Share

Bab : 5

Aвтор: Hana Makaira
last update Последнее обновление: 2022-09-16 14:02:39

KITA BELI KESOMBONGAN MERTUAMU, NDUK! 

Pesawat mendarat dengan sukses di bandara baru Yogyakarta International Airport. Kota Jogja ini adalah kota asal di mana aku dilahirkan. Setelah berusia tujuh tahun, aku diboyong pindah ke Bandung, karena Bapak membeli sawah dan perkebunan teh di sana. Kemudian Bapak membeli perkebunan sawit di Jambi. Setelah maju dan memiliki banyak pekerja, Bapak hanya sesekali saja ke sana, sekedar untuk memeriksa kemajuannya.

Tapi, Bapak dan Ibu sosok yang sangat sederhana. Tak ada yang mengira kalau Bapak adalah juragan sawit, padi dan teh. Karena penampilan yang tetap "ngampung", ikut turun ke sawah bahkan ikut juga memetik teh.

"Ayo, Nduk. Taksi kita sudah datang," ajak Bapak.

"Baik, Pak," sahutku. 

Kubantu Bapak dan Ibu untuk menaikkan tas dan koper ke bagasi mobil. Kemudian, mobil meluncur membelah jalan kota pelajar tersebut.

Sesampai di sebuah rumah yang ber-desain etnik jawa kental, kami disambut oleh seorang pria yang menggunakan blangkon di kepalanya. Dia adalah penjaga rumah eyang. Lelaki itu sudah ikut Eyang sejak aku masih kecil.

"Sugeng rawuh, Pak, Bu, Non Nia. Mari masuk. Pak pengacara sudah menunggu sejak tadi," ujarnya dengan aksen jawa kental. Ibu jarinya menunjuk ke arah rumah dengan badan sedikit membungkuk. Khas keramahan orang Jawa.

"Matur nuwun, Mas Darmo," jawab Bapak tersenyum.

Seorang lelaki berkemeja biru dongker berdiri menyambut kami di ruang tamu. Sepertinya ini pengacara eyang.

"Sudah lama menunggu, Pak?" sapa Bapak menyalami.

"Belum kok, Pak."

"Ayo, silakan duduk."

Pengacara bernama Pak Surya itu lantas segera mengeluarkan map berwarna hijau. 

"Baik 'lah, Pak Danu. Saya akan membacakan isi surat wasiat dari almarhum Ibu Saraswati Cokrodiningrat." Ia membuka map tersebut. Membacakan beberapa pesan awal dari almarhumah. Lalu, ke topik utama yaitu membacakan wasiat dari almarhumah Eyang.

"Saya langsung bacakan saja ya pesan dari almarhumah Ibu Saraswati." Pak Surya membetulkan duduknya. "Untuk cucuku Dewi Kania Suryoprawiro, eyang mewariskan sebuah pabrik batik dan dua buah toko di Pasar Beringharjo dan di Malioboro untuk kamu, Nduk. Eyang sudah mendengar dari bapakmu, selama ini kamu terus dihina oleh suamimu dan ibu mertuamu. Eyang harap kamu bisa mengurus dan mengembangkan pabrik dan toko kita. Supaya kamu bisa membalas perlakuan suami dan mertuamu."

Hatiku trenyuh mendengar surat yang ditulis almarhumah Eyang. Sepeduli itu beliau padaku. 

"Demikian surat ini eyang buat dengan sesadar-sadarnya," lanjut Pak Surya. "Jaga diri kamu baik-baik ya, Nduk. Tunjukkan pada keluarga suamimu, kita bukan orang rendahan seperti yang mereka kira. Wassalam, Saraswati Cokrodiningrat."

Air mata semakin tak terbendung. Bapak ternyata sudah menceritakan permasalahan rumah tanggaku pada eyang. Sampai-sampai Eyang berpikir memberikan pabrik dan tokonya padaku, agar aku tak direndahkan Bang Arman dan keluarganya.

"Kamu dengar sendiri 'kan, Nduk, bagaimana kepedulian almarhumah eyang padamu. Urus 'lah toko dan pabrik itu dengan baik. Buktikan pada Arman dan ibunya yang sombong itu kalau kamu itu bukan perempuan sembarangan yang patut direndahkan," tukas Bapak. "Bapak akan membantu kamu sekuat bapak."

❣ HM ❣

Matahari mulai menampakkan sinarnya. Nia bersiap untuk ke lokasi pabrik dan toko yang kini sudah menjadi miliknya.

Ketika motor distater, tiba-tiba ada tangan yang menahan stang motor matic-nya. 

Sontak Nia refleks menoleh. "Bang Arman! Ngapain kamu di sini?"

"Kamu mau ke mana, Dek?"

"Bukan urusanmu!"

"Jelas menjadi urusanku. Kamu istriku, Dek."

"Sebentar lagi sudah bukan. Aku akan mengurus perceraian kita."

Tangan kekar lelaki itu berpindah mencengkeram pergelanganku.

"Kamu nggak bisa sesukanya saja minta cerai, Dek. Karena aku nggak mau cerai dari kamu," ujarkan bersikeras.

"Tapi aku mau cerai. Aku nggak mau hidup dengan lelaki yang terus bersembunyi di bawah ketiak ibunya. Cukup kamu siksa aku, Bang," ketusku. 

"Lepaskan aku!" Aku meronta berusaha untuk melepaskan tangan dari cengkeraman Bang Arman. Alih-alih ia melepaskan, justru cengkeramannya semakin kuat.

"Aku nggak akan melepaskan tangan kamu, Dek. Asal kamu mau balik sama aku ke rumah kita." Rahangnya mengeras.

"Aku sudah bilang, aku mau cerai dari kamu, Bang. Aku nggak sudi kembali dengan laki-laki manja dan nggak berpendirian seperti kamu!" 

Tangan Bang Arman semakin kuat meremas pergelangan tanganku. Rasanya panas dan perih.

"Tolooong ... Bapak, Ibu, tolong aku!"

"Ya Allah, kamu kenapa, Nduk?" Mendengar teriakanku, Ibu tergopoh-gopoh ke luar dengan tangan masih memegang sendok sayur. "Kamu, Arman? Ngapain di sini?"

"Aku mau menjemput istriku, Bu."

"Tapi untuk apa? Untuk kamu sakiti lagi? Oh, nggak akan saya izinkan!" tegas Ibu.

"Dia istriku, Bu. Seorang istri itu harus taat pada suami. Bahkan harus sujud di kaki suami. Kalian sudah nggak ada hak lagi atas Kania!"

"Heh, Arman, sadar diri dong, ngaca! Kamu itu suami seperti apa memangnya, sampai harus anakku sujud di kakimu, huh? Suami manja dan tak berpendirian sepertimu cocoknya dibuang ke sungai."

"Terserah! Yang penting aku mau membawa pulang istri dan anakku sekarang juga. Ayo, Nia, kamu bereskan pakaianmu dan Indah. Cepat!"

"Nggak mau! Aku nggak mau! Lepaskan, Bang!" 

Aku sudah berteriak minta tolong, Bang Arman tetap saja tak peduli. Ia berusaha menarik tanganku masuk ke rumah.

Tiba-tiba, byuuurrr ... Seember air tumpah membasahi tubuh Bang Arman.

❣ Bersambung ❣

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Комментарии (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Ternyata Nia orang tua nya kaya hanya sederhana gaya hidupnya
goodnovel comment avatar
Nuniee
Oohhh ternyata kamu berasal dri keluarga kaya yg style berpakaiannya ndeso,,jdi ya diremehin mertua...
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Latest chapter

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 53

    “Terima kasih atas semuanya, Nia,” ucap Arman setelah pemakaman selesai. Dia harus kembali ke tahanan, kembali menghabiskan hari-harinya di sana untuk sisa enam bulan ke depan.“Ya,” jawab Kania singkat tanpa sedikitpun menoleh.Arman hanya bisa menelan ludahnya yang terasa pahit. Sebenci itu Kania padanya. Bahkan melirik saja pun tidak.“Sampai jumpa lagi nanti, Nia. Semoga saja sang pemilik semesta masih memberiku kesempatan untuk hidup dan kita bertemu lagi.”Kania berdecak sinis. “Aku malah berdoa, agar Allah mencampakkanmu sejauh-jauhnya dari hidupku dan Indah. Sumpah, aku gak sudi melihatmu, apalagi bertemu.” Puas sekali Kania meluapkan perasaannya di depan laki-laki yang sudah menyakitinya selama lima tahun lebih pernikahan mereka.Arman hanya mend*sah pilu. Memang sudah merupakan kesalahannya, sehingga benar-benar benih kebencian tersemai di hati Kania.“Sudah, Arman. Kita harus balik ke rutan,” ujar salah seorang pria berseragam lengkap.Arman menurut dan melangkahkan kakinya

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 52

    Entah berapa lama mereka di sana. Kania tak tahu. Dia memilih untuk tidak peduli dan tak mau tahu. Kalau bukan karena suaminya yang seakan sok berhati malaikat, dia pun tak sudi mengurusi jenazah Bu Rahma. Wanita itu sendiri yang sudah menyemai benih kebencian dan meninggalkan bekas luka yang mendalam. Tak hanya pada dirinya, tetapi juga pada Indah, cucunya sendiri.“Sudah selesai, Sayang.” Abimanyu menghampiri Kania yang memilih menunggu di luar bersama Indah dan Keisha, sambil memandangi kolam ikan kecil yang berada di samping dapur tempat para tahanan wanita.“Baguslah, Mas. Aku sudah bosan berada di sini.” Kania tidak bisa menyembunyikan rasa ketidaksukaannya.“Kania.” Abimanyu menarik tangan Kania pelan.Kania menghentikan langkahnya. Tapi, ia tetap tidak menoleh.“Mas tahu apa yang kamu rasakan saat ini. Mas juga tahu, memaafkan sesuatu yang pernah sangat menyakiti kita juga gak mudah. Mas gak akan memaksa kamu, kok.” Abimanyu sangat lembut dan hati-hati sekali dalam berbicara.

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 51

    Demikian pula dengan Kania. Pesona sang suami semakin terpancar. Tak henti-hentinya batinnya mengucap syukur, telah diberikan suami seperti lelaki yang tengah memegang lingkar kemudi di sebelahnya. Sang pemilik semesta benar-benar memberikan ganti yang tepat, untuk menjadi imam dunia akhirat bagi Kania dan Indah. "Ya sudah kalau begitu. Bapak titip anak bapak dan calon cucu bapak ke kamu, ya, Nak Abi.""Njih, Pak. Insya Allah, Kania dan Indah akan aku jaga dengan sangat baik." "Bapak percaya kamu, njih. Bapak tutup dulu teleponnya, ya. Bapak mau nyusul ibumu ke sawah. Assalamu'alaikum, salam untuk Kania, ya.""Wa'alaikumussalam. Njih, Pak."Setelah obrolan melalui sambungan whatsapp berakhir, Abimanyu meletakkan kembali ponselnya ke tempat semula. Dilayangkannya pandangan ke wanita berdagu terbelah yang menatapnya lekat. "Kenapa ngeliatin mas seperti itu?" tanya Abimanyu, lantas sesekali kembali memfokuskan pandangan ke jalan. "Tidak apa-apa, Mas. Aku semakin merasa beruntung puny

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 50

    Season 2 Part 30 Kania mengangkat bahu. "Entahlah, aku juga tidak tahu pasti, Mas. Karena Mas Arman belum menjelaskan tentang itu. Mas Arman cuma meminta bantuan kita. Kakak dan adiknya sudah tidak bisa dihubungi sama sekali lagi. Jadi, Mas Arman butuh bantuan kita untuk mengurus jenazah ibunya."Arman terdiam. Lelaki itu tampak tengah berpikir. "Bagaimana, Mas? Apakah kamu mau membantu Arman?" tanya Kania lagi dengan sangat berhati-hati. Ia takut, suaminya tersinggung. "Ya, sudah. Kita bantu dia. Mengurus jenazah itu termasuk fardu kifayah. Apalagi, tidak ada yang mau menguruskan jenazah itu. Termasuk tanggung jawab kita sebagai sesama muslim. Apalagi almarhum itu neneknya Indah."Kania mengembuskan napas lega, sekaligus ia kagum pada sosok pria yang sudah menjadi suaminya tersebut. Terbuat dari apa hati laki-laki di hadapannya ini. Rasanya sangat jarang sekali, ada laki-laki yang mau membantu menguruskan jenazah dari mantan mertua istrinya. Kania masih menatap terkagum-kagum ke

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 49

    Season 2 Part 48"Minggir, minggir!" ucap salah satu sipir wanita yang berusaha membubarkan kerumunan, agar mayat yang digotong bisa lewat. "ASTAGAAA ... MBAAAAK!"Bruuukkk. Ningsih pingsan, begitu melihat mayat yang digotong melewatinya. Kondisinya sangat memprihatinkan. Sebelum pingsan, Ningsih masih sempat melihat keadaan mayat yang katanya mati bunuh diri itu. Lidahnya terjulur, matanya melotot ngeri. "Bawa dia ke ruang kesehatan," titah salah satu sipir wanita. Segera tiga orang napi wanita mengangkat tubuh ramping Ningsih dan membawanya ke ruang kesehatan yang terletak di pojok. "Nyusahin aja nih perempuan!" Salah satu napi wanita mengumpat kesal. Sebatang kecil rokok filter terselip di antara bibir berwarna kehitaman tersebut. "Emang! Nih perempuan sama aja dengan yang mati bunuh diri itu. Suka nyusahin!" celetuk yang lainnya. "Lapas ini makin serem, dong. Udah berapa banyak napi yang mati bunuh diri di sini. Hiii ...." Napi lain yang sebagian tubuhnya dipenuhi dengan ukir

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 48

    "Mama gak mau nolong aku. Semua jahat sama aku," lanjutnya lagi. "Kei ...," panggil Kania pelan. "Siapa yang jahat, Sayang?"Keisha sedikit terkejut, sambil menoleh. "Mama, Tante. Om juga. Mama dan Om yang jahat sama aku. ""Kalau tante boleh tahu, jahat gimana, sih, mereka?" Kania mencoba kembali mengajak Keisha mengobrol. "Aku sering dipukul, Tante. Tiap hari malah. Terus, Om juga sering nyuruh aku buka celana dan baju kalau mama gak ada.""Astaghfirullah. Biar apa dia nyuruh Keisha buka baju, Nak?"Keisha mengangkat bahu. "Aku gak tau. Kata om, aku sakit dan harus diperiksa dada dan sininya aku." Gadis berambut panjang lewat bahu itu menunjuk ke arah kem*luannya.Refleks, Kania menutup mulutnya. Dia menepis bayangan kemungkinan yang melintas. Cepat-cepat ditepisnya bayangan itu dengan menggeleng kuat. "Om suka memasukkan jarinya ke sini. Sakit, Tante. Aku pengen teriak, tapi langsung dibentak. Katanya, kalau aku berani teriak apalagi ngadu ke mama, aku dan mama akan dibunuh paka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status