Beranda / Romansa / Kontrak Cinta Sang CEO / Bukti di tangan yang salah

Share

Bukti di tangan yang salah

Penulis: Reju
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-06 09:07:06

Langkah Ayla terasa lebih mantap pagi itu, tetapi perasaannya jauh dari tenang. Di dalam saku blazer hitamnya, flashdisk kecil itu terasa seperti beban dunia. Rekaman video Sofira dan Meira—saksi bisu dari sesuatu yang lebih besar dari sekadar pembunuhan. Sesuatu yang bisa meruntuhkan segalanya. Ayla tahu ini langkah besar. Jika ia berhasil, itu berarti kebenaran akan terungkap, dan jika gagal, entah apa yang akan terjadi pada dirinya dan Nayaka.

Hari itu, rapat berjalan seperti biasanya, meski Ayla tak bisa menutupi ketegangan di wajahnya. Para direksi duduk berhadap-hadapan di ruang rapat besar Arvenza Corp, namun tatapan Ayla tertuju pada satu orang saja: Meira Lestari, kepala divisi hukum perusahaan. Meira tampak tenang, bahkan sedikit acuh, tapi Ayla tahu dalam hati, Meira sedang mengawasi setiap gerakannya.

Meira mengerling ke arah Ayla dengan tatapan yang nyaris tak terlihat, namun cukup untuk membuat Ayla merasa seperti diserang. Setiap kata yang keluar dari mulut Meira di rapat itu terdengar seperti ancaman terselubung, meskipun ia tetap berbicara dengan nada formal yang tidak mengindikasikan apapun.

“Agenda rapat hari ini adalah evaluasi keuangan kuartal dua,” kata Pak Dirga, salah seorang direksi senior. Namun Ayla hanya mendengar suara itu seperti gema jauh di telinganya. Fokusnya hanya pada Meira dan ancaman yang dirasakannya.

Rapat itu berjalan tanpa ada hal penting yang dibahas. Meira tetap tenang, meskipun setiap kali ia melirik Ayla, ada kilatan bahaya yang tidak bisa disembunyikan. Ketegangan tak kasat mata melingkupi ruang rapat, seolah dunia di sekitar mereka sedang menunggu sesuatu untuk pecah. Selesai rapat, Ayla tidak memberanikan diri berbicara langsung dengan Meira. Ia justru bergerak cepat untuk menemui Pak Ilham, kepala bagian audit yang dulu menjadi mentor Sofira. Dia adalah satu-satunya orang yang Ayla rasa bisa dipercaya.

“Ayla, ada apa?” tanya Pak Ilham dengan wajah serius saat mereka berdua duduk di ruang kerja pribadi. Suasana tenang di ruang itu kontras dengan kegelisahan yang ada di hati Ayla.

“Saya membawa bukti soal kematian Sofira,” kata Ayla dengan suara pelan, namun tegas. “Saya butuh bantuan Anda untuk menyelidiki lebih jauh siapa yang ada di belakang semua ini. Bukti ini penting, Pak Ilham. Ini bisa mengubah segalanya.”

Pak Ilham menatapnya dengan serius. “Bukan langkah mudah, Ayla. Jika kita bergerak terlalu cepat, kita bisa kehilangan kendali. Semua yang kita lakukan di sini akan memperburuk situasi. Mereka yang ada di luar sana tidak main-main.”

Ayla menelan ludah. “Saya tidak bisa diam, Pak. Sofira tidak bisa begitu saja dilupakan. Tidak setelah semua yang dia lakukan. Saya hanya ingin kebenaran.”

Pak Ilham mengangguk. “Baiklah, tapi kita harus berhati-hati. Saya akan menyimpan ini untuk sementara dan menyelidikinya lebih lanjut. Percayalah, saya akan mengamankan data ini.”

Ayla merasa sedikit lega, namun ketegangan di dadanya tetap ada. Sebelum meninggalkan ruang kerja Pak Ilham, Ayla menatapnya sekali lagi, seakan mencoba memastikan bahwa ia benar-benar bisa mempercayainya.

Namun sore harinya, saat Ayla kembali ke ruangannya, sesuatu yang tak terduga terjadi. Meja Pak Ilham kosong. Barang-barangnya hilang. Komputernya mati. Kursi yang biasa dia duduki kini hanya tampak kosong. Tidak ada tanda-tanda bahwa Pak Ilham baru saja meninggalkan ruangan, seperti yang biasa dilakukan orang lain. Ayla merasa keringat dingin mulai mengalir di punggungnya.

“Ada yang aneh,” gumam Ayla, hampir berbisik kepada dirinya sendiri. “Di mana Pak Ilham?”

Dia berlari menuju ruang Nayaka tanpa berpikir panjang. “Nayaka! Pak Ilham menghilang!”

Reynard yang lebih dulu ada di ruangan Nayaka menatapnya dengan ekspresi serius. “Kami baru dapat informasi. Pak Ilham tidak pulang ke rumah. Semua jejaknya hilang. CCTV di basement mati selama lebih dari 10 menit pada siang tadi. Dan ada satu orang yang memiliki kemampuan untuk mematikan sistem itu.”

Ayla menelan ludah. “Meira.”

Nayaka berdiri dan berjalan ke arah layar komputer yang menampilkan rekaman CCTV di lorong kantor. Di salah satu rekaman, terlihat sosok berbaju staf kebersihan memasuki ruang Pak Ilham—padahal hari itu tidak ada jadwal untuk kebersihan.

“Kenan sudah mulai bergerak,” kata Nayaka pelan. “Kita harus bergerak lebih cepat.”

Malam itu, Ayla merasa semakin tertekan. Ia duduk di kamarnya, wajahnya menatap kosong ke luar jendela. Semua yang dilakukannya seakan berbalik menentangnya. Semakin ia berusaha menggali kebenaran, semakin banyak rintangan yang muncul. Dan yang lebih membuatnya cemas adalah kenyataan bahwa orang-orang yang ia percayai kini mulai hilang satu per satu.

Nayaka duduk di tepi tempat tidur, menatap Ayla dengan tatapan lembut namun tegas. “Jangan salahkan dirimu. Kita semua tahu ini bukan langkah yang mudah. Mereka selalu satu langkah lebih maju. Tapi sekarang, kita tahu siapa yang harus kita jatuhkan.”

Ayla menatap Nayaka dengan mata penuh kecemasan. “Jika kita gagal lagi, aku takut kamu yang jadi target.”

Nayaka menggenggam tangan Ayla erat, matanya menyiratkan ketegasan yang lebih dalam. “Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu. Tidak akan pernah.”

Keesokan harinya, sebuah paket misterius tiba di meja kerja Ayla. Amplop cokelat tanpa nama pengirim. Isinya hanya sebuah foto. Foto Sofira, Pak Ilham, dan Meira, sedang tertawa di taman belakang kantor beberapa bulan yang lalu. Di balik foto itu tertulis satu kalimat: “Kau yakin dia hanya korban?”

Ayla terdiam. Dada yang semula kosong kini dipenuhi oleh kegelisahan yang tak terungkapkan. Apakah Pak Ilham benar-benar bisa dipercaya? Ataukah ia terlibat lebih jauh dalam permainan ini?

Dia berlari menemui Nayaka yang sedang sibuk dengan laporan-laporan lain. “Nayaka, lihat ini.” Ayla menunjukkan foto itu dengan tangan yang sedikit gemetar.

Nayaka memeriksa foto tersebut dan menggelengkan kepala. “Seseorang sedang mencoba membuat kita ragu. Tapi kita harus tetap fokus. Tidak semua yang kita lihat bisa dipercaya.”

Ayla merasa hatinya semakin berat. Dalam permainan ini, siapa yang bisa ia percayai? Siapa yang bisa ia andalkan?

Di tempat yang jauh dari jangkauan mereka, di sebuah rumah yang jauh dari kota, Meira duduk di meja kayu, memandangi foto yang sama dengan senyum tipis di wajahnya. Di sampingnya, duduk Kenan Sadiva yang tampak sedang merenung.

“Bagaimana kalau Ayla mulai menggali lebih dalam?” tanya Kenan, suaranya berat dan tajam.

Meira mengangkat alis, senyumnya semakin lebar. “Biarkan dia. Semakin dalam dia menggali, semakin besar peluang untuk menjatuhkannya. Kita baru saja mulai, Kenan. Dan kali ini, Ayla tidak akan tahu siapa yang menghancurkannya.”

Kenan hanya mengangguk, menyesap kopinya dengan ekspresi datar, namun matanya menyiratkan niat yang sama sekali berbeda. Sesuatu yang gelap.

Namun Ayla, yang tak menyadari bahaya yang semakin mendekat, hanya berfokus pada satu hal: mengungkap kebenaran yang telah disembunyikan terlalu lama.

BERSAMBUNG

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Epilog

    Tiga bulan berlalu sejak Alea lahir, dan rumah kecil itu berubah menjadi dunia baru yang penuh tawa kecil, tangis lucu, dan aroma bedak bayi yang selalu memenuhi udara. Tidak ada hari yang benar-benar sepi sekarang. Bahkan malam-malam begadang terasa seperti bagian dari petualangan baru yang Ayla dan Nayaka hadapi bersama.Pagi itu, matahari masuk melalui jendela dengan lembut, memantulkan cahaya hangat ke dinding kamar. Ayla sedang duduk di sofa sambil menggendong Alea yang baru saja selesai menyusu. Bayi kecil itu kini lebih sering membuka mata, menatap dunia dengan pandangan polos penuh rasa ingin tahu.Ayla menatap wajah anaknya dengan mata yang berbinar. “Kamu tau nggak, Alea? Kamu itu hadiah paling indah yang pernah ibu punya.”Alea hanya mengedip beberapa kali sebelum tangannya bergerak pelan, seolah meraih udara.Ayla tersenyum, lalu mencium dahinya.“Cantik banget…”Di sudut ruangan, Nayaka muncul dengan rambut sedikit acak-acakan—tanda khas ayah baru yang kurang tidur tapi b

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Menyempurnakan Segalanya

    Malam turun perlahan di atas rumah kecil itu, membawa keheningan yang berbeda dari malam-malam sebelumnya. Tidak ada rasa cemas, tidak ada bayang-bayang menakutkan, tidak ada ancaman yang mengintai di balik pintu. Yang tersisa hanyalah suara lembut angin malam yang menyelusup lewat celah jendela, dan aroma wangi kayu manis dari lilin kecil yang Ayla nyalakan sore tadi.Hari ini adalah hari pertama Alea berada di rumah. Hari pertama yang melelahkan, tapi juga hari yang membawa kebahagiaan paling murni yang pernah mereka rasakan.Ayla duduk di pinggir ranjang sambil menyandarkan tubuh ke dinding, menatap bayi kecilnya yang tertidur di dada Nayaka. Wajah Nayaka tampak lelah, tapi senyumnya tidak pernah hilang. Ia mengusap punggung Alea pelan, seolah mengelus dunia yang kini ada di pelukannya.“Kamu nggak capek gendong dia terus?” tanya Ayla pelan.Nayaka menggeleng. “Capek dikit, tapi hatiku seneng banget. Jadi nggak kerasa.”Ayla tersenyum lembut. “Dari tadi kamu mandang dia terus.”“Ya

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Menjadi Orang Tua

    Pagi itu langit cerah, seperti ikut merayakan hari kepulangan Alea ke rumah. Matahari tidak terlalu terik, hanya menyinari halaman depan rumah sakit dengan hangat lembut. Burung-burung kecil berkicau di pepohonan, seolah menyambut kelahiran seseorang yang membawa cahaya baru dalam hidup dua orang manusia.Ayla sudah bangun sejak pukul enam. Meski tubuhnya masih lemah, wajahnya memancarkan kebahagiaan yang nyaris tak bisa ia sembunyikan. Rambutnya yang diikat rapi memberi kesan lembut dan sederhana, namun senyum kecil di bibirnya adalah titik paling indah pagi itu.Di pangkuannya, Alea tertidur lagi setelah selesai menyusu. Napas kecil itu bergerak naik turun, teratur, damai… seperti malaikat yang tanpa sengaja tersesat ke dunia manusia.Nayaka masuk membawa kantong berisi perlengkapan bayi sambil tersenyum penuh kemenangan.“Semua sudah siap. Baju, selimut, diapers, tisu, pompa, dan—”“Aku cuma mau pulang, Nay, bukan pindahan rumah,” potong Ayla sambil tertawa.“Aku cuma jaga-jaga,” N

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Malam Pertama Bersama Putri Kecil

    Hujan di luar sudah berubah menjadi gerimis halus ketika malam tiba. Lampu-lampu di lorong rumah sakit meredup, suara langkah para perawat terdengar jauh, dan sunyi lembut menyelimuti ruangan bersalin.Ayla terbaring di tempat tidur pasien dengan tubuh letih, namun wajahnya memancarkan kebahagiaan yang sulit disembunyikan. Rambutnya yang sedikit berantakan, pipinya yang lembut, mata yang sembab karena menangis—semuanya justru membuatnya terlihat semakin lembut dan bersinar seperti seorang ibu baru.Di lengannya, tidur mungil seorang bayi yang baru beberapa jam hadir di dunia.Alea Nayara.Hadiah kecil itu kini bernafas pelan, hangat, tenang, dan damai di dada Ayla.Nayaka duduk di kursi tepat di sisi tempat tidur, wajahnya tak lepas dari Alea. Bukan sejak tadi, bukan hanya beberapa jam—pria itu benar-benar tidak memalingkan pandangan barang sedetik pun. Bahkan perawat sempat tertawa pelan melihatnya.“Pak, istirahat dulu, nanti sakit punggung loh,” kata perawat.Tapi Nayaka hanya meng

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Hadiah Kecil Dari Langit

    Hujan baru saja reda ketika Ayla terbangun oleh sensasi nyeri tumpul di bagian perut bawahnya. Bukan seperti kram biasa, bukan juga seperti gerakan mungil yang akhir-akhir ini sering membuatnya tersenyum. Ini berbeda—lebih berat, lebih dalam—sebuah tarikan yang terasa seperti gelombang.Ia menarik napas panjang, mencoba duduk, tapi rasa nyeri itu datang lagi. Lebih kuat.Ayla memejamkan mata. Ini waktunya?Di sebelahnya, Nayaka masih tertidur dengan posisi miring, satu tangan melingkar lembut di perut Ayla seperti malam-malam sebelumnya ketika ia selalu memeluk dua cinta hidupnya sekaligus. Ayla menatap wajah suaminya sebentar—lelah, tapi damai.Gelombang berikutnya datang. Ayla menggigit bibir.“Aduh… Ka…” bisiknya pelan.Nayaka mengerutkan alis bahkan sebelum bangun. Seolah tubuhnya punya sensor khusus terhadap Ayla. Ia langsung membuka mata.“Ayl?” suaranya serak dan panik. “Kenapa? Kamu sakit?”Ayla mengangguk kecil. “Kayanya… kontraksi.”Sekejap saja, ketenangan Nayaka hilang. Ia

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Saat Dunia Menjadi Satu

    Waktu bergerak lebih cepat dari yang Ayla sadari. Tanpa terasa, perutnya yang dulu hanya selebar telapak tangan kini membulat penuh, mengisi setiap sudut hidupnya dengan debar yang berubah menjadi rutinitas: tendangan kecil, cegukan halus, rasa berat saat bangun, dan panggilan lembut Nayaka setiap malam sebelum mereka tidur.Tiga puluh delapan minggu berjalan.Pagi itu, Ayla terbangun dengan rasa kencang yang berbeda dari biasanya. Bukan sekadar pegal. Ada tekanan dari bawah, seperti tubuhnya sedang menyiapkan sesuatu yang besar.Ia duduk dengan hati-hati, memegangi perutnya.“Nay…” panggilnya lirih.Nayaka, yang sedang merapikan meja kerja di sudut kamar, langsung menoleh. “Kenapa? Sakit?” Ia buru-buru menghampiri.Ayla menggeleng pelan. “Kayaknya… mulai.”Nayaka terdiam sesaat, memandang wajah istrinya, lalu ke perutnya. “Kontraksi?”“Mungkin.” Ayla mengatur napas, mencoba membaca rasa yang muncul. “Belum terlalu sakit. Tapi beda.”Tidak butuh waktu lama sampai kontraksi kedua datan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status