Share

Tawaran Pekerjaan

Hari Minggu pun tiba, saatnya gips Samiya dilepas. Pagi hari, Kim Tae Ho sudah datang menjemput di depan rumah.

Neo kwenchana (kamu baik-baik saja)?” tanya Tae Ho saat melihat Samiya hampir terjatuh, karena bergegas turun ke bawah.

Ne, kwenchana (ya, saya baik-baik saja).”

Samiya mencoba menegakkan tubuh yang hampir oleng dan mengembalikan keseimbangan tubuhnya.

Perempuan cantik itu tidak menyangka Kim Tae Ho akan menepati janji untuk menemaninya melepas gips ke Rumah Sakit.

Belakangan Samiya mulai tahu tentang aktivitas Tae Ho melalui cerita-ceritanya di chat Line. Pria itu terkadang bekerja hingga dini hari dan ada juga yang bekerja hingga keesokan paginya. Tapi sampai saat ini, Samiya belum tahu apa persisnya pekerjaan Tae Ho.

Karena hampir setiap hari berkomunikasi, baik hanya sekedar menanyakan kabar atau menanyakan apakah Samiya sudah mendapatkan pekerjaan. Mereka menjadi akrab layaknya teman, sehingga bahasa yang mereka gunakan sudah tidak formal lagi.

“Sudah dapat pekerjaan?” tanya Tae Ho memecah keheningan di mobil.

“Belum.” Samiya menggeleng dengan kepala tertunduk.

Kim Tae Ho menolehkan kepala sekilas ke arah Samiya dan kembali fokus menyetir.

“Aku ingin menawarkan pekerjaan untukmu.” Tae Ho terdiam sejenak dengan pandangan masih lurus ke depan. “Pekerjaannya tidak sulit dan kamu juga bisa bebas melakukan ibadah.”

Samiya menoleh dengan mata membulat ke arah Tae Ho yang sedang fokus menyetir. Wanita itu tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia mendapatkan pekerjaan dari orang yang baru saja dikenal. Selain itu ia juga belum tahu apa sebenarnya pekerjaan orang itu.

Tae Ho sadar Samiya sedang menatapnya heran, terlihat dari sudut matanya.

“Baiklah, aku akan jelaskan. Kamu cukup mempersiapkan semua keperluanku untuk bekerja dan mencatat semua jadwal pekerjaanku. Tepatnya menjadi asisten pribadiku,” jelas Tae Ho kembali menoleh sekilas ke arah Samiya.

Perempuan itu sekarang melihat Tae Ho dengan mata yang lebih bulat lagi. Dia semakin bingung Apa sebenarnya pekerjaan Tae Ho? Belum sempat bertanya, Tae Ho langsung menjelaskan kepada Samiya apa pekerjaannya.

“Samiya, kamu pasti bingung apa pekerjaanku sebenarnya. Kamu hanya tahu bahwa aku bekerja dari pagi sampai malam, bahkan sampai paginya lagi.” Tae Ho menarik napas pendek.

“Apakah kamu tidak pernah melihatku sebelumnya di televisi?” selidik Kim Tae Ho.

Samiya menggeleng. Selama di Korea dia tidak pernah menonton televisi.

Oh, come on Samiya. Kamu tidak pernah nonton televisi ya?!” Tawa Tae Ho meledak.

Samiya hanya bisa mengangguk pelan sambil tersenyum kecut.

“Tak ada waktu untukku menonton televisi, Tae Ho.”

Tae Ho meminggirkan mobil dan berhenti di pinggir jalan. Dia mengambil sesuatu dari kursi belakang mobilnya dan menyerahkan sebuah CD beserta beberapa brosur pada Samiya.

Wanita itu mengamati dengan saksama, apa yang tertera dalam brosur itu dan juga melihat cover CD dengan gambar Tae Ho.

“Kamu seorang penyanyi, Tae Ho?” ujar Samiya setengah berteriak, “dan seorang aktor juga?”

Matanya terlihat membesar melihat benda yang ada di tangannya.

Tae Ho mengangguk. “Dan jika kamu menerima tawaranku, kamu akan menjadi asisten artis.”

Pria itu tertawa geli ketika melihat ekspresi di wajah Samita.

Samiya terlihat seperti membatu sekarang. Menyadari kurangnya pengetahuan tentang dunia entertainment Korea. Sehingga ia tidak tahu, orang yang berada di sebelahnya ini adalah aktor terkenal Korea, yang telah membintangi sejumlah serial, film dan juga meluncurkan banyak album lagu.

Pantas saja saat melihat Kim Tae Ho pertama kali, ia seperti pernah melihatnya, tapi tidak tahu di mana. Barangkali Samiya melihat foto Tae Ho di majalah atau di postingan F******k teman-temannya, atau mungkin di beberapa iklan yang tertempel di halte bus.

“Bagaimana, Miya? Kamu mau menjadi asisten pribadiku?” tanya Tae Ho lagi karena belum mendapatkan jawaban dari Samiya.

Samiya masih terdiam dalam ketidakpercayaan, dengan apa yang baru saja diketahuinya. Mungkinkah ini jawaban dari doa-doa yang ia panjatkan di sepertiga malam terakhir?

“Aku tidak keberatan dengan cara berpakaianmu. Aku juga tidak keberatan jika kamu ingin waktu lebih untuk beribadah. Aku menghormati agamamu dan bagaimana kamu mengabdikan diri untuk Tuhanmu,” jelas Tae Ho.

Sejak awal Tae Ho sebenarnya ingin menawarkan pekerjaan itu pada Samiya, tapi ia khawatir jika wanita itu menolak, karena terlalu dini untuk membicarakannya. Sudah satu bulan pria itu mencari seorang asisten pribadi, tapi tidak ada satu pun yang sesuai dengan kriterianya. Tapi begitu melihat perempuan ini, dia yakin Samiya adalah orang yang tepat.

“Bagaimana, Samiya? Mau menerima tawaranku?” Kim Tae Ho masih menunggu jawaban.

Samiya terlihat berpikir, bola matanya naik ke atas sambil menggigit bibir bawah. Tak lama kemudian, ia menganggukkan kepala.

“Tapi masih ada syarat lainnya,” pinta Samiya.

“Syarat lain? Apa?”

No touch, no Soju, and no Noona. Setuju?!” ucap Samiya tegas.

Mendengar persyaratan yang diajukan Samiya, Tae Ho kembali tertawa lepas.

“Ada lagi syarat lainnya?”

“Hm, untuk sementara itu saja.” Samiya pura-pura berpikir lalu tersenyum.

“Oke, Nona Samiya. Persyaratanmu tidak sulit. Aku tidak akan menyentuhmu. Aku tidak akan mengajakmu minum Soju, karena aku tidak begitu suka dengan alkohol. Dan... yang terakhir tentang Noona? Aku tidak seburuk pikiranmu. Bagiku, kehormatanku hanya untuk wanita yang kucintai nanti.” Tae Ho berjanji.

Meskipun Tae Ho seorang artis, tapi tidak terlalu suka dengan kehidupan yang glamor. Dia lebih memilih untuk segera pulang ke rumah setelah selesai syuting, daripada pergi ke tempat-tempat hiburan yang kerap dikunjungi rekannya yang lain.

Selain itu Kim Tae Ho juga ingin menjaga citra baik diri sendiri, agar tidak menciptakan skandal yang bisa merusak nama baiknya. Ketika seorang artis terkena skandal buruk, maka karirnya bisa hancur seketika. Akan susah bagi mereka untuk tetap bertahan di industri perfilman Korea.

“Jadi kapan kamu akan pindah ke rumahku?” Dia melihat ke arah Samiya.

Samiya terkejut, matanya kembali memancarkan pesona indah lewat tatapannya.

“Apakah aku harus tinggal di rumahmu?” tanya Samiya dengan mata membulat.

“Tentu, Nona. Kamu adalah asisten pribadiku, tentu kamu harus selalu siap di saat aku membutuhkanmu.” Tae Ho mulai usil. “Kamu tidak berpikiran aneh-aneh kan?”

Samiya menyengir memperlihatkan gigi atasnya yang berjejer rapi.

“Jadi kamu belum percaya denganku ya? Aku sudah mempersiapkan paviliun untuk kamu tempati. Paviliun itu berada di sebelah rumahku,” jelasnya.

Samiya bernapas lega.

“Jadi aku dan kamu tidak berada dalam satu rumah kan?” tanya gadis itu kembali meyakinkan.

“Tentu. Nanti setelah melepas gips-mu, aku akan membawamu melihat-lihat tempat tinggalku yang nanti juga akan menjadi tempat tinggalmu.” Tae Ho kembali fokus menyetir.

Mobil terlihat memasuki area rumah sakit. Setelah memarkirkan mobil, Kim Tae Ho dan Samiya segera masuk ke Rumah Sakit. Tak lama, dokter membuka gips Samiya dan memintanya untuk menggerakkan tangan yang patah secara perlahan.

“Coba gerakkan tangan Anda dengan pelan,” pinta dokter.

Perempuan itu mencoba untuk menggerakkan tangannya, menaikkan ke atas dan memutarnya pelan. Dia merasakan sedikit ngilu.

“Apakah anda merasakan sesuatu?” tanya dokter.

“Ya, agak sedikit ngilu,” jawabnya singkat.

“Anda tidak perlu cemas, rasa itu akan menghilang seiring berjalannya waktu. Untuk sementara ini, Anda belum boleh melakukan pekerjaan berat sampai tangan Anda benar-benar pulih. Jangan lupa datang ke sini dengan rutin untuk check-up,” jelas dokter.

“Baik, Dokter,” jawab Samiya.

Setelah selesai diperiksa, Samiya dan Tae Ho segera meninggalkan rumah sakit. Mereka berangkat ke tempat di mana Tae Ho melepaskan lelah setelah selesai syuting.

Di perjalanan, pria itu bercerita tentang aktivitasnya saat ini. Mulai dari judul serial yang tengah dibintanginya, rencana perjalanan konser di beberapa negara yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat, juga proyek iklan dan bintang tamu di beberapa acara reality show yang telah ditandatanganinya.

“Jadi, persiapkan tenagamu untuk selalu menemani ke manapun aku pergi. Aku harap kamu bisa menikmati pekerjaan barumu. Besok aku akan menyerahkan surat perjanjian kerja untuk kamu tandatangani. Di situ juga tertulis apa saja syarat-syarat yang kamu katakan tadi, juga berapa lama kamu dikontrak,” jelas Tae Ho, “kamu bisa mulai bekerja setelah tanganmu benar-benar sembuh.”

Bismillah. InsyaAllah, aku siap,” jawab Samiya mantap.

“Kamu tadi bilang apa? Ada dua kata yang tidak aku mengerti,” tanya Tae ho yang tidak paham dengan apa yang dikatakan Samiya.

“Aku tadi bilang bismillah, artinya dengan nama Allah. Lalu kata kedua, insyaAllah, artinya jika Allah mengizinkan.” Samiya menerangkan.

Kim Tae Ho hanya menganggukkan kepala, seolah paham dengan apa yang dikatakan oleh Samiya. Beberapa menit kemudian, ia menghentikan mobil di kawasan perumahan elit. Pria itu membuka gerbang rumahnya sendiri tanpa bantuan penjaga dengan menekan tombol yang berada di sisi kanan pagar.

Kim Tae Ho memang sangat rendah hati. Di hari libur, ia tidak ingin merepotkan penjaga membukakan pintu gerbang untuknya. Pria itu juga meliburkan para pelayan dan menyiapkan sendiri makanannya jika lapar.

Ketika gerbang terbuka, Tae Ho melaju mobilnya memasuki halaman rumah dengan pekarangan yang sangat luas. Tumbuh-tumbuhan seperti pohon cemara, bunga mawar, anggrek, sakura, dan berbagai jenis bunga lainnya terlihat menghiasi taman di depan rumah. Rumput-rumput hijau juga berjejer indah menutupi sebagian halaman.

Rumah Tae Ho memang terkesan minimalis jika terlihat dari luar, karena hanya terlihat beberapa ruangan dari luar. Di samping rumah terdapat paviliun kecil, tapi terlihat mewah. Samiya tidak menyangka Tae Ho begitu sukses, sehingga bisa memiliki rumah mewah seperti ini.

“Baiklah Miya, kita sudah sampai. Silakan turun.” Tae Ho keluar dari mobil dan berjalan ke arah kiri untuk membukakan pintu mobil untuk Samiya.

Ketika berada di depan pintu masuk, pria itu terlihat memasukkan nomor pin yang digunakan untuk membuka pintu rumah.

Kim Tae Ho mengajak Samiya masuk ke rumahnya. Ternyata rumah itu tidak seminimalis terlihat dari luar. Perabotan dan tata ruangnya benar-benar berkelas. Di dalam rumah terdapat enam ruangan. Satu ruangan biasa dipakai untuk beristirahat, satu lagi dipakai untuk meletakkan pakaian yang digunakan Tae Ho saat syuting dan konser, ruangan lainnya digunakan untuk ruang makan. Tiga ruangan lainnya adalah kamar tidur yang dipakai oleh Tae Ho dan kamar yang bisa digunakan, jika orang tua dan adiknya menginap di sana. Untuk dapur dan kamar untuk pelayan, tempatnya terpisah dan tidak menyatu dengan rumah.

Tae Ho tinggal seorang diri, karena orang tuanya tinggal di Daegu. Sedangkan adik perempuannya kuliah di Busan. Sesekali manajernya juga menemani jika mereka pulang larut malam.

“Anggap saja rumah sendiri, tidak usah malu.” Tae Ho mempersilakan Samiya untuk masuk.

Samiya tersenyum dan melangkahkan kaki menapaki rumah mewah itu. Dia melihat dinding rumah yang terisi beberapa lukisan, foto Kim Tae Ho dalam ukuran besar dan juga sebuah foto keluarga.

“Kamu tinggal sendirian?” tanya Samiya sedikit gugup.

Wanita itu khawatir karena mereka hanya berdua di rumah itu.

Tae Ho menggeleng. “Ada tiga orang pelayan, satu sopir dan dua sekuriti.”

“Karena sekarang hari libur, mereka dibebastugaskan.”

Tae Ho berjalan ke arah sofa yang berada di ruang tamu, diiringi Samiya yang berjalan di sampingnya.

“Keluargamu?” tanya Samiya lagi setelah duduk di sofa berwarna abu-abu itu.

Appa dan Eomma sekarang di Daegu. Dongsaeng (adik) ku sedang kuliah di Busan.” Tae Ho menjelaskan.

Samiya kembali melihat ke sekeliling dalam rumah. Meski rumah ini besar, tapi terasa begitu sepi. Hampir sama dengan suasana di rumah atap yang dihuninya seorang diri.

Beberapa menit kemudian Tae Ho mengajaknya melihat paviliun yang akan ditempati Samiya nanti.

“Ayo, aku perlihatkan tempat tinggal barumu.” Tae Ho berdiri dan melangkah ke arah pintu.

Mereka lalu berjalan ke luar rumah, karena letak paviliun berada di tempat terpisah. Paviliun itu tepat bersebelahan dengan kamar pribadi Tae Ho, sehingga bisa memudahkannya untuk meminta bantuan asisten pribadi ketika dibutuhkan.

Samiya melihat isi ruangan paviliun yang akan ditempatinya. Ruangan paviliun itu mungil, di dalamnya terdapat satu ruang tamu berukuran kecil, kamar dengan single bed beserta lemari kecil, dapur dan sebuah kamar mandi. Perabotannya tidak kalah mewah dengan yang berada di rumah Tae Ho. Bagi Tae Ho walaupun paviliun tersebut khusus untuk asisten, tapi suasananya dibuat senyaman rumahnya.

“Bagaimana, kamu suka?” Tae Ho menoleh ke arah Samiya.

MasyaAllah, paviliun ini bagus sekali.” Samiya melihat ke sekeliling ruangan.

“Jadi kapan kamu bisa pindah ke sini?” tanya Tae Ho, “bisa hari ini?”

Belum sempat Samiya menjawab, Tae Ho langsung mengajak Samiya pergi mengambil barang-barang di kontrakannya.

“Jangan khawatir, aku akan meminta bantuan jasa pindahan,” katanya.

Sebelum meninggalkan paviliun, Samiya melihat ke arah jam yang berada di dinding ruang tamu. Jarum jam sudah menunjukkan 12.20, waktu salat Zuhur sudah tiba. Wanita itu terdiam dan berdiri di dekat pintu paviliun.

“Maaf, bisa minta waktu sebentar?” tanya Samiya.

“Ada apa?”

“Sekarang sudah waktunya untuk menunaikan salat Zuhur. Jadi aku harus salat dulu.” Samiya menjelaskan.

“Oh, tentu saja. Silakan. Jadi apa yang bisa kubantu?” tanya Tae Ho yang terlihat kebingungan.

“Aku hanya butuh tempat untuk melaksanakan ibadah, karena perlengkapannya sudah kubawa.” Samiya menunjukkan tas yang dibawanya.

“Baiklah. Kamu bisa beribadah di ruangan tempatku biasa beristirahat.”

Mereka masuk kembali ke rumah. Pemuda itu menunjukkan tempat untuk Samiya melaksanakan salat Zuhur. Dia juga menunjukkan tempat berwudu kepada perempuan itu.

Tae Ho yang tengah dilanda rasa penasaran dengan ibadah yang Samiya lakukan, memutuskan untuk mengintipnya dari luar. Dia melihat Samiya keluar dari kamar mandi dengan wajah yang basah terkena air wudu. Setelah berada di ruang santai, wanita itu segera menggelar sajadah tipis berukuran kecil yang dibawanya dari Indonesia.

Samiya kemudian memasang mukena yang membalut seluruh tubuh, sehingga hanya terlihat wajahnya saja. Tae Ho yang sedari tadi melihat, menjadi bertambah bingung. Diamatinya wanita itu dari awal takbir, sampai mengucapkan salam.

Pemuda itu segera kembali ke ruang tamu dan pura-pura duduk di sofa, setelah melihat Samiya melipat mukena.

“Sudah selesai?” ucapnya setelah melihat Samiya keluar dari ruang refreshing.

“Ya, kita bisa pergi sekarang.”

Mereka segera kembali ke tempat Samiya tinggal untuk mengambil barang-barangnya.

“Apa sebaiknya tidak usah menggunakan jasa pindahan?” tanya Samiya dalam perjalanan.

“Kenapa?”

“Barang-barangku tidak banyak, hanya pakaian saja,” jawabnya.

“Tanganmu masih sakit, tidak mungkin kan kamu yang mempersiapkan semuanya sendiri?”

Samiya terlihat menyengir. Pria itu benar, tangannya masih sakit dan tidak mungkin ia bisa dengan sigap mengemasi pakaiannya sendirian.

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan review dengan memberi bintang 5 yaa, Kakak-kakak semua :*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status