Share

Bab 6

last update Dernière mise à jour: 2025-08-16 11:23:32

Pagi itu terasa lebih berat daripada malam tanpa bintang. Aku berdiri di depan cermin, menatap wajahku sendiri. Mata sembab, kulit pucat, bibir gemetar. Bagian terdalam dari diriku ingin sekali berteriak lari! tapi suara lain berbisik, jika lari, keluargamu yang jadi taruhannya.

Aku menutup mata, menarik napas panjang, lalu meraih blazer biru tua yang kupunya—satu-satunya pakaian yang masih bisa terlihat “profesional” di mata orang seperti Arkana.

---

Di kantor Arkana, suasana mencekam sudah menungguku. Lantai 27 gedung itu dipenuhi orang-orang berjas hitam, berjalan cepat dengan wajah serius. Aku merasa seperti semut kecil yang masuk ke sarang raksasa.

Seorang sekretaris cantik menyambutku. “Nona Nadine, Tuan Arkana sudah menunggu di ruangannya.”

Aku mengangguk kaku, mengikuti langkahnya hingga berhenti di depan pintu besar berlapis kaca.

“Silakan masuk.”

Tanganku bergetar saat memutar kenop. Dan di sana… Arkana duduk di balik meja kerjanya, dengan setumpuk dokumen di hadapannya. Seolah semua sudah diatur sejak lama.

“Duduklah.” Suaranya tenang, tapi penuh kuasa.

Aku duduk perlahan, menunduk. Di atas meja, sebuah map hitam terbuka. Isinya—kontrak itu.

“Aku sudah menambahkan beberapa klausul baru,” ucapnya sambil menyodorkan kertas itu.

Aku mengernyit. “Klausul baru?”

“Ya. Syarat bahwa selama kontrak berlangsung, kau tidak boleh menjalin hubungan dengan pria lain.”

Aku menelan ludah. “Kenapa? Bukankah ini hanya permainan untuk citramu?”

Arkana menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatapku dengan tatapan menusuk. “Permainan pun butuh aturan. Kau milikku, Nadine. Setidaknya sampai kontrak ini berakhir.”

Aku tercekat. Kata-kata itu menusuk lebih dalam daripada ancaman apa pun. Miliknya?

Aku membuka halaman pertama, membaca setiap kalimat. Semakin kubaca, semakin aku merasa dinding besi menutup di sekelilingku. Tidak ada celah untuk kabur.

“Kalau aku menolak?” tanyaku pelan, meski tahu jawabannya.

Arkana tersenyum miring. “Kau sudah tahu akibatnya.”

Hening. Detik jam terdengar nyaring, seakan menertawaiku.

Tanganku terulur, pena bergetar di genggaman. Air mata nyaris jatuh saat tinta biru mulai menggores kertas.

“Dengan ini, saya, Nadine Azzahra, menyetujui kontrak…”

Namun tiba-tiba—

BRAK!

Pintu ruang Arkana terbuka keras. Adrian berdiri di sana, wajahnya tegang, napasnya memburu.

“Berhenti, Nadine!” serunya.

Aku terlonjak, pena hampir jatuh dari tanganku.

Arkana bangkit dari kursinya, wajahnya gelap. “Siapa yang memberimu izin masuk?”

Adrian melangkah maju, tatapannya tajam pada Arkana. “Kau pikir bisa mengurungnya dengan kontrak konyol ini? Nadine bukan barang yang bisa kau beli.”

Aku membeku di kursi. Suasana tegang seperti bom siap meledak.

“Keluar.” Suara Arkana rendah, tapi berbahaya. “Ini bukan urusanmu lagi, Adrian.”

Adrian mengepalkan tangannya. “Justru ini urusanku. Karena aku masih mencintainya.”

Darahku berdesir. Kata-kata itu menghantamku lebih keras daripada apa pun. Aku menoleh pada Adrian, bibirku bergetar. “Adrian…”

Arkana menatapku, lalu menatap Adrian dengan sinis. “Kau datang dua tahun terlambat. Kau kehilangan hakmu sejak kau memilih pergi.”

“Aku punya alasannya!” Adrian membalas cepat. “Dan aku akan jelaskan semuanya—pada Nadine, bukan padamu.”

Arkana tertawa singkat, dingin. “Sayangnya, Nadine sudah membuat pilihannya. Dia ada di sini, bukan di sisimu.”

Aku menatap kontrak di depanku, lalu Adrian yang kini tampak begitu putus asa. Hatiku tercabik.

“Jangan tanda tangani itu, Nadine,” ucap Adrian lirih. “Kalau kau melakukannya, kau akan kehilangan dirimu sendiri.”

Tanganku gemetar hebat. Pena masih kugenggam, kontrak masih terbuka, dua pria menatapku dengan pandangan yang sama-sama ingin menang.

Aku berada di persimpangan jalan paling kejam dalam hidupku.

Jika aku menandatangani, keluargaku selamat—tapi aku terikat pada Arkana.

Jika aku meletakkan pena, aku harus percaya pada Adrian, pria yang pernah meninggalkanku tanpa kabar.

Air mata menetes di kertas, memburamkan huruf-huruf kontrak itu.

“Cukup!” Aku berteriak, suaraku pecah. “Kalian berdua… kalian berdua membuatku hancur!”

Keheningan menyelimuti ruangan.

Aku menatap pena di tanganku, lalu menutup mata.

Dan dengan satu tarikan napas panjang, aku membuat keputusan…

Ruangan itu seperti medan perang tanpa senjata, hanya ada kata-kata yang lebih tajam dari pisau.

Aku masih menggenggam pena, tapi jari-jariku sudah mati rasa. Arkana berdiri tegap, seperti raja yang tak bisa digoyahkan. Sementara Adrian—dia terlihat begitu berantakan, namun tatapannya penuh tekad.

“Lepaskan dia, Arkana.” Adrian melangkah mendekat, berusaha meraih tanganku. “Kalau memang kau lelaki sejati, jangan paksa perempuan dengan kontrak.”

Arkana menepis tangan Adrian dengan kasar. “Kau pikir dunia ini adil? Semua ada harga yang harus dibayar. Dan Nadine… dia sudah terlalu dalam untuk mundur.”

“Apa maksudmu?” Aku menatap Arkana dengan mata penuh tanya.

Arkana memalingkan wajahku dari Adrian, suaranya menekan. “Ayahmu. Hutang yang ditinggalkannya bukan sekadar angka kecil. Kalau kau menolak, Nadine, keluargamu akan kehilangan segalanya—rumah, usaha, bahkan masa depan adikmu.”

Aku tercekat. Kata-katanya menghantam ulu hati seperti palu godam.

Benarkah sejauh itu?

Adrian menggertakkan gigi. “Kau menggunakan keluarganya sebagai senjata? Arkana, kau lebih rendah dari yang kuduga.”

Arkana tersenyum miring. “Aku hanya memastikan apa yang milikku tidak pergi ke orang lain.”

Aku mendongak, menatapnya tak percaya. “Milikmu? Aku bukan barang!”

Suasana semakin panas. Sekretaris di luar bahkan sudah berdiri gelisah, tapi tak berani masuk.

Adrian menghela napas panjang, lalu menatapku. “Dengar aku, Nadine. Memang aku pernah salah, aku meninggalkanmu tanpa penjelasan. Tapi sekarang aku kembali, dan aku bersumpah tidak akan membiarkanmu sendirian lagi. Tolong… percaya padaku sekali ini saja.”

Hatiku bergetar. Adrian—pria yang dulu pergi tanpa kabar—sekarang kembali dengan kata-kata yang seolah menyalakan bara yang sudah lama kupendam. Tapi… apakah aku bisa benar-benar percaya?

Arkana menunduk ke arahku, tangannya meraih daguku, memaksa tatapanku hanya pada dirinya. “Jangan dengarkan dia. Kau tahu betul siapa yang bisa menjamin keselamatan keluargamu, Nadine. Aku, bukan dia.”

Aku menepis tangannya dengan sisa keberanian. “Jangan perlakukan aku seperti boneka.”

Suasana hening sesaat. Lalu tiba-tiba, ponselku berdering di meja.

Nama yang muncul: Mama.

Aku buru-buru mengangkatnya, tapi sebelum bicara, suara Mama yang panik langsung memenuhi telingaku.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 25

    Aku bisa merasakan napasku sendiri tercekat. Setiap langkah terasa seperti langkah terakhir. Ketika kami hampir sampai ke pintu belakang, terdengar suara seretan besi. Seseorang berdiri menghadang di sana. Wajahnya separuh tertutup masker hitam, tapi mata itu… mata yang penuh kebencian. “Akhirnya kita bertemu, Nadine…” suaranya dingin menusuk, membuat darahku seolah berhenti mengalir. Aku membeku di tempat, tidak bisa bergerak. Arkana langsung berdiri di depanku, melindungi tubuhku dengan seluruh keberadaannya. “Kau tidak akan menyentuhnya.” Pria itu menyeringai tipis, menodongkan senjata ke arah Arkana. “Kita lihat saja siapa yang bertahan hidup malam ini.” Dan dalam detik berikutnya—suara tembakan kembali memecah malam.Suara tembakan meledak memekakkan telinga. Sekilas aku melihat percikan api kecil di udara, lalu tubuh Arkana bergerak cepat menahanku agar tidak terkena peluru.

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 24

    Arkana memasukkan ponsel ke saku, lalu menatapku dengan mata tajam penuh api. “Ya. Dan aku harus menghadapi mereka. Tapi kali ini… aku tidak sendirian. Kau ada di sisiku.” Aku menggenggam tangannya erat, meski tubuhku masih gemetar. Dalam hati aku tahu, apa pun yang menunggu di depan akan jauh lebih berbahaya. Tapi anehnya, ada kekuatan baru yang muncul—karena aku tak lagi hanya berjuang demi diriku sendiri, melainkan juga demi pria yang kini kucintai dengan seluruh hatiku. Malam itu, di balik ketakutan, aku sadar: pertarungan kami baru saja dimulai.Malam itu terasa panjang, lebih panjang daripada malam-malam sebelumnya. Aku tidak bisa tidur. Setiap suara kecil dari luar membuatku tersentak. Degup jantungku terus berpacu, seolah aku sedang berdiri di tepi jurang. Arkana duduk di ruang tamu, matanya tajam memperhatikan layar ponselnya. Sesekali ia berbicara singkat dengan orang-orangnya. Wajahnya tegas, penuh fokus, tapi aku bisa

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 23

    Arkana menatapku serius. Tatapan yang biasanya menenangkan kini malah menambah rasa waswasku. “Mereka akan mencoba. Tapi aku sudah bersiap. Ada orang-orang yang masih berutang budi padaku, ada jaringan kecil yang kubentuk diam-diam. Selama ini aku memang menunggu waktu yang tepat. Dan mungkin… waktunya sudah tiba.” Aku menelan ludah. Menunggu waktu yang tepat? Jadi semua yang ia lakukan selama ini—menjadi CEO sukses, menutup diri, bersikap dingin—hanyalah bagian dari strategi untuk hari ini? “Tapi, Nadine…” suaranya menurun, agak serak. “Aku tak bisa melakukannya kalau kau tidak kuat. Kau harus bersiap. Mereka akan mencarimu. Mereka mungkin mencoba mendekatimu dengan cara yang paling tidak terduga. Bisa jadi dengan ancaman, bisa juga dengan tipu muslihat. Aku tidak bisa selalu di sisimu setiap detik.” Tubuhku seketika merinding. Bayangan mengerikan muncul di kepalaku. “Jadi… nyawaku benar-benar terancam?” Arkana mengangguk pelan. “Ya. Karena kau adalah satu-satunya yang bisa

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 22

    Ia mengangguk pelan. “Aku keluar. Aku mencoba meninggalkan semuanya, memulai hidup baru, menjadi orang biasa—seorang CEO, seorang pria normal yang bisa kau kenal tanpa curiga. Tapi ternyata, masa lalu tidak pernah benar-benar melepaskanku.” Aku terdiam. Tanganku gemetar hebat. Arkana melangkah mendekat, menatapku dengan penuh rasa bersalah. “Aku tahu kau pasti takut padaku sekarang. Aku bahkan tidak akan menyalahkanmu kalau kau pergi malam ini juga. Tapi satu hal yang harus kau tahu, Nadine… semua yang kulakukan setelah bertemu denganmu—setiap langkah, setiap keputusan—semua untuk melindungimu. Bahkan kalau aku harus menukar nyawaku.”Air mataku jatuh begitu saja. Rasanya ingin marah, ingin menamparnya karena menyembunyikan semua ini. Tapi di sisi lain, hatiku sakit melihat wajahnya yang penuh penyesalan itu. Aku menggeleng, lalu melangkah mendekat meski ia sempat mundur lagi. “Jangan berani-beraninya bilang aku harus pergi, Arkana. Aku sudah ada di sini. Kalau memang ada bahaya

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 21

    BRAK! BRAK! BRAK! Ketukan keras itu kembali terdengar, bahkan lebih keras, menggema ke seluruh rumah. Aku bisa merasakan lantai di bawah kakiku bergetar pelan. Tanganku refleks menutup mulut agar tidak bersuara. Dari balik pintu kamar yang hanya setengah terbuka, aku bisa melihat Arkana berdiri di ruang tamu. Tubuhnya tegap, matanya tajam penuh kewaspadaan. “Siapa di sana?” tanyanya dengan suara berat, penuh ancaman. Tidak ada jawaban. Hanya ketukan lagi—lebih keras, lebih mendesak. BRAK! Aku ingin sekali keluar, berdiri di sampingnya, tapi kata-katanya tadi masih bergema di kepalaku: “Masuk ke kamar, kunci pintu, dan jangan keluar sampai aku bilang aman.” Arkana melangkah mendekati pintu, tangannya sudah mengepal. Tepat sebelum ia membuka, suara asing terdengar dari luar. “Arkana Dirgantara! Aku tahu kau ada di dalam. Buka pintunya atau aku dobrak sekarang juga!” Aku membeku. Suara itu… dingin, berat, dan penuh amarah. Arkana hanya diam sejenak, lalu menarik napas

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 20

    Wajah Arkana berubah muram. Ada luka dalam sorot matanya, seolah ia ingin bicara tapi terhalang sesuatu. Ia menggenggam tanganku erat, suaranya bergetar. “Percayalah, aku tidak pernah ingin menyeretmu ke dalam ini. Aku ingin kau tetap bersih, tetap jauh dari dunia kotor keluargaku. Tapi… mungkin sudah terlambat.” Aku menatapnya, bingung dan marah sekaligus. “Terlambat? Apa maksudmu?” Arkana tidak menjawab. Ia hanya menarikku ke dalam pelukan yang hangat tapi penuh kepedihan. “Maafkan aku, Nadine. Maafkan aku…” Aku ingin menolaknya, ingin menendangnya pergi, tapi tubuhku lemah. Aku tetap berdiri dalam pelukannya, meski pikiranku penuh dengan pertanyaan. Satu hal yang jelas: mulai saat itu, aku tidak hanya jatuh cinta pada Arkana… aku juga jatuh ke dalam lingkaran bahaya yang mengelilinginya. Dan aku tahu, sekali aku masuk, tidak ada jalan keluar yang mudah.Pagi itu udara di rumah begitu tegang. Aku duduk di kursi ruang makan, menatap secangkir kopi yang sejak tadi tak tersentuh.

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status