Share

Kisah di Balik Waktu
Kisah di Balik Waktu
Author: Yully Kawasa

1.

Author: Yully Kawasa
last update Last Updated: 2025-05-31 19:49:53

“Apa kau tidak penasaran, kepada siapa warisanku akan jatuh?”

Seperti biasa, Tristan hanya diam membisu ketika membahas tentang warisan.

Entah kenapa dia selalu muak, ketika keluarganya membahas tentang warisan.

Diamnya Tristan, membuat Arthur memilih diam.

Walau bagaimanapun dia tidak mengenal baik cucunya sendiri, Tristan.

“Sudah sampai, Kek,” ujar Tristan ketika tiba di Perusahaan.

Arthur memilih turun dari mobil sang cucu dalam diam.

Bermaksud hendak mengenal lebih jauh tentang sang cucu, justru membuat sang kakek merasa terhina.

Tristan langsung mengemudikan mobil meninggalkan Perusahaan tanpa pamit.

___

Di Perusahaan, Arthur Ludwig duduk diam di singgasanya.

Sebagian besar hidupnya bergelut dalam dunia bisnis, hingga membuatnya tidak bisa menghabiskan waktu untuk keluarganya sendiri.

Bukan hanya tidak mengenal kepribadian dua putranya saja, bahkan pribadi dua cucunya, dia bahkan tidak tahu.

Meskipun demikian, dia tidak ingin jerih payahnya selama bertahun-tahun jatuh ke tangan yang tidak tepat. Tristan ataukah Krisna. Dia sendiri belum memutuskan.

Ambisi?

Ya? Aku membutuhkan sosok yang berambisi untuk melanjutkan hasil jerih payahku selama ini.

Setelah memikirkan matang-matang, akhirnya Arthur membuat keputusan.

Sebelum pembagian harta gono gini, pria tua itu memilih mengunjungi kota kecil di mana dia lahir dan dibesarkan.

Niat hati ingin mengunjungi tempat kelahirannya, tapi justru membuat Arthur tersesat.

“Terlalu! Apa kau pikir ini restoran amal, apa? Ini restoran kelas atas, Brengsek! Pakaian aja mahal, tapi ternyata kere. Nyuri pakaian di mana lo? Mikir kubur, Pak. Lo itu udah tua, bertobat!” ketus manager restoran di mana Arthur makan.

Entah kapan dompet dan ponselnya hilang, yang pasti Arthur menyadarinya ketika akan melakukan pembayaran.

“Dapatkah kau pinjamkan aku ponsel? Aku mau menelepon rumah, biar nanti mereka yang membayar makananku.”

Bukannya percaya, tapi sang manager justru tertawa dan berbicara dengan ketus, “Mau pakai modus apaan lagi, ha? Berlagak sok kaya, tapi kere! Apa kau pikir bisa menipu orang berpendidikan sepertiku? Tidak!”

Semua mata kini tertuju pada Arthur.

Tiba-tiba …

“Astaga, kakek. Aku mencarimu ke mana-mana, lain kali kalau mau jalan jangan lupa bawa ponselnya,” ujar sesosok wanita yang langsung mengandeng tangan Arthur dengan manja. “Berapa yang harus dibayar oleh kakekku? Aku akan membayarnya.”

“Dua juta lima puluh lima ribu rupiah.”

Gadis itu menelan ludah, ketika mendengar nominal yang disebutkan sang manager. Apa yang dimakan pria tua ini? Kenapa biayanya mahal?

“Oh hanya segitu to, kirain ratusan juta. Nih, aku bayar tunai!” ketus wanita itu dan langsung melemparkan uang dua juta lima ratus ribu rupiah ke wajah sang manager, “Ambil saja kembaliannya.”

Arthur hanya diam, ketika wanita itu menuntunnya keluar menjauh dari restoran.

"Apa kakek tahu jalan pulang?”

“Nama kamu siapa, Dek?” tanya Arthur tak menggubris pertanyaan wanita itu.

“Aku. Kezia Devira. Ini uang untuk kakek,” ujar wanita itu kemudian menyerahkan lima lembar uang pecahan seratus ribu rupiah.

Belum sempat mengucapkan terima kasih, tapi wanita itu sudah menghilang.

“Apa? Kau meminta gajimu bulan ini? Apa kau sudah gila?” teriak pemilik toko barang antik itu murka.

“Maaf. Tapi aku benar-benar butuh uang itu, aku harus membayar rumah sakit ibuku,” ujar Kezia hampir meneteskan air mata.

Harusnya hari ini ibunya bisa dioperasi kalau saja dia mendapatkan gaji dari pekerjaan paruh waktunya.

Ya! Siang harinya Kezia Devira bekerja sebagai staf rendahan di suatu Perusahaan, malam harinya dia akan bekerja di toko barang antik.

Dia menjalankan dua profesi sekaligus, karena membutuhkan uang untuk pengobatan ibunya yang membutuhkan dana besar.

“Mau ibumu mati sekalipun, itu bukan urusanku. Toko ini mengalami kerugian akibat perbuatanmu! Sudah jelek, pakai jual mahal lagi. Masih untung ada yang mau membooking mu! Bukannya bersyukur, kau malah menamparnya. Kau dipecat tanpa uang sepeserpun!” teriak wanita itu murka.

Kezia menarik nafas panjang. Dia tahu kejadian kemarin malam akan membawanya ke dalam masalah, tapi dia juga tak ingin mendapatkan uang dengan menjual dirinya. Ibu pasti akan murka.

Dengan langkah lunglai Kezia keluar dari toko itu.

“Akhirnya kami menemukanmu, Nona Muda,” sapa seorang pria dan membungkuk hormat.

Kezia Devira menatap pria itu cukup lama. “Apakah kau Ronald Jansen?”

Pria itu terkejut, “Nona Muda, Anda masih ingat saya?”

“Tentu saja aku ingat. Aku tidak akan pernah melupakan sosok yang mengusir paksa aku dan ibuku ke jalanan saat ayahku meninggal!”

Ronald meringis sedih dan berkata, “Nona Muda, Tuan Dawson sudah meninggal. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, dia memanggil nama, Nona Muda. Dia juga mewariskan seluruh hartanya kepada, Nona Muda.”

”Pergi! Aku tidak sudi melihatmu!”

“Sebenarnya ada alasan kenapa Nona Muda ikut diusir dari rumah. Karena hanya dengan cara itu, maka nyawa Nona Muda tidak terancam. Ketika Almarhum Tuan Dawson membereskan musuhnya, dia mencari Nona Muda dan Nyonya Safira, tapi Tuan Dawson tidak menemukan kalian sampai beliau meninggal. Kembalilah, Nona Muda.”

"Aku tidak butuh alasan! Satu lagi, aku juga tidak mau kembali!"

Ronald Jansen menarik nafas panjang, dia tahu sangat sulit bagi Kezia untuk menerima masa lalu pahit itu. Apalagi dia tidak diizinkan untuk melihat wajah sang ayah untuk terakhir kalinya sebelum dimakamkan.

“Ini kartu hitam yang disediakan Tuan Dawson sebelum beliau meninggal. Kami akan selalu menunggu Nona Muda kembali.”

“Aku tidak butuh kartu itu! Pergi!"

“Nona Muda harus menerimanya, karena Nyonya Safira membutuhkan dana besar untuk pengobatannya."

"Jangan pernah menyentuh atau sekedar menemui ibuku, Brengsek!" ketus Kezia marah.

"Maaf, Nona Muda. Meskipun saya telah membereskan masalah biaya rumah sakit, tapi melihat kondisi nyonya besar. Nona membutuhkan kartu ini kedepannya."

Mengingat nyawa ibunya lebih penting, dia mengesampingkan egonya. Dia menerima kartu itu dan berkata, “Aku menerima kartu ini, tapi bukan untuk kembali! Dan aku juga tidak ingin warisan itu!"

"Nona Muda, pikirkan ribuan karyawan yang membutuhkan pekerjaan. Kalau nona tidak mau kembali, perusahaan bisa kehilangan arah. Ribuan karyawan akan kehilangan pekerjaan."

"Akan ku pikirkan! Untuk sementara waktu kau saja yang tangani!"

“Baik, Nona Muda. Ini nomor ponselku, telepon aku kapan saja. Maka aku akan datang.”

Kezia langsung meninggalkan Ronald Jansen setelah menerima nomor telepon Jansen dan PIN kartu hitam.

Ronald Jansen menatap toko barang antik itu dengan geram, “Berani menghina Nona Muda keluarga Dawson, harus menanggung resikonya. Blacklist wanita brengsek itu di semua industry!”

“Baik.”

___

Keesokan harinya.

"Bagaimana? Apa kau sudah menyelidikinya?” tanya Arthur kepada asistennya.

“Kezia Devira datang dari sebuah desa terpencil. Dia bekerja sebagai sekretaris di Perusahaan FJ.”

Arthur mengerutkan keningnya, bingung. “Desa terpencil? Terus bagaimana bisa dia bekerja di Perusahaan FJ? Apa dia memiliki kualifikasi untuk bekerja di sana?”

“Aku juga tidak tahu, Bos. Kalau dia lolos seleksi, itu artinya dia memiliki kualifikasi masuk sana. Bukankah di Perusahaan FJ seleksinya ketat dan tak biasa?” ujar sang asisten.

"Dia lulusan universitas mana?"

"Universitas kecil dengan akreditas B, Bos."

"Dengan lulusan itu, bagaimana mungkin bisa bekerja di perusahaan FJ? Apa dia lolos melalui jalur seleksi buta?"

"Ya, Bos benar. Kezia lolos melalui jalur seleksi buta."

“Apa dia telah menikah?”

“Belum, Pak.”

“Bagus. Itu yang terpenting.”

Sang asisten hanya dapat menarik nafas panjang. Sudah menjadi rahasia umum, apapun keinginan Arthur pasti akan dia dapatkan. Meskipun menggunakan cara licik sekalipun. Seperti yang dilakukannya sekarang.

“Bereskan semuanya dalam waktu tiga hari!”

"Baik, Bos.”

Tiga hari bagi Arthur, terasa tiga tahun. Dia sudah tidak sabar untuk pembagian harta gono gini.

Akhirnya hari yang ditunggu datang juga. Kini keluarga besar Ludwig telah berkumpul.

Di sana bukan hanya keluarga Ludwig, tapi ada keluarga Lopes dan Kezia Devira.

"Maaf, kalau aku mengumpulkan kalian semua secara mendadak. Aku memilih hari ini, sebagai hari di mana aku akan membagi warisanku."

Kalimat Arthur langsung saja membungkan mulut semua orang yang hadir.

Arthur menganggukkan kepalanya kepada sang asisten.

Dari pintu samping keluar dua orang pria, masing-masing membawa kotak transparan, yang bertuliskan nomor satu dan nomor dua.

Arthur melangkah mendekati kotak nomor satu. “Yang memilih kotak ini. Maka dia berhak mewarisi Perusahaan dan semua asset lainnya yang mengatas namakan Perusahaan Ludwig, serta uang triliunan.”

“Kalau di kotak nomor satu, berisi harta karun. Bagaimana dengan kotak nomor dua?” bisik Mikha Zakira.

“Mana aku tahu. Apa ayah memiliki warisan tersembunyi lainnya?” Gavin Ludwig balik berbisik.

Kini Arthur melangkah menuju kotak nomor dua. “Yang memilih kotak nomor dua. Maka dia akan mewarisi rumah tua, sebidang tanah kosong yang terletak di bagian timur, dan uang sebesar lima ratus juta rupiah.”

“Ayah benar-benar sudah gila! Apa dia ingin salah satu cucunya hidup miskin? Kalau Tristan yang miskin, aku tidak masalah. Bagaimana kalau justru kotak nomor satu jatuh ke tangan Tristan?” dengus Ezhar kesal.

"Bukan hanya itu saja. Bagi yang memilih kotak nomor satu, maka dia akan bertunangan dengan putri keluarga Lopes. Sedangkan yang mendapatkan kotak nomor dua, maka dia akan bertunangan dengan Kezia Devira.”

Kalimat terakhir sang kakek langsung membuat semua tercengang.

Apa dia orangnya? Tidak mungkin! Tapi satu-satunya orang asing di sini hanyalah wanita itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kisah di Balik Waktu   81.

    "Menjadikannya pencuri hanya karena kecewaan kalian yang tidak masuk akal, saya tidak setuju. Merusak masa depan orang lain hanya untuk kepentingan pribadi, itu bukan tipeku," tegas sang manager yang memang sudah gerah dengan sikap Medi dan Nandito yang selalu seenaknya sendiri. Berasa restoran milik kepunyaan sang keponakan. Mata Medi membulat sempurna, dia tak percaya dengan pendengarannya. "Apa aku tidak salah dengar? Kau berani membantah ku hanya demi pria ini? Apa kau lupa akan konsekuensinya?" "Aku tahu konsekuensinya," jawab sang manager menantang. "Aku kasih kau satu kesempatan. Blokir akses keluar masuk pria ini, maka aku akan menganggap kesalahan mu kali ini tidak pernah terjadi," geram Medi emosi. "Maaf. Aku tidak bisa, Tuan," ujar sang manager tetap pada pendiriannya. "Kau?!" Nandito terkejut dengan penolakan tegas dari sang manager. Merasa terhina, Medi mengambil ponsel dari saku jasnya dan menelepon. Melaporkan sang manager pada keponakannya. Bagitu sambunga

  • Kisah di Balik Waktu   80.

    "Apa perlakuan seperti ini yang dinamakan tulus?" gerutu Ethan membersihkan sisa tumpahan anggur di kemejanya. Detik berikutnya dia menatap Tristan, "Maaf? Apa satu kata "maaf" bisa menyelesaikan masalah?" Medi yang mengira Ethan tidak puas dengan pelayanan Tristan melangkah mendekati Tristan. Tiba-tiba .... PLAKKK !!!! Telapak tangan Medi mendarat tepat di pipi kirinya, darah segar mengalir dari sudut bibir seksinya. Meskipun geram dengan kelakuan Medi, tapi tak ada yang dapat dilakukan Ethan, selain menunggu, sesuai instruksi Tristan. "Aku membayar mahal agar kau melayani Tuan ini dengan baik! Tapi apa yang kau lakukan? Kau justru membuat pakaian mahalnya kotor, Brengsek!" cetus Medi emosi. "Minta maaf sekarang juga pada Tuan ini, Tristan!" hardik Nandito kesal. "Minta maaf? Salahku di mana?" ujar Tristan memancing keadaan. "Meskipun kau bukan pelayan di sini, percaya atau tidak, saya bisa membuat mu tak bisa memasuki restoran ini! Kau tahu artinya?" bisik Medi kesal.

  • Kisah di Balik Waktu   79.

    Penasaran dengan sosok yang hampir membuat usaha sang ayah bangkrut, membuat Nandito menarik sang ayah menuju ruangan privat 001."Ikutlah mereka, Tristan. Terima kasih banyak atas bantuan mu hari ini. Oh ya, satu pesanku berhati-hati lah dengan mereka. Mereka suka seenaknya sendiri," ujar sang manager pelan sambil menyerahkan pena dan daftar menu ke tangan Tristan."Apa Anda takut sama mereka?" tanya Tristan penasaran."Bukannya takut pada mereka, lebih tepatnya takut kehilangan pekerjaan.""Kehilangan pekerjaan? Apa hubungannya? Bukankah restoran ini bukan milik keluarga Medi?""Anda benar, sayangnya direktur yang menjabat saat ini merupakan keponakan Tuan Medi. Itulah kenapa mereka selalu seenaknya saat berada di restoran ini."Tristan menganggukkan kepalanya, kemudian meninggalkan sang manager. Sepertinya aku memilih restoran yang tepat.Ada seulas senyum terbentuk di wajah tampan Tristan.Sedikit berlari, Tristan mengejar Nandito dan Medi.Begitu sampai tujuan, Tristan langsung m

  • Kisah di Balik Waktu   78.

    "Apa mungkin ini ada hubungannya dengan Perusahaan Drust? Bukankah proposal Tristan menarik perhatian pimpinan tertinggi Perusahaan Drust?" ujar Nandito ragu-ragu."Kau jangan mengada-ada! Siapa Tristan? Siapa Kezia? Sampai-sampai Perusahaan Drust harus turun tangan? Bukankah pembatalan semua proyek juga tak memberi alasan jelas? Lagi pula mana pernah Perusahaan Drust ikut campur dalam hal seperti ini?" gerutu sang ayah kesal campur cemas.Ketegangan semakin mencekik, ketika sang asisten memberi kabar, kemungkinan bukti-bukti mengenai perusahaan cangkang miliknya telah sampai ke tangan polisi.Namun, keraguan itu hanya sesaat. Mengingat kalau semua bukti telah dimusnakan langsung tanpa orang ketiga, jadi sangatlah mustahil kalau pihak kepolisian bisa menemukan bukti. Mereka bisa saja curiga, tapi tanpa bukti semua tak ada artinya.Ya! Begitu perusahaan mengalami krisis, Medi langsung antisipasi dengan menghilangkan semua bukti tentang perusahaan cangkang, karena perusahaan itu satu-sa

  • Kisah di Balik Waktu   77.

    Pria yang semula berdebat dengan Tristan melangkah mendekati orangtua tunangan wanita dan berkata tegas, "Apa kalian yakin mereka dijebak? Dengan kekuasaan yang dimiliki Nona Muda keluarga Dawson, bukankah mudah untuknya membalikkan keadaan? Orang yang membayar dua wanita itu sudah pasti mereka.""Kalian jangan menuduh tanpa bukti akurat, karena dalam hal ini kami juga korban. Kenapa kalian menghakimi kami, semua yang terjadi hasil rekayasa?" protes Kezia kesal.Tiba-tiba pria itu mengambil sesuatu dari saku jas bagian dalam. "Mau bukti, kan? Ok! Aku kasih!" ujar pria itu sambil melemparkan foto-foto Tristan dan Kezia lagi bermesraan."Tidak! Ini bukan kami! Ini hanya hasil editan semata," ujar Kezia ketakutan sekalian bingung.Tangan Tristan terkepal erat, berusaha keras menahan amarahnya. Meskipun bukan foto syur, tapi melihat wajah Kezia yang ketakutan membuat Tristan marah."Silahkan lihat dan putuskan sendiri. Apa foto itu asli ataukah editan," ujar pria itu, Nandito.Tristan mem

  • Kisah di Balik Waktu   76.

    Tiba-tiba Tristan berdiri dan mengebrak meja dengan keras.BRAKKK !!!"Tristan ... Tristan ... apa kau pikir dengan mengebrak meja terus bisa mengubah kenyataan? Tidak! Kau tak lebih dari gigolo! Sedangkan si jelek itu? Tidak lebih dari wanita yang haus laki-laki," ujar pria itu tersenyum mengejek. Detik berikutnya dia menatap Kezia, "Sudah berapa pria yang kau tiduri? Oh ya ... berapa kau membayar mereka sekali melayani mu?" pria itu tersenyum mengejek, dia sama sekali tak merespon gebrakan meja Tristan.Melihat wajah Tristan yang tak biasa, Kezia memilih mengikuti sang suami turun dari podium. Dia tak ingin Tristan bertindak gegabah dalam bertindak."Aku mohon, Tristan. Kendalikan amarahmu. Pria itu sengaja memancing emosi mu," bisik Kezia khawatir.Diamnya Tristan justru membuat Kezia semakin khawatir."Menghinaku dalam bentuk apapun, silahkan! Aku sama sekali tak keberatan. Namun, satu hal yang tak bisa aku kompromi, karena kau telah menghina wanita ku, Brengsek! Minta maaf pada K

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status