Share

BAB 4

last update Last Updated: 2025-11-05 18:46:23

“Ammar beruntung sekali memiliki istri sepertimu. Tidak semua suami bisa mendapatkan istri yang bisa berbesar hati membiarkan suaminya membiayai hidup saudaranya.” Mela mengusap air mata di wajahnya. Dia menggigit bibir melihat bahu Zahra yang bergetar.

“Aku juga beruntung sekali memiliki Mas Ammar sebagai suami, Ma. Terlebih lagi, aku beruntung memiliki Mama sebagai mertua.” Zahra bicara dengan suara serak. Dia menatap mertuanya dengan wajah yang penuh linangan air mata.

“Berkat didikan Mama, Mas Ammar menjadi sosok suami yang pengertian dan penuh kasih sayang. Bukan hanya masalah nafkah lahir dan batin, mengurus anak, membantu mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan dia juga memperlakukan aku sangat baik. Dalam rentang lima tahun pernikahan kami, dalam ingatanku tidak pernah satu kalipun Mas Ammar meninggikan suara saat berbicara meski dalam keadaan kesal.”

“Kalian beruntung karena saling memiliki.” Mela menatap Zahra. Dia tersenyum di antara tangis saat Zahra meraih tangannya yang mulai keriput.

“Azizah sudah semester enam, insya Allah tidak sampai dua tahun lagi Ammar akan lepas kewajiban setelah dia lulus. Setiap hari, setiap malam, Mama selalu mendoakan agar kuliahnya lancar dan cepat selesai agar tidak merepotkan kalian terus-terusan.” Tangis Mela kembali terdengar.

“Sudah lah, Ma, tidak usah dibahas lagi.” Zahra memeluk mertuanya. Perasaannya gelisah. Kalau dia berpisah dengan Ammar, dia bukan hanya akan kehilangan suaminya, tapi juga kehilangan mertua dan adik ipar yang sudah dia anggap sebagai keluarga sendiri.

Zahra menghela napas panjang. Bayangan wajah Azizah dan Anisa menari di pelupuk mata. Dia yang anak tunggal sangat senang saat pertama kali Ammar mengenalkannya pada kedua adiknya. Sejak pertama berjumpa, mereka langsung cocok. Zahra bahkan tahu siapa saja mantan pacar kedua adik iparnya. Dia juga lebih kenal dan dekat dengan teman-teman kedua adik iparnya dibandingkan dengan Ammar dan Mela.

Saat dia melahirkan Riko setahunan yang lalu, kedua adik iparnya yang menyiapkan acara aqiqah. Azizah dan Anisa bahkan mendekor ruangan sendiri bersama teman-temannya, mencarikan katering yang murah dan enak, usaha teman-temannya sesama mahasiswa. Juga fotografer yang murah, tapi hasil jepretannya jempolan, teman kuliah Azizah juga.

Berada di tengah-tengah keluarga Ammar tidak membuat Zahra merasa posisinya sebagai menantu. Dia malah merasa kalau dirinya adalah anak pertama Mela dan kakak dari kedua iparnya. Kadang, Ammar menyuarakan kecemburuan karena dirinya yang justru lebih dekat dengan mereka. Kalau ada keperluan dan butuh bantuan pun, mertua dan iparnya selalu bicara dengan dirinya untuk dikomunikasikan dengan Ammar.

“Ammar sudah bicara dengan Mama ….” Mela melepaskan pelukan Zahra. Dia membingkai wajah menantunya dan menatap mata Zahra lama. Wanita itu menggigit bibir, menahan tangis, saat menghapus air mata Zahra yang kembali mengalir.

“Aku … aku tidak mau dimadu, Ma.” Zahra bicara dengan suara bergetar. Dia bisa melihat kabut pekat yang mengandung awan kesedihan di mata mertuanya. “Meski Mas Ammar melakukannya karena terpaksa keadaan, dia tidak punya pilihan, tapi aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya berbagi suami.”

Mela memegang kedua bahu Zahra. Wanita itu menunduk, isakannya kembali terdengar, lebih kencang dari sebelumnya. Dia mengerti betul perasaan wanita yang sudah memberinya dua orang cucu itu.

Tadi malam, Ammar menelpon, menjelaskan keadaannya yang terjepit karena pilihan sulit. Jam dua malam, saat dia akan melaksanakan qiyamul lail, ponselnya berbunyi. Seperti anak kecil yang menangis karena ingin dibelikan sesuatu, Ammar menangis meminta pendapatnya harus bagaimana.

“Tidak ada pernikahan yang tanpa ujian, anakku.” Mela kembali berbicara setelah berhasil mengatur emosinya kembali.

“Sebagai wanita, Mama mengerti perasaanmu. Namun, coba pikirkan lebih jauh. Rika dan Riko bagaimana kalau kalian berpisah? Mereka pasti akan sangat kehilangan sosok papanya. Meski kalian berusaha menjaga hubungan baik, bersama-sama membesarkan mereka, tapi mereka pasti akan merasakan kehilangan karena biasanya selalu bertemu setiap hari dengan papanya.”

Zahra memalingkan wajah, menatap sop ayam kampung yang sudah dingin di atas meja. Dia membayangkan andai kelak benar bercerai, hubungannya yang begitu hangat dengan mertuanya saat ini, pasti akan dingin juga pada masanya. Waktu mampu mengubah segalanya. Apalagi, ada perasaan wanita yang harus mereka jaga, istri yang dinikahi Ammar karena terpaksa.

Suara Rika dan Riko kembali terdengar dari dalam sana, entah sedang berebut apa. Pikiran Zahra kalut. Egoiskah jika dia tetap memilih berpisah hingga membuat kedua anaknya kekurangan waktu dengan Papa mereka?

“Apa ada yang bisa memastikan perasaan Mas Ammar tidak akan berubah setelah menikahi Adelia, Ma? Mungkin sekarang Mas Ammar berat padaku karena belum menikahi wanita itu. Namun, seiring berjalannya waktu, kita tidak tahu. Apalagi, kalau kelak Adelia punya anak dari Mas Ammar.” Zahra menengadah, menatap langit-langit agar air matanya tidak kembali tumpah.

“Andai Mama tidak sakit-sakitan, Ammar tidak akan pusing memikirkan tanggungan untuk biaya sekolah dan kuliah adiknya. Dia juga tidak akan kesulitan mengambil keputusan seperti ini.” Tangis Mella yang sejak tadi tertahan akhirnya pecah sudah. Wanita itu bersandar pada kursi dan memukuli dadanya yang terasa sesak.

“Mama jangan begini.” Zahra berdiri dan memeluk tubuh mertuanya erat. Dia ikut sakit melihat wanita itu dikungkung rasa bersalah.

“Maafkan Mama karena sudah zalim padamu, Ra ….” Mela melepaskan pelukan menantunya. Tubuhnya merosot ke lantai, bertumpu dengan kedua lutut, berlutut di hadapan Zahra yang membelalak lebar, tidak menyangka Mela akan melakukan itu.

“Maafkan Mama karena membuat keadaan menjadi sulit. Mama hanya bisa pasrah dengan semua keputusan yang akhirnya Ammar pilih karena semua kebutuhan bergantung sepenuhnya pada Ammar.” Mela menangis kencang, membayangkan dia harus menukar keharmonisan pernikahan anak pertamanya demi masa depan dua anaknya yang lain.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kita yang Terluka   BAB 6

    “Jelaskan pada istrimu kalau kamu harus menemani Adelia terapi. Dia harus mengerti kalau suaminya harus mempertanggungjawabkan kesalahannya. Lagipula, tidak setiap minggu kamu menemani Adelia terapi. Weekend lainnya kamu masih bisa menghabiskan waktu bersama anak dan istrimu. Jadi, segera kemari, Ammar. Kami sudah berbaik hati menunggu pertanggungjawabanmu sampai selama ini.”Ammar menghela napas panjang saat telepon dimatikan secara sepihak dari seberang sana. Selama ini, dia memang selalu menemani Adelia setiap kali terapi, seperti yang diinginkan oleh keluarga wanita itu. Dia bukannya lupa kalau hari ini jadwal terapi Adelia. Akan tetapi, dia sudah berjanji pada Zahra akan mengantar istrinya itu menginap ke rumah orangtuanya.“Aku bisa berangkat sendiri kalau Mas mau kesana. Lagipula, aku sepertinya harus mulai belajar melakukan semuanya sendiri agar tidak kaget saat kita berpisah nantinya.”“Kamu bicara apa, Yang?” Ammar langsung menyimpan ponsel. Dia tidak menyadari kalau Adelia

  • Kita yang Terluka   BAB 5

    “Astaghfirullahaladzim, jangan begini, Ma.” Zahra langsung meraih tubuh mertuanya yang berlutut memeluk kakinya. “Kita semua ada di posisi sulit. Aku tidak menyalahkan siapapun atas apa yang terjadi. Kita semua jelas tidak mau berada pada posisi ini.” Mela memeluk Zahra erat. Tubuh wanita itu gemetar karena menahan tangis. Dia tidak mau sampai kedua cucunya yang asyik bermain mendengar pembicaraannya dengan Zahra.“Kecelakaan itu terjadi bukan atas kehendak Mas Ammar. Sudah jalannya harus begitu. Kalaupun kelak jodoh antara aku dan Mas Ammar selesai, itu semua terjadi bukan karena kesalahan siapapun. Ini hanya tentang hati dan aku tidak siap menjalani poligami. Mas Ammar yang memutuskan dan aku berhak pula memilih jalan yang kuinginkan. Jadi, berhenti menyalahkan diri karena ini bukan salah Mama.”Kedua wanita itu bertangisan. Sakit benar terjebak dalam keadaan yang tidak diinginkan. Zahra yang menyudahi terlebih dahulu. Dia tidak mau terus menangis. Cukup sudah beberapa waktu ke bel

  • Kita yang Terluka   BAB 4

    “Ammar beruntung sekali memiliki istri sepertimu. Tidak semua suami bisa mendapatkan istri yang bisa berbesar hati membiarkan suaminya membiayai hidup saudaranya.” Mela mengusap air mata di wajahnya. Dia menggigit bibir melihat bahu Zahra yang bergetar.“Aku juga beruntung sekali memiliki Mas Ammar sebagai suami, Ma. Terlebih lagi, aku beruntung memiliki Mama sebagai mertua.” Zahra bicara dengan suara serak. Dia menatap mertuanya dengan wajah yang penuh linangan air mata. “Berkat didikan Mama, Mas Ammar menjadi sosok suami yang pengertian dan penuh kasih sayang. Bukan hanya masalah nafkah lahir dan batin, mengurus anak, membantu mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan dia juga memperlakukan aku sangat baik. Dalam rentang lima tahun pernikahan kami, dalam ingatanku tidak pernah satu kalipun Mas Ammar meninggikan suara saat berbicara meski dalam keadaan kesal.”“Kalian beruntung karena saling memiliki.” Mela menatap Zahra. Dia tersenyum di antara tangis saat Zahra meraih tangannya yang mul

  • Kita yang Terluka   BAB 3

    “Tolong bantu aku, Ra, tolong … andai aku menikahinya, itu terjadi karena terpaksa.” Ammar menatap Zahra yang mengusap air mata di wajah basahnya. “Tolong ingat kebaikanku selama lima tahun pernikahan kita. Apa pernah sekali saja aku melalaikan kewajiban sebagai seorang suami dan Ayah? Apa pernah aku menyakiti perasaanmu dan anak-anak? Dalam setiap urusan, kalian selalu aku utamakan.”“Aku ingat semua kebaikanmu, Mas. Aku akui Mas suami yang memenuhi semua standar yang diimpikan oleh seorang istri. Ini hanya masalah hati … dan aku tidak siap untuk berbagi.” Tangisan Zahra mengencang saat Ammar berdiri dan menariknya ke dalam pelukan. Sakit. Dia tahu mereka sama-sama tersakiti karena keadaan ini.“Kita keluar, Mas.” Zahra mengurai kedekatan. Dia mengalihkan pandangan karena kalau bertatapan dengan suaminya, Zahra tahu dia akan menangis lagi. “Kasihan anak-anak. Ini hari mereka bersama kita. Rika dan Riko pasti sudah menunggu-nunggu agar bisa seharian bermain dengan papa dan mamanya.” Z

  • Kita yang Terluka   BAB 2

    “Jangan hanya memikirkan kondisi istri dan anak-anakmu, mereka sehat dan tanpa kekurangan apapun. Lihat anakku, dia lumpuh dan ditinggalkan tunangannya karena kesalahanmu. Jadi, nikahi anakku!”Ammar meremas kemudi kencang mengingat ucapan Ammar saat memintanya menikahi Adelia pertama kali. Sepanjang perjalanan pulang, wajah Gunawan yang terus mendesaknya agar menikahi Adelia dan wajah istri serta kedua anak mereka berlarian di kepala.“Papa pulaaaang ….”Ammar tersenyum lebar saat melihat putrinya yang berusia empat tahun berlarian menyambut di depan pintu. Dia mengangkat anaknya tinggi-tinggi hingga membuat gadis kecil yang rambutnya dikepang dua itu tertawa-tawa kesenangan.“Pappa … Pa … Pa … Pappaaaa ….”“Ayo, ayo, Riko kesini ….” Ammar tertawa melihat anaknya yang baru lancar berjalan semingguan ini berjalan dengan sedikit limbung ke arahnya. Dia lalu mengangkat bayi berusia tiga belas bulan itu juga, membuat kedua anaknya tertawa-tawa.“Rika, Riko, ayo jangan gelendotan sama Pap

  • Kita yang Terluka   BAB 1

    “Aku tidak peduli dengan istrimu. Yang terpenting, nikahi anakku!” Lelaki yang mengenakan kemeja putih dan celana bahan hitam menatap Ammar dengan pandangan tajam. Dia membenarkan kacamata dan menghela napas panjang. Ini kali ketiga mereka bertemu dan dia jelas tidak mau ada tawar menawar lagi.“Tidak ada kata damai! Kamu harus bertanggung jawab karena sudah membuat anakku lumpuh. Kamu sendiri mengakui kalau kecelakaan itu terjadi murni karena kelalaianmu dalam mengemudi. Jadi, tidak ada pembicaraan lain lagi untuk urusan ini. Jangan datang lagi menemuiku kecuali untuk untuk membicarakan pernikahanmu dengan anakku. Atau … jeruji besi menunggumu untuk mempertanggungjawabkan kesalahanmu!”Ammar menghela napas panjang, berusaha memenuhi rongga dadanya yang terasa sesak. Aroma cairan pembersih lantai khas rumah sakit memenuhi penciumannya. Suara televisi yang menyala sayup-sayup terdengar saat mereka terdiam, sengaja dikecilkan saat dia masuk ke ruangan ini sekitar lima belas menit yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status