Seminggu telah berlalu. Samiya mencoba menggerakkan kembali tangannya, sudah tidak lagi terasa ngilu. Artinya ia sudah bisa mulai bekerja sekarang. Selama satu minggu ini, Kim Tae Ho menyuruh Samiya beristirahat, agar fokus pada kesembuhan tangannya.
Samiya datang menemui Kim Tae Ho yang sedang beristirahat di ruang tamu.
“Tae Ho, tanganku sudah pulih. Jadi aku sudah bisa bekerja.”
Kim Tae Ho memerhatikan tangan Samiya dengan saksama.
“Oke Samiya. Ini jadwal kegiatanku hingga tiga bulan ke depan. Bisakah kamu mempersiapkan semua kebutuhanku untuk tour concert nanti?” Tae Ho menyerahkan beberapa lembar kertas.
Samiya mengambil kertas yang diberikan Tae Ho dan membacanya satu per satu.
“Kamu jangan khawatir. Aku akan mengurus semua legalitasmu selama berada di sini. Jadi kamu bisa bekerja dengan tenang,” ujar Tae Ho.
Samiya menganggukkan kepala mendengarkan penjelasan Tae Ho, kemudian kembali fokus melihat kertas yang ada di tangannya.
“Sekarang beristirahatlah, karena besok pagi sekali kita harus berangkat ke lokasi syuting.”
“Tenang Bos. Besok asistenmu akan bangun pukul 03:00. Jam berapa aku harus membangunkanmu?” tanya Samiya menoleh ke arah Kim Tae Ho.
“Wah, kamu bangun pukul 03:00? Mau apa?” tanya Tae Ho terkejut.
“Setiap Senin dan Kamis, aku bangun pukul 03:00 untuk makan sahur. Setelah itu pukul 05:00 salat Subuh,” jawab Samiya.
“Sahur? Apa itu?”
“Sahur adalah makan pagi bagi orang yang berpuasa. Puasa itu menahan lapar dan haus dari terbit matahari sampai matahari terbenam.” Samiya menjelaskan.
“Apa itu termasuk ibadah juga?” tanya Tae Ho penasaran.
Samiya menganggukkan kepala. “Dalam Islam ada beberapa jenis ibadah, ada yang wajib dan ada juga yang sunah yaitu berdasarkan perilaku sehari-hari Rasulullah. Untuk salat lima waktu yang dilakukan setiap hari, hukumnya wajib. Begitu juga puasa di bulan Ramadhan. Puasa Senin dan Kamis hukumnya sunah,” papar Samiya.
Tae Ho semakin mengernyitkan dahinya.
Melihat pria itu kebingungan, Samiya lalu tertawa. “Kenapa?”
“Islam begitu memberatkan pemeluknya. Terlalu banyak ibadah yang harus dilakukan. Salat lima kali sehari, puasa tidak makan dan minum. Bagaimana kamu bisa melakukan itu semua?” Tae Ho mengeluh seolah-olah dia yang menjalankan itu semua.
Samiya tersenyum. “Kamu sibuk syuting dari pagi hingga malam, terkadang sampai paginya lagi bukan?”
Tae Ho mengangguk.
“Kamu lelah dengan semua aktivitas seperti itu?” tanya Samiya seolah menginterogasi bosnya.
Tae Ho menggeleng. “Karena aku sudah terbiasa melakukan itu semua.”
“Itu dia jawabannya. Kami umat Islam sudah terbiasa melakukan ibadah-ibadah yang menurutmu memberatkan. Kami tidak pernah lelah melakukan itu semua, karena melakukannya sebagai pengabdian diri kepada Sang Pencipta. Selain itu kami ingin mendapatkan pahala dari Allah, sehingga kami semua bisa meniti jalan ke surga.” Samiya kembali menjelaskan.
Dia menghela napas. “Baiklah Bos, ada yang mau ditanyakan lagi?”
Kim Tae Ho terdiam, memangku tangan di depan dada dengan jari telunjuk dan ibu jari berada di dagu. Dia memikirkan apa yang baru saja dikatakan Samiya, lalu menggeleng.
“Jika tidak ada, aku permisi dulu.”
Pria itu hanya bisa menatap Samiya yang berlalu meninggalkannya.
Jadi Samiya beribadah untuk mendapatkan pahala dari Tuhannya, pahala itu untuk apa? pikirnya.
***
Keesokan hari, Samiya memulai aktivitasnya sebagai asisten artis. Dia yang mempersiapkan semua keperluan Tae Ho selama syuting, mulai dari pakaian hingga makan dan minum. Dia juga yang mengingatkan pria itu jika masih ada jadwal syuting lain yang sedang menantinya.
Tidak hanya Kim Tae Ho, manajer dan krunya senang dengan cara bekerja Samiya, meski mereka terkadang menatap aneh penampilan Samiya yang berbeda dengan mereka. Tapi semuanya tertutupi karena wanita itu begitu detail memerhatikan semua keperluan artisnya.
Sesekali Kim Tae Ho juga meminta tolong Samiya untuk memposting kegiatan-kegiatan yang dilakukannya di I*******m, Twitter, maupun F******k karena selama ini memang dia sendiri yang melakukannya. Berkat bantuan perempuan itu, para fans yang berasal dari luar Korea mengerti dengan postingan-postingan tersebut, karena ia menuliskan artinya dalam bahasa Inggris.
Di sela-sela kesibukan, Samiya tidak pernah melupakan kewajiban sebagai seorang muslimah. Salatnya selalu tepat waktu, karena sebelum tiba waktu salat ia sudah mempersiapkan semua kebutuhan Tae Ho.
Samiya selalu menolak saat diajak makan malam bersama oleh kru production house yang bekerja sama dengan Tae Ho dalam sebuah serial drama. Dia menolaknya dengan sopan. “Saya tidak terbiasa makan di luar.” Atau “Saya harus segera pulang karena besok harus bangun pagi.” Dan alasan-alasan lain yang bisa diterima oleh semua kru. Dia menolak semua itu karena paham betul setelah makan malam, mereka semua akan minum Soju dan pada akhirnya menjadi setengah mabuk.
Untuk makan sehari-hari Samiya selalu mempersiapkannya sendiri, agar bisa menjaga makanan yang dimakannya dengan sesuatu yang halal. Tidaklah susah untuknya menemukan supermarket yang menjual makanan halal di daerah Tae Ho tinggal, karena beberapa blok di belakang perumahan itu terdapat pemukiman yang 10 persen penduduknya muslim, berasal dari berbagai negara.
Pernah suatu senja, Kim Tae Ho terpana mendengar lantunan ayat-ayat suci Alquran yang dibaca oleh Samiya dengan alunan irama yang begitu indah. Suara wanita itu memang sangat merdu saat melantunkan ayat-ayat Allah. Tidak hanya pandai mengaji, Samiya juga pernah menjuarai lomba nyanyi antar daerah se-Sumatera Barat saat duduk di bangku Aliyah.
Pada pagi harinya, Tae Ho dengan antusias bertanya pada Samiya.
“Miya, tadi malam aku mendengar kamu bernyanyi. Lagu apa itu? Lagu yang kamu nyanyikan itu sangat indah sekali. Ternyata kamu pintar menyanyi,” puji Tae Ho.
Samiya tersenyum mendengarkan kepolosan Tae Ho.
“Hei, kenapa tersenyum? Kamu meledekku ya?” Tae Ho menekuk wajahnya.
Samiya menggeleng. “Bukan. Aku tidak meledek. Hanya tersenyum.”
“Ayo katakan padaku, lagu apa yang kamu nyanyikan tadi malam?” desak Tae Ho.
“Itu bukan lagu, tapi lantunan ayat-ayat suci Alqur’an,” jelas Samiya tersenyum.
Pipi Tae Ho langsung memerah seketika. Dia malu karena tidak tahu kalau Samiya sedang mengaji, bukan bernyanyi.
“Apapun itu, suaramu bagus sekali. Harusnya kamu jadi penyanyi saja. Kamu punya modal untuk jadi penyanyi. Kamu cantik dan suaramu bagus,” godanya sambil mengacungkan jempol.
“Aku tidak mau jadi artis, lebih baik menjadi asisten artis saja.” Samiya membalas dengan candaan.
“Kenapa?”
Samiya lalu menceritakan pengalamannya saat ditawarkan menjadi penyanyi di sebuah dapur rekaman berskala nasional. Betapa terkejutnya ia ketika disuruh untuk melepas penutup kepalanya, yang sudah dipakai sejak akil balig, karena pada waktu itu bisa dikatakan belum ada penyanyi yang berkerudung. Wanita itu lebih memilih untuk mengubur impiannya menjadi seorang penyanyi, daripada harus menggadaikan akidahnya.
Popularitas Tae Ho semakin menanjak, begitu banyak tawaran mengalir kepadanya. Semua itu tidak terlepas dari usaha Samiya yang telaten dan begitu cekatan dalam mengurus artisnya. Samiya juga yang mengelola akun media sosial untuk fans Tae Ho dari berbagai negara.
Tawaran untuk Tour Concert dari satu negara ke negara lain pun diterimanya, mulai dari Jepang, Hong Kong, China, Singapore, dan Malaysia.
“Kenapa tidak ada tawaran ke Indonesia ya?” gumam Samiya.
“Mungkin aku kurang populer di sana,” jawab Tae Ho yang mendengar gumaman Samiya.
“Eh?” Samiya menoleh ke arah Tae Ho dan mengedipkan mata berkali-kali.
Samiya menundukkan kepala malu. Mungkin ia bergumam terlalu keras sehingga terdengar oleh Tae Ho.
“Fansmu juga banyak di sana. Aku bisa melihat betapa antusiasnya komentar-komentar mereka di sosial media.” Samiya mengelak.
“Kamu rindu kampung halamanmu?” pancing Tae Ho.
Samiya terdiam dengan tatapan nanar ke depan. Ya, dia begitu amat merindukan keluarganya. Hampir satu setengah tahun berada di Korea, tapi belum sekalipun ia pulang ke Indonesia. Kepadatan jadwal Tae Ho membuatnya begitu sulit untuk meminta izin pulang.
“Malaysia dengan kampung halamanmu dekat, bukan?” tanya Tae Ho sambil melihat g****e map yang ada di ponselnya, “aku lihat di sini, Kuala Lumpur ke Padang dengan pesawat hanya menempuh satu jam dengan perjalanan udara.”
“Bagaimana jika aku kosongkan jadwal satu minggu? Kita bisa jalan-jalan di kampung halamanmu. Aku ingin bertemu dengan orang tuamu. Aku penasaran orang tua seperti apa mereka yang telah mendidik anaknya sebaik ini,” ucap Kim Tae Ho sambil memerhatikan Samiya.
“Mereka orang tua yang luar biasa. Walau sesulit apapun kehidupan kami, mereka selalu bersyukur. Tidak sekali pun aku mendengar mereka mengeluh. Mereka selalu bilang, ‘Allah akan mencukupkan sesuatu yang halal untuk hamba-Nya’. Bagi mereka cukuplah rezeki halal yang didapatkan walau sedikit, daripada rezeki tidak halal dalam jumlah banyak tapi tidak berkah.” Samiya tersenyum mengenang betapa hebat kedua orang tuanya.
Kim Tae Ho semakin takjub dengan Samiya dan keluarganya. Wanita cantik dengan tinggi 171 cm, bermata bulat, dan senyum yang menawan. Sebenarnya lebih cocok menjadi artis daripada asisten artis, tapi ia lebih memilih menjadi buruh di sebuah pabrik demi mendapatkan uang yang halal tanpa harus mengorbankan akidahnya.
Sedikit demi sedikit uang yang dikirimkan oleh Samiya, telah bisa melunasi hutang gadai sawah orang tuanya. Sekarang mereka juga telah membangun rumah sederhana yang layak untuk ditempati.
Samiya tidak pernah merasa lelah dalam bekerja, asalkan orang tuanya bisa hidup berkecukupan di kampung halaman. Perempuan itu juga sudah merasa nyaman bekerja dengan Kim Tae Ho. Menurutnya pria itu tidak seperti artis kebanyakan. Dia tidak suka clubbing, tidak suka minum alkohol, dan juga tidak suka hura-hura.
Awalnya Tae Ho sendiri tidak ingin menjadi seorang artis, semua itu terjadi tiba-tiba. Sewaktu pria itu pergi menemani sahabatnya untuk casting sebuah serial. Sutradara malah tertarik padanya daripada sahabatnya. Ditambah lagi dia juga bisa bernyanyi, itu bisa menjadi nilai plus baginya.
Kim Tae Ho mendapatkan pujian atas akting-nya di serial perdana yang dibintanginya. Tawaran demi tawaran mulai berdatangan. Karena popularitas yang semakin tinggi, ia lalu dikontrak oleh agency ternama di Korea. Hal itu terus berlanjut hingga sekarang.
“Mungkin di industri inilah hidupku,” katanya pada Samiya suatu hari, “aku tidak menyangka akan bisa seperti ini.”
Bersambung....
Sore itu para kru sedang melakukan briefing untuk persiapan launching serial terbaru yang dibintangi Kim Tae Ho. Karena hari itu adalah hari terakhir syuting, maka mereka berniat mengadakan pesta syukuran di tempat yang telah mereka persiapkan. Kali ini manajer Park Seo Yoon membujuk Samiya agar ikut di pesta itu.“Ayolah Nona Samiya, kali ini Anda harus ikut bergabung dengan kami. Bagaimanapun Anda sudah menjadi bagian dari produksi serial ini.”Pria bertubuh gempal yang telah memasuki usia 45 tahun itu, berusaha untuk membujuk Samiya agar ikut menghadiri pesta.“Betul Samiya, ikutlah bersama kami. Sekali ini saja,” bujuk Yoon Ah, salah satu kru production house. Gadis seusia dengan Samiya, berkacamata dengan rambut ikal sebahu.“Di sini banyak wanita, kamu tidak sendirian,” tambahnya lagi.Karena cukup lama mengenal Samiya, para kru sudah tahu dengan batasan-batasan Samiya. S
Kim Tae Ho menepati janjinya. Setelah sarapan, dia segera mengetuk paviliun Samiya.Tok-tok-tokCeklek!Terlihat seorang wanita cantik berada di dekat pintu.“Ayo kita pergi! Jangan lupa bawa pakaian untuk dua hari,” kata Kim Tae Ho setelah Samiya membukakan pintu.Meski tidak tahu akan ke mana, Samiya segera bergegas mengemasi pakaiannya untuk dibawa berliburan. Pagi itu ia mengenakan baju kaus dilapisi dungarees berbahan jeans, dipadu dengan mantel panjang yang menutupi lekuk tubuhnya. Kerudung cerah berwana putih dengan motif bunga pink menambah pancaran kecantikan wajahnya.Sepanjang perjalanan, mereka bercerita berbagai hal untuk menghilangkan rasa bosan. Cerita tentang masa kanak-kanak mereka, bagaimana Kim Tae Ho mengawali karir, hingga pekerjaan Samiya saat di Indonesia.Tae Ho tidak menyangka jika dulunya Samiya seorang gadis tomboi.“Sewaktu di sekolah dasar, aku selalu berpenampila
Satu bulan akhirnya berlalu, tibalah saatnya untuk Tae Ho mengadakan tour concert. Dalam waktu seminggu ini, pria itu dan tim manajemen melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain. Dan saat ini, tibalah jadwal konser di Malaysia.Perjalanan selama 6 jam 30 menit telah dilalui tim manajemen Kim Tae Ho dan juga Samiya. Akhirnya mereka tiba di Kuala Lumpur International Airport, Malaysia, dengan menggunakan pesawat Korean Air.Setelah mengambil barang di tempat pengambilan bagasi, mereka segera melangkah ke luar. Rupanya para fans Kim Tae Ho telah menunggu di pintu kedatangan. Terlihat begitu banyak spanduk dan banner dengan berbagai tulisan yang dibuat oleh penggemarnya.Mereka bersorak memanggil nama Kim Tae Ho sambil melambaikan tangan. Setelah melihat sang artis keluar, mereka berteriak dengan histeris. Ada yang menangis dan ada juga yang mencoba menerobos keamanan.Kim Tae Ho kemudian terlihat melambaikan tangan kepad
Keesokan pagi setelah sarapan, para rombongan bersiap menuju Stadium Bukit Jalil untuk geladi resik konser nanti malam. Sepanjang perjalanan Samiya hanya terdiam memandangi indahnya tatanan kota Kuala Lumpur, sedangkan Kim Tae Ho terlihat sedang menghafal lagu-lagu yang akan dinyanyikannya nanti malam.Pria itu sesekali melihat ke arah Samiya yang duduk di kursi seberang. Dia mencoba menerka-nerka, kenapa asistennya menjadi seperti itu? Semakin lama rasa penasaran di hati semakin dalam, meski begitu ia harus kembali fokus karena nanti malam adalah rangkaian konser terakhirnya tahun ini.Sampai di stadium, rombongan langsung mempersiapkan segala kebutuhan untuk konser nanti. Samiya terlihat sedang menyusun baju-baju yang akan digunakan sang bintang malam ini. Dia tetap profesional walau sekarang seperti ada jarak antara dirinya dan Kim Tae Ho. Jarak yang telah dibuatnya sendiri, sejak pria itu mengatakan tentang pernikahan tadi malam. Entah hanya sebuah gurauan atau ser
Tiga puluh menit kemudian, pesawat bersiap mendarat di Bandara Internasional Minangkabau. Terlihat gedung dengan atap bergonjong semakin mendekat.“Selamat datang di Ranah Minang,” sambut Samiya dalam bahasa Indonesia kepada Tae Ho.Kim Tae Ho mengernyitkan dahi karena tidak mengerti dengan apa yang baru dikatakan Samiya.“Minangkabau-e eoseo Oseyo.” Samiya mengulangi kalimat yang sama dengan menggunakan bahasa Korea.Terlihat sebuah senyuman mengambang di bibirnya. Kim Tae Ho merasa lega ketika melihat wanita itu tersenyum kembali padanya. Senyuman itu terlihat begitu manis di matanya. Dia bahkan kini menyadari, Samiya telah bersemayam di sebuah tempat terindah di hati.Seorang wanita sederhana yang berhasil memberikannya ketenangan, mengajarkan kepada fitrah sebagai seorang manusia. Sosok yang mampu menghadirkan kehidupan yang berarti dan penuh makna. Samiya kini telah mengambil alih dunianya.Setelah turun
Setelah ayah Samiya ke masjid, Samiya dan Ibunya juga menunaikan salat Isya di rumah. Kim Tae Ho tinggal seorang diri di ruang tamu. Pria itu sedang dilanda rasa penasaran. Dia memutuskan pergi keluar rumah untuk melihat orang-orang melakukan salat berjemaah di masjid. Rasa penasaran membawanya untuk menyaksikan puluhan umat muslim yang sedang menunaikan ibadah salat Isya.Langkah Kim Tae Ho terhenti ketika berada di dekat gerbang masjid. Tiba-tiba jantungnya terasa berdebar. Ada perasaan damai menyeruak di hatinya, ketika mendengarkan lantunan ayat yang dibacakan oleh imam. Dia belum pernah merasakan perasaan ini sebelumnya, kecuali ketika mendengarkan Samiya mengaji di kamarnya.Kim Tae Ho yang selama ini hanya menganggap agama hanya formalitas semata, kini merasakan sesuatu yang berbeda di hatinya. Tanpa terasa air mata jatuh membasahi pipi satu per satu, tubuhnya bergetar hebat. Apakah kini saatnya hidayah datang menyapa?Pria itu diam terpaku di posisinya h
Di sebuah ruangan, terlihat seorang gadis yang begitu cantik dengan balutan gaun pengantin sederhana khas budaya Minangkabau. Gadis yang baru saja menginjak usia 21 tahun itu, telah memantapkan hati untuk menerima lamaran dari seorang pemuda yang merupakan seniornya di kampus.“Maaf, Dek Samiya,” ucap seorang pemuda tiba-tiba mendekatinya, “apa boleh saya datang ke rumahmu pada akhir pekan?”Bayangan percakapan pertama dengan pemuda itu, kembali menghiasi pikirannya.Gadis itu melihat ke arah pemuda berwajah teduh, berkulit hitam manis dengan kacamata menghiasi wajahnya.“Untuk apa?” tanya gadis itu mengerutkan kening.Pemuda itu menatap lekat wajah cantik yang berdiri di depannya. Dia mencoba mengendalikan diri setelah merasakan debaran di dada.“Saya ingin melamarmu,” ujar pemuda bernama Khairul memberanikan diri.Samiya membulatkan mata, tidak percaya dengan apa yang baru saja didenga
Sebelum pulang, ayah Samiya meminta Tae Ho untuk mengganti pakaian dengan busana muslim yang diberikan pengurus masjid. Pak Mul ingin memberikan kejutan kepada Samiya atas hijrahnya seorang pria yang menjadi atasannya selama hampir dua tahun ini.Kim Tae Ho terlihat begitu gagah dengan baju muslim, setelan berwarna putih. Sebuah peci berwarna putih terlihat menutupi sebagian rambut berwarna cokelat terang miliknya. Walau baju itu terlihat kekecilan baginya, tapi tidak menyurutkan niat di hati pria itu, untuk mengenakannya dengan bangga.Di rumah, Samiya terlihat cemas saat mendapati Tae Ho tidak berada di ruang tamu. Perempuan itu berusaha mencari di luar rumah, tapi tidak ketemu. Dia merasa khawatir jika pria itu tersasar atau diculik paparazzi yang tahu Tae Ho itu artis.Berbagai pikiran negatif berkelebat dalam pikirannya. Dia juga tidak bisa menelepon Kim Tae Ho karena lupa membeli kartu sementara untuk digunakan selama berada di Indonesia.Samiya ter