemary mengangguk. “Begitulah Mamaku, Wen. Orangnya impulsif. Kalau ada apa-apa, jarang sekali bisa menyembunyikan dalam hati. Tak peduli mereka sedang berada di depan umum, ia melabrak perempuan itu. Berteriak-teriak, bahkan sempat menjambak rambut panjangnya.”

Owen geleng-geleng kepala. Kayak adegan dalam sinetron saja, komentarnya dalam hati. Pasti menjadi tontonan orang banyak. Untung nggak sampai viral.

“Sejak saat itu sikap Papa terhadap Mama berubah total. Dia yang sebelumnya selalu mengalah kalau bertengkar, selanjutnya tidak lagi. Bahkan Papa berani mengancam akan menceraikan Mama kalau masih mengungkit-ungkit tentang perselingkuhannya. Papa mengaku selama ini merasa tertekan dengan sifat Mama yang terlalu menuntut. Papa berusaha sabar menghadapi kecerewetan Mama demi anak-anak. Tapi karena sudah ketahuan berselingkuh, ya sudah. Papa tak segan-segan lagi membentak Mama jika diperlukan.”

Air mata Rosemary mulai mengalir. Sang kekasih menepuk-nepuk bahunya. “Nggak usah dilanjutkan. Lain waktu saja,” katanya bijak. Dihapusnya air mata kekasihnya dengan tisu.

Gadis itu menggeleng kuat-kuat. “Kalau tidak menceritakannya padamu sekarang, aku bisa gila. Tak seorang pun di keluargaku yang bisa mendengar curahan hatiku seperti kamu, Wen. Sungguh….”

“Ok, ok. Ceritakan semuanya padaku. Tapi kurasa kita harus mencari tempat pemberhentian dulu, Sayang. Aku kuatir kamu nggak fokus menyetir kalau begini. Aku takut….”

Brakkk! Tiba-tiba sebuah truk menabrak mobil Rosemary keras sekali dari depan. Kemudian semuanya menjadi gelap….

***

“Mama, lihat. Jari-jemari Kak Rose bergerak-gerak. Dia sudah sadar!” seru Olivia kegirangan. Gadis itu tengah menemani ibunya menjaga Rosemary di rumah sakit. Sudah lima hari kakaknya itu dirawat di ruang ICU akibat kecelakaan lalu lintas setelah menjemput Owen dari bandara.

“Rose, ini Mama,” kata Martha berusaha menyadarkan putri sulungnya. “Kamu sudah sadar, Nak?”

“Aaah…,” ucap Rosemary lirih. Pandangannya masih agak kabur. Kepalanya terasa berat sekali. Sekujur tubuhnya kaku. Tempat apa ini? batinnya penuh tanda tanya. Nuansanya serba putih bersih. Apakah aku sudah mati?

Difokuskannya pandangannya pada dua orang yang berada di depannya. “Mama…Oliv…,” ujarnya mulai mengenali ibu dan adik kandungnya.

“Puji Tuhan. Terima kasih, Yesus. Kau kembalikan anakku!” seru Martha penuh rasa syukur. Ekspresi wajahnya berseri-seri. Sementara itu Olivia tampak berkaca-kaca saking terharunya. Kakaknya sudah sadar kembali setelah sepuluh hari mengalami koma!

“Kak Rose,” katanya sambil tersenyum. “Syukurlah Kakak sudah sadar. Sebentar Oliv panggilkan dokter untuk memeriksa Kakak.”

Gadis itu lalu keluar meninggalkan salah satu bilik ICU tersebut. Beberapa saat kemudian dia sudah kembali bersama seorang dokter laki-laki setengah baya dan perawat. Olivia lalu mengajak ibunya keluar sebentar agar Rosemary dapat diperiksa secara menyeluruh.

“Mama senang sekaligus takut, Liv,” bisik ibunya saat mereka sudah keluar dari bilik tersebut. “Kakakmu rupanya masih ingat mobil yang dikemudikannya ditabrak truk. Dia tadi bertanya tentang Owen….”

Hati Olivia bagaikan melompat keluar rasanya. Aduh, satu persoalan baru selesai. Eh, masih ada masalah lain, keluhnya dalam hati. Bagaimana caranya menjelaskan pada kakaknya bahwa pacarnya langsung meninggal dunia di lokasi kejadian kecelakaan itu?

***

Tiga bulan semenjak tersadarnya Rosemary dari koma, dia dirawat secara intensif di rumah sakit. Patah tulang di sekujur tubuhnya pelan-pelan dipulihkan dengan obat-obatan maupun fisioterapi. Sedangkan kondisi psikisnya yang terluka akibat kematian kekasihnya mendapatkan perawatan dari psikiater.

Semula ibu dan adik-adiknya bermaksud menyembunyikan kenyataan tentang Owen. Namun pertanyaan Rosemary yang tak henti-hentinya akhirnya membuat Martha menjadi tak tahan dan mengatakan yang sejujurnya.

“Owen sudah meninggal, Rose. Tepat di lokasi kejadian kecelakaan itu.”

Rosemary menatap ibunya seperti melihat hantu. Hatinya terasa hampa. Beberapa saat kemudian gadis itu berteriak-teriak histeris, “Tidak mungkin! Owen belum mati! Dia berjanji selalu menjagaku. Menemaniku di saat suka dan duka. Mama bohong. Bohong!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Kasihan km ros, semoga km kuat ya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status