Di dalam kamar hotel yang sudah disulap begitu indah dengan berbagai bunga mawar, rasa sakit hatiku masih terus membara. Wajah ayuku di hadapan cermin tampak begitu dingin. Sementara otakku terus berkelana menyunsun sandiwara malam pertama.
“Capek nggak, Sayang?” Diran mengecupi leher dan pundakku yang polos begitu mendamba. “Aku bantu lepasin gaunnya, ya,” lirihnya dengan embusan napas yang meremang.
Aku tersenyum penuh tersirat menatap sosok bajingannya di cermin. “Iya, nih. Capek banget aku, Sayang. Kita langsung tidur aja, ya,” kataku manja.
“Nggak mau malam pertama, nih?” godanya yang perlahan membuka ritsleting belakang gaun putihku.
“Jangan sekarang ya malam pertamanya. Aku beneran capek banget, Sayang.” Aku menahan
gaunku yang akan jatuh ke lantai usai ritsleting di belakangnya terbuka penuh.“Bentar doang, Sayang. Aku bakalan pelan-pelan mainnya,” rayunya seraya berusaha melepaskan tanganku yang menahan gaunku jatuh.
Aku kembali tersenyum. “Kalau gitu kamu mandi dulu, ya.”
“Mandi bareng aja,” rayu Diran seraya membalikkan tubuhku ke hadapannya.
“Aku mau bersihin make up dulu. Nanti aku nyusul,” kataku mencoba mencari alasan.
“Ya udah, jangan lama-lama, ya,” pintanya seraya mencoba mencium bibirku.
“Nanti aja cium-ciumnya, ya.” Aku menjauhkan wajahku dari wajahnya. “Aku tadi habsi makan babat. Mau gosok gigi dulu,” kilahku.
Diran mengembuskan napas berat. “Ya udah, deh. Aku siapkan bak mandinya buat kita berendam, ya,” ucapnya akhirnya.
Aku mengangguk dengan senyum yang aku buat semanis mungkin.
Sepeninggal Diran ke kamar mandi, aku segera meraih ponselku yang sudah dipenuhi ucapan
selamat pada pesan W******p. Namun, salah satu pesan dari teman baikku lebih menarik perhatianku.Reen : Gee, lo coba cek juga ponselnya
Diran. Ada kemungkinan suami berengsek lo itu nyimpan kontaknya si Jonna pakai nama lain.Aku mengeraskan rahang menahan sesak. Masih teringat jelas, seminggu lalu Reen mengirimiku foto Diran yang tengah merangkul Jonna memasuki hotel dan keluar hotel pagi harinya. Kebetulan itu terjadi saat Reen tengah bermalam dengan kekasihnya di hotel yang sama dengan Diran.
Sungguh berengsek Diran. Bisa-bisanya dia berselingkuh dengan teman baikku sendiri. Atau ... mungkin Jonna yang berengsek. Bisa-bisanya teman baikku itu berubah menjadi perempuan murahan perebut laki-laki orang.
Tidak. Apa pun itu, mereka tetaplah berengsek. 2 manusia hina itu pasti akan aku hancurkan dengan caraku sendiri.
Usai membersihkan make up dan melepas gaun pengantinku, aku memakai komono mandi dan berjalan ke kamar mandi. Aku juga akan memulai permainan untuk mempermainkan mereka. Seperti mereka mempermainkanku tanpa perasaan.
“Hai, Sayang,” sapaku seraya melonggarkan tali komono untuk memperlihatkan belahan dua buah gundukkan kenyal milikku.
“Oh, shit,” lirihnya dengan tatapan terpana menatap belahan dua buah gundukkan kenyal milikku. “Sini, Sayang. Jangan buat aku nunggu lama. Aku udah nggak tahan,” pintanya mengulurkan tangan, memintaku masuk ke dalam bak mandi.
Aku duduk di pinggiran bak mandi dengan begitu sensual memperlihatkan paha polos menggodaku. “Gimana ya, Sayang ... aku kayaknya nggak bisa malam pertama, deh.”
“Kenapa, Sayang?” tanyanya kecewa.
“Aku ....” Aku membelai lembut wajah dan dada bidangnya menggoda,” lagi datang bulan.”
“Oh, shit!” umpatnya penuh sesal. “Aku udah nahan-nahan dari tadi sampai kesakitan,” keluhnya
Aku tersenyum — penuh kemenangan melihatnya mengerang kesakitan di dalam bak mandi.
Ini masih bukan apa-apa permainannya, Diran.
Tengah malam aku terbangun oleh kemelut perasaan sakit. Sementara Diran tampak pulas tertidur memelukku dari belakang. Laki-laki berengsek itu bahkan tidak terganggu sama sekali oleh isak tangisku. Sesaat, aku teringat pesan Reen untuk memeriksa ponsel Diran. Karena ada kemungkinan Diran merahasiakan selingkuhannya itu di sana dengan nama lain. Mereka tidak mungkin bisa saling bertemu begitu saja, jika tidak lewat ponsel. Perlahan-lahan aku beranjak melepaskan diri dari pelukan Diran. Lalu menghampiri ponsel milik Diran di atas nakas yang tampak dicas. Dengan hati-hati aku meraih ponsel yang kebetulan sekali tidak dalam mode mati. Namun, sayangnya aku tidak bisa membuka layarnya yang dikunci dengan kata sandi. Aku mengembuskan napas sesal. Ada penyelasan, kenapa aku tidak pernah sekali pun ingin tahu dengan isi ponselnya dari dulu. Bahkan hanya untuk sekadar mengetahui kata sandinya pun aku tidak tahu. Aku memutuskan ke kamar mandi untuk membasuh waja
“Sayang, kamu sarapan duluan, ya. Aku angkat telepon dulu dari Pak Prana.” Diranmenunjukkan layar ponselnya yang terpampang tulisan Pak Prana tengah memanggil. Aku mengangguk dan berusaha tersenyum. Sepeninggal Diran, Reen melambaikan tangan ke arahku, memintaku untuk menghampiri mejanya. Kulihat beberapa meja lainnya dihuni oleh beberapa kerabat yang masih ikut bermalam di hotel usai acara resepsi. “Mau ke mana tuh suami lo?” tanya Reen, tepat setelah aku duduk di hadapannya. “Katanya mau ngangkat teleponnya Pak Prana. Nggak tahu Pak Prana yang asli apa Pak Prana Pak Prana-an,” kataku mendengkus kesal. “Maksud lo ?” Reen mengernyit. “Gue yakin nama kontak selingkuhannya itu dikasih nama Pak Prana. Masak iya urusan kerjaan sampai telepon berkali-kali tengah malam?” Reen menganga. “Terus kenapa nggak Io ikutin aja dia?” “Males gue. Mending gue ngisi perut di sini.” Aku menyendok creamy ravioli milik R
“Kamu nggak papa “kan, kita nggak bisa honeymoon? Ada projek baru yang harus lounchingsecepatnya di perusahaan. Jadi aku harus urus secepatnya sama Pak Prana.” Diran menggenggam tanganku di atas meja makan.Lagi-lagi tersenyum menjadi andalanku.“Nggak papa. Aku bisa ngertiin, kok.”Ya. Tentu saja aku harus bisa mengerti. Sebab laki-laki berengsek di hadapanku itu harus menguras otak untuk bisa bermain-main di belakangku. Lagi pula, tidak akan ada gunanya juga melakukan honeymoon. Toh aku tidak akan pernah sudi memberikan keperawananku.“Makasih ya, Sayang. Kamu mau ngertiin aku.“Makasih doang, nih? Nggak mau ngasih aku ciuman, nih?” godaku dengan sengaja, tatkal mendapati sosok Jonna yang duduk di meja belakangDiran tampak curi-curi pandang ke maja kami.“Sini, aku kasih ciuman.” Diran kemudian mengecup lembut keningku.Sedetik itu aku bisa melihat, bagaimana
Sepeninggal dari hotel, aku dan Diran kemudian menempati rumah yang memang sudah Diran persiapkan untuk berkeluarga—rumah minimalis seperti impianku. Membuatku cukup tersentuh dengan usahanya mempersiapkan rumah.Sayangnya, rumah itu tidak akan pernah menjadi milikku. Karena suatu saat nanti, sudah aku pastikan akan keluar dari sana.Malam kedua berikutnya akan menjadi permainan berikutnya untuk membuat Diran kesakitan.Lingerie merah pemberian Jonna memang cukup menggoda memperlihatkan lekuk tubuhku.Tidak lupa juga rambut panjangku yang aku cepol untuk memperlihatkan leher jenjang polosku.Keluar dari kamar mandi, Diran langsung memeluk tubuhku dari belakang. “Kamu sengajamancing aku “kan?” tanyanya dengan embusan napas tak beraturan. Seperti birahi yang sudah terbakar.Aku tersenyum kecut. “Siapa bilang aku mau mancing kamu? Aku cuma pengen pamerin lingerie seksi pemberian Jonna ke kamu.”K
“Mbak Gee Andhra?” Seorang laki-laki memakai t-shirt berpadu jacket, celana jeans, sneakers hitam putih dan balck cap menghampiri mejaku.“Iya,” jawabku ragu-ragu menyelisik wajah rupawannya.“Saya Adirajada. Orang kiriman dari XO ekpress.” Laki-laki tersebut mengulurkan tangan padaku.“Oh, iya, Mas. Halo.” Aku kemudian membalas uluran tangannya.“Silakan, duduk,” ucapku mempersilakan kursi di hadapanku.Seperti yang sudah aku rencanakan, bahwa aku akan mengunakan mata-mata untuk membantuku mempermainkan Diran dan Jonna. Berkat otak intel Reen, aku berhasil menemukan jasa mata-mata yang juga merangkap sebagai kurir.“Sebelum kita memulai kerja samanya, boleh saya tahu detail permasalahannya?” tanyanya usai menyeruput es teh leci soda.Jujur, aku ragu untuk menceritakan detail permasalahan. Ada rasa tidak nyaman untuk terbuka dengan orang baru.“Anggap
Pukul 8 malam lewat 15 menit ponselku menampilkan notif pesan. Tampak sebuah foto Jonna tengah membuka pintu kamar hotel bernomor B606.A : Suami Mbak katanya pulang jam berapa?Reply : Katanya malam. Ada rapat.15 menit kemudian Adira mengirimkan fotoDiran yang tengah membuka pintu kamar hotel B606.A : Rapatnya kayaknya penting banget sampai ke hotel, Mbak.Berengsek! Mataku memanas memandang foto tersebut.A : Jangan nunggu suami Mbak pulang. Dia lagi sibuk sama ceweknya sekarang. Kemungkinan pulangnya besok pagi, bukan malam.Aku langsung beranjak dari ranjang. Kakiku rasanya begitu gatal untuk melangkah menghampiri mereka berdua. Ingin sekali aku melabrak untuk melontarkan segala macam kata binatang dan sumpah serapah tepat di wajah mereka. Namun ... aku harus menahannya.Ya, menahan. Jika aku melabrak mereka sekarang, maka permainan yang aku buat telah selesai. Sementara permainan ini masih baru dimulai.Mela
Aku menyapukan eyeshadow cokelat pada bagian crease dan kelopak mata. Setelah itu membubuhkan eyeshadow glitter gold di bagian tengah mata. Tak lupa blush on peach dan lipstick dusty pink.Sempurna sudah penampilanku di malam ketiga ini untuk membuat Diran mengerang kesakitan di ranjang.“Sayang, aku pulang!” seru sebuah suara lengkap dengan suara langkahnya menghampiri kamar.Aku menatap jam dinding yang menunjukkan setengah 10 malam. Waktu kepulangannya lebih cepat dari dugaanku ternyata.“Hai,” sapanya usai membuka pintu dan mendapati sosokku yang sudah siap di pinggir ranjang menyambut kadatangannya.“Hai, Sayang,” balasku beranjak dari ranjang untuk menghampirinya dengan senyum menggoda.“Wow. Cantik banget, Sayang,” sanjungnya mengusap lembut pipiku.“Demi menyambut kamu pulang,” kataku manja.Diran kemudian merengkuh tubuhku untuk menikmati wangi mawar yang meng
Suara shower air mengucur menguyur tubuh tegap Diran yang tengah membersihkan diri. Tampak perut berototnya begitu menggoda. Belum lagi lengan kekarnya ketika menggosok rambutnya dengan sampo. Lalu ... jangan ditanya lagi bagaimana pusat kepemilikannya. Sudah pasti keras dan tegak menunggu pelepasan.Sementara aku?Aku hanya melipat tangan di ambang pintu menyaksikan suamiku berengsekku itu mandi. Sebabbisa dipastikan, jika tubuh menggoda itu sudah dijamah oleh tangan perempuan murahan itu sebelum pulang.Ya. Aku tak mau dan tak akan sudi menerima sesuatu yang bekas. Tubuh itu, bibir itu dan tangan itu bisa aku pastikan menyisahkan kotoran sebelum pulang ke rumah.Apa aku tidak tergoda dengan tubuh indah itu?Tentu saja aku tergoda. Namun, tubuh itu adalah tubuh murahan yang dijamah oleh lebih darisatu perempuan. Lalu pusat kepemilikannya yang ... cukup wow itu ... sudah pasti berkali-kalimendapatkan perlabuhan ternikmatnya pada t