Home / Romansa / Konglomerat Terpikat Tukang Donat / Bab 1 Gadis Penjual Donat

Share

Konglomerat Terpikat Tukang Donat
Konglomerat Terpikat Tukang Donat
Author: EstrianaTamsir

Bab 1 Gadis Penjual Donat

last update Last Updated: 2025-06-23 15:10:33

#1

"Zam, lekaslah nikah! Mama sudah pengen nimang cucu!"

Azam Malik menghela napas panjang. Sudah berapa kali ia mendengar tuntutan dari mamanya? Lebih dari sepuluh kali, mungkin.

"Ma," katanya dengan nada lelah, "semua wanita yang kukenalkan ke Mama kenapa ditolak?"

Bu Sandra, hanya mengangkat bahu. "Itu karena Mama nggak suka," jawabnya ringan.

Azam mendesah. Begitulah selalu. Setiap wanita yang ia bawa pulang, entah itu dokter, pengusaha, dosen, bahkan model, tidak ada satu pun yang lolos dari seleksi ketat mamanya. Ada yang kurang cantik, kurang berpendidikan, kurang sopan, ataupun kurang kaya. Semua selalu ada kurangnya.

"Ya sudah," ucap Azam akhirnya, memutuskan menyerah, "Mama aja yang cariin."

Seulas senyum kemenangan terlihat di wajah wanita paruh baya itu. "Oke, mulai hari ini, Mama akan berburu calon menantu!"

Sebagai istri konglomerat sukses, Bu Sandra tentu harus menjaga nama baik keluarga. Menantu yang dipilihnya harus memiliki kecantikan, kepintaran, serta keanggunan. Namun, sejauh ini, tak ada satu pun wanita dari kalangan menengah ke atas yang cocok dengan kriterianya itu.

Tiba-tiba, ia teringat percakapan dengan teman lamanya saat reuni SMA bulan lalu.

"Menantu terbaik kadang datang dari tempat yang tak terduga, Sandra. Jangan hanya cari dari kalangan atas. Kadang, justru yang sederhana lebih tulus."

Bu Sandra mendengkus saat itu. "Sama aja, Mel. Orang miskin itu lebih gampang silau lihat kemewahan."

Sudah belasan wanita pilihannya dari kalangan atas ditolak Azam. Apa memang benar kata temannya? Mungkin, kali ini, ia harus menurunkan standar dan mencoba mencari menantu dari kalangan menengah ke bawah.

***

Pagi itu, Bu Sandra berdiri di depan cermin, menatap bayangannya sendiri. Biasanya, ia selalu mengenakan pakaian mahal dengan perhiasan berkilauan. Namun, kali ini ia melepas semua itu. Ia hanya mengenakan kaos oblong longgar dan celana kulot hitam. Rambutnya disanggul sederhana, wajahnya polos tanpa make-up.

Bi Arum, asisten rumah tangganya, mengerutkan kening. "Bu, mau ke mana pakai baju seperti itu?"

"Tolong suruh Mang Asep siapkan mobil, Bi!" titah Bu Sandra tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Saat mobil berjalan, Mang Asep sempat melirik dari kaca spion. "Bu, kita mau ke mana?"

"Pasar."

Mang Asep mengerjapkan mata, terkejut. "Lho, biasanya Bi Arum yang belanja, Bu."

"Bi Arum lagi sibuk, Mang," kilahnya.

Bu Sandra tidak tahu pasti di mana harus mencari calon menantu dari kalangan menengah ke bawah. Ia yakin, di pasar tradisional ada banyak orang dari kalangan itu. Mungkin ia akan menemukan seseorang yang menarik perhatiannya. Siapa tahu?

Setibanya di sana, Bu Sandra membaur dengan ibu-ibu yang berdesakan saat melewati lorong pasar yang sempit. Aroma tak sedap terhidu saat ia melewati los tempat penjualan daging dan ikan yang becek.

Lalu, matanya menangkap antrean panjang di sebuah gerobak soto. Aroma kuah yang kaya rempah menguar di udara. Perutnya mendadak keroncongan. Tanpa pikir panjang, ia pun ikut antre.

Dua puluh menit berlalu, akhirnya ia duduk dengan semangkuk soto di hadapannya. Begitu sendok pertama menyentuh lidahnya, ia terkejut. Rasanya luar biasa! Gurih, hangat, dan penuh cita rasa. Tak butuh waktu lama baginya untuk menghabiskan seluruh isi mangkuk.

Namun, ketika hendak membayar, ia merogoh tasnya dan menemukan kenyataan yang mengejutkan. Dompet dan ponselnya tidak ada!

"Maaf, Mas," ucap Bu Sandra dengan panik, "dompet saya ketinggalan."

Seorang ibu ber-make-up tebal yang duduk di sebelahnya langsung mencibir. "Ah, modus! Orang miskin memang banyak akal!"

Bu Sandra membelalak. Miskin? Dia dibilang miskin?

Ibu-ibu itu tertawa sinis. "Udah deh, kalau nggak bisa bayar, sana cuci piring!"

Bu Sandra mengepalkan tangan. Emosinya sudah meluap. "Enak saja! Seumur hidup saya nggak pernah cuci piring, ya!"

"Udah miskin belagu!"

Emosi Bu Sandra meluah tak tertahankan. "Seluruh isi pasar juga saya sanggup beli!"

Ibu itu tertawa kencang, meremehkan, Bu Sandra makin emosi. Di saat situasi memanas, sebuah tangan menyodorkan selembar uang lima puluh ribu kepada penjual soto.

"Buat bayar soto Ibu ini, Mas," ucap seorang gadis dengan suara lembut.

Bu Sandra spontan menoleh. Seorang gadis berhijab berdiri di belakangnya, tersenyum ramah. Mata sendunya dinaungi alis tebal dengan bulu mata lentik alami. Hidungnya mancung, wajahnya bersih tanpa polesan make-up. Wanita paruh baya itu tertegun. Bagaimana mungkin di pasar becek dia bisa menemukan gadis cantik berspek bidadari?

"Kamu siapa?" Bu Sandra bertanya, masih terkejut. Ia memindai penampilan gadis itu dari ujung kaki yang bersandal jepit hingga ujung kepala yang tertutup hijab lusuh

Gadis itu tersenyum manis. "Saya Vio, Bu."

Seorang penjual jamu gendong datang menyela, "Vio, tumben belum pulang? Kamu nggak jemput Rosi?"

"Aku jualan donat dulu, Mbok. Dikit lagi abis. " Gadis itu mengangkat keranjang plastik yang dibawanya.

Bu Sandra menatap keranjang yang penuh dengan donat bertopping warna-warni menggugah seleranya.

"Ibu mau coba?" Vio mengambil tiga donat dan menyodorkannya.

Bu Sandra terlihat canggung. "Tapi saya nggak bawa dompet."

Gadis itu memasukkan tiga buah donat ke dalam kantong plastik, lalu menyodorkannya. "Ini gratis buat Ibu," ujar gadis itu ringan.

Belum sempat Bu Sandra mengucapkan terima kasih, gadis itu keburu pergi.

Wanita berusia setengah abad itu tersenyum tipis. Pertemuan itu sangat berkesan di hatinya. Seumur hidupnya, ia belum pernah bertemu orang setulus gadis penjual donat itu dalam menolong orang.

Gadis itu cantik, sederhana, baik hati, dan suka menolong. Bu Sandra sedang mempertimbangkan untuk menjadikan gadis itu kandidat menantu idamannya.

Keesokan harinya, Bu Sandra kembali ke pasar. Ia ingin menemui gadis penjual donat itu untuk membayar utang sotonya. Namun, setelah berkeliling pasar cukup lama, ia tak berhasil menemukan gadis itu.

"Bu, lihat gadis penjual donat?" tanyanya kepada wanita tua penjual jamu gendong.

"Sudah pulang, Bu. Donatnya sudah habis."

Bu Sandra menghela napas kecewa. Rupanya, ia datang kesiangan. Ia pun berbalik menuju mobil. Pikirannya masih melayang-layang pada gadis penjual donat itu.

Di seberang jalan, Mang Asep sudah menunggu di samping mobil. Bu Sandra melangkah ke tepi jalan, mencari celah di antara padatnya lalu lalang kendaraan yang melintas. Ketika dirasa jalanan cukup aman, ia pun mulai menyeberang.

Tiba-tiba bunyi klakson nyaring terdengar memekakkan telinga. Matanya membelalak saat melihat sepeda motor melaju dengan kecepatan tinggi ke arahnya. Kakinya kaku. Napasnya tercekat. Ia tidak tahu harus mundur atau maju.

Saat ia sudah pasrah, sebuah tangan menarik lengannya dengan kuat ke belakang.

Bruk!!!

Sepeda motor itu melesat nyaris menyenggol tubuhnya. Bu Sandra jatuh ke pelukan seseorang. Napasnya memburu.

"Ibu nggak apa-apa?"

Suara itu terdengar lembut, penuh kekhawatiran. Bu Sandra menoleh, dan matanya membulat. Orang yang sudah menyelamatkan nyawanya ternyata ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 28 Pertemuan Mengharukan

    #28Perlahan, Viola menggenggam tangan Varrel lebih erat. "Kakak .…" Hanya satu kata itu yang keluar, tapi cukup untuk membuat hati Varrel mencelos. Pemuda itu tersenyum, matanya memanas, diusap kepala adiknya dengan lembut. "Iya, Vio. Kakak di sini. Kakak nggak akan pernah ninggalin kamu lagi." Varrel merengkuh tubuh kurus sang adik ke dalam pelukannya. Air matanya berjatuhan tak terbendung lagi. Kebahagiaan tak terkira karena bisa menemukan juga penyesalan karena terlambat untuk mencari adiknya. Azam yang sejak tadi menyaksikan pertemuan adik dan kakak yang terpisah selama hampir 20 tahun ikut tersenyum haru, hingga menitik air matanya. Pintu terbuka. Semua mata menoleh ke arah pintu, Viola juga. Seorang pria paruh baya melangkah masuk dengan tatapan hati-hati. Viola tercengang. Wajah itu terlihat familiar. Ia ingat pernah melihat pria paruh baya itu duduk di bangku kayu, menikmati nasi uduk Mak Ijah. Tapi, kenapa sekarang dia ada di sini?Lebih membingungkan lagi, Varrel yang

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 27 Kita Bersaudara, Vio

    #27Sudah seharian ini Viola terbaring lemah di atas tikar pandan lusuh. Gadis itu sudah tidak sanggup untuk bangun. Tubuhnya semakin panas, wajahnya pucat, dan bibirnya kering. Rosi duduk di sebelah kakaknya dengan raut wajah khawatir dan ketakutan. Hari sudah gelap, lampu belum nyala karena token listrik habis. "Bangun, Ma! Jangan tidur terus," bisik Rosi dengan suara serak. Bocah perempuan berusia 5 tahun itu mengoyang tubuh Viola yang semakin lemah.Air matanya jatuh satu per satu. Rosi tidak tahu harus bagaimana. Ia masih kecil, belum paham cara merawat orang sakit. Di luar gelap, Rosi tidak berani keluar rumah sendirian untuk mencari pertolongan. Viola melarang adiknya keluar malam karena terkadang ada ular karena kontrakan mereka di pinggir kali. Rosi ketakutan Viola akan mati karena dari tadi matanya terpejam, tidak bergerak sama sekali. Ia hanya memiliki Viola seorang di dunia ini. Rosi bingung melihat keadaan Viola. Di luar sudah gelap, ia tak berani keluar untuk meminta

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 26 Kabar Gembira

    Sejak pertemuannya dengan gadis penjual donat, Pak Adyaksa jadi tidak berselera makan saat makan malam. Terpikir apakah putrinya sudah makan dengan layak atau tengah menahan lapar di luar sana. Perasaan bersalah dan penyesalan terus menghantuinya. "Mas, kok piringnya masih kosong?" tanya Sinta heran. "Aku ambilin nasi, ya?""Nggak usah. Aku lagi nggak selera makan." Pak Adyaksa bangkit dari duduknya lalu melangkah meninggalkan ruang makan menuju ruang kerjanya.Pria yang separuh rambutnya sudah memutih itu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi portabel yang empuk. Matanya terpejam dan pertemuannya dengan gadis penjual donat di warung Mak Ijah tergambar jelas di benaknya. Wajah sendu gadis itu terus terbayang-bayang. Pertemuannya dengan gadis penjual donat tak bisa dilupakannya. Di dalam ruang kerjanya Pak Adyaksa duduk termenung lama dengan tatapan kosong. Tangannya menggenggam sebuah foto lama, foto mantan istrinya, Dahlia dengan bayi perempuan dalam gendongannya."Viola kecil

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 25 Kemiripan Wajah dan Kesamaan Nama

    #25Wajah gadis itu sangat mirip dengan seseorang dari masa lalunya. Sorot mata teduhnya, hidung bangir, dan bentuk bibir tipisnya. Semua begitu mirip dengan mantan istrinya, Dahlia. yang ia usir dari rumah dua puluh tahun lalu.Tangan Pak Adyaksa gemetar saat meletakkan sendok. Ia menatap gadis itu lekat-lekat. Dadanya bergemuruh menahan semua perasaan yang membuncah. Gadis penjual donat itu menoleh dan balas menatap pria paruh baya itu dengan kening berkerut. "Pak?" Rizal menyadari perubahan ekspresi majikannya saat menatap Viola. "Bapak kenapa?" tanyanya khawatir. Pak Adyaksa tak menjawab. Matanya masih terkunci pada gadis yang tengah berbicara dengan Mak Ijah. Seolah merasakan tatapan intens itu, gadis yang tengah menyerahkan kotak donat ke Mak Ijah itu menoleh. Tatapan mereka bertemu. Sejenak, waktu terasa berhenti berputar. Gadis itu mengernyit. Ada sesuatu yang aneh dengan pria berjas rapi itu. Baru kali ini ia melihat pelanggan nasi uduk Mak Ijah berpakaian necis seperti i

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 24 Merasa Dejavu

    #24Tak terasa, sudah sebulan lebih Viola dan Rosi tinggal di kontrakan kecil di pinggir kali yang bau. Dindingnya lembap, atapnya bocor jika hujan, dan tikus-tikus sering berlarian di atas plafon saat malam hari, berisik sekali menganggu orang tidur. Meskipun tempat tinggalnya saat ini jauh dari kata nyaman, Viola sudah bersyukur. Setidaknya, di sini ia merasa aman. Para preman yang mengusirnya tidak akan menemukan keberadaannya di tempat persembunyiannya. Setiap pagi, Viola bangun sebelum subuh. Tangannya cekatan menguleni adonan, mencetaknya satu per satu, lalu membiarkan sampai mengembang. Setelah satu jam, donat-donat itu tinggal digoreng hingga matang keemasan. Setelah selesai dihias dengan topping, donat-donat cantik itu disusun rapi di dalam wadah plastik berbentuk kotak. Dengan bersemangat Viola berjalan menuju warung nasi uduk Mak Ijah untuk menitipkan dagangannya. "Titip ya, Mak," ujar Viola dengan senyum tersungging di bibirnya. Mak Ijah mengangguk, menatap gadis itu

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 23 Bukan Gadis Biasa

    #23Azam menatap Varrel dengan kening berkerut. "Jadi … Viola itu adik lo, Rel?" tanyanya, masih sulit percaya. Varrel mengangguk, matanya menerawang. "Iya. Gue seneng banget akhirnya bisa ketemu lagi dengannya setelah dua puluh tahun terpisah. Tapi sekarang dia hilang lagi," ucapnya dengan raut wajah sedih. Sebagai kakak yang seharusnya bisa melindungi, ia jadi mengkhawatirkan keadaan adiknya. Azam menghembuskan napas lega, bercampur sedikit rasa malu. Selama ini, ia sempat mengira Varrel adalah rivalnya dalam merebut hati Viola. Namun, ternyata, sahabatnya justru kakak kandung gadis itu.“Kita cari Viola lagi, yuk!" ajak Azam mantap.Dengan mengendarai mobil Azam, mereka mulai menyusuri jalanan kota, bertanya kepada setiap orang yang mereka temui di jalan. Mereka mencari ke setiap sudut pasar, terminal, stasiun, juga di tempat-tempat keramaian, barangkali Viola ada di sana tengah berjualan donat. Semua sudut di kota metropolitan sudah dijelajahi, tapi tidak ada satu pun yang meng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status