Dalam wawancara beberapa hari lalu, model majalah dewasa, Joana Ruby, mengatakan bahwa dirinya lebih menyukai pemilik agensi yang menaunginya, HANS Entertainment yaitu Alexander Hans, daripada seorang aktor kenamaan, Lionel Hanafi.
Penggemar Lionel berbondong-bondong menyerang akun sosial media pribadi milik Joana, dan meninggalkan banyak ujaran kebencian di kolom komentar. Tidak sampai di situ, mereka juga mengungkit kembali kandasnya hubungan asmara Joana dan Benjamin Scott yang diduga karena adanya orang ketiga. Tidak sedikit pula yang berspekulasi bahwa Alexander Hans terlibat dalam hubungan asmara mereka. ~News Today *** Alex merapikan satu persatu kertas yang berserakan di mejanya, sembari membaca kembali judul artikel yang tertera di sana. Joana Ruby kehilangan pakaiannya di pantai... Potret Joana sedang berjemur tanpa busana di sebuah pantai di Swiss terlampir di artikel itu. Alex kerap melihat foto telanjang Joana karena memang dia model majalah dewasa, juga ambasador brand pakaian dalam, tapi kali ini berbeda karena ada sosok Benjamin di sebelahnya. Menghabiskan malam panas di Las Vegas. Inilah sosok Louis Kane... Lembar berikutnya, foto seorang laki-laki yang tengah menc*mbu leher Joana yang diketahui berada di sebuah hotel mewah di Las Vegas menjadi thumbnail artikel tersebut. Perseteruan panas Joana Ruby dengan penggemar Lionel Hanafi berimbas pada saham HANS Entertainment yang terus menurun. Akankah Alexander Hans mendepaknya... Alex memijat kepalanya yang berdenyut. Ia sudah mempertimbangkan usulan dari beberapa petinggi agensi yang menyuruhnya untuk menindak tegas Joana dengan mengeluarkan dari agensi. Namun, Alex tidak dapat melakukannya karena Joana merupakan salah satu aset berharga yang ia miliki. Kini pengacau yang membuatnya frustasi hampir gila itu ada di hadapannya, duduk santai sembari memainkan ponsel seolah tidak ada beban menimpa pundaknya, bahkan wanita itu masih sempat menjawab telpon masuk dan tidak memedulikan ketegangan di sekitarnya. "Pagi ini, dua brand besar memutus kontrak sepihak, dengan tiba-tiba. Media dan penggemar juga menuntut klarifikasi atas pernyataan kamu kemarin." Zoya, asisten pribadi Alex, menjelaskan kenapa atasannya itu memanggil. Joana melepas pandangan dari ponselnya, mendongak menatap Zoya yang berdiri di sebelah Alex. "Maksudmu kita akan melakukan klarifikasi?" tanyanya yang dijawab anggukan oleh Zoya. Dengan raut kesal Joana mengalihkan pandangannya pada Alex. "Itu hanya kata-kata tidak berguna. Semua orang berhak untuk mengatakan bahwa mereka menyukai siapapun!" Alex tidak menanggapi. Namun, tangannya terulur untuk mengambil map berisi lembaran-lembaran kertas yang ia baca tadi lalu menyodorkan pada Joana. Kening Joana mengerut dalam melihat lembar demi lembar isi map itu. "Itu kumpulan perbuatan kontroversi merugikan yang kau buat selama berada di HANS Entertainment. Kami tidak akan menuntut ganti rugi selagi kau menurut." Zoya kembali menjelaskan karena Alex tidak mau repot-repot berbicara. Dia lelah karena beberapa hari ini terus ditodong pertanyaan oleh paparazi yang mengikutinya terkait kedekatannya dengan Joana. Joana membelalakkan mata tidak percaya, menatap Zoya dan Alex bergantian, lalu melemparkan map itu dengan asal hingga beberapa kertas di dalamnya berhamburan di meja kerja Alex. Mereka berniat sekali mengumpulkan data sebanyak ini?! "Kalian melakukan ini untuk mengancam?" Joana menunjuk-nunjuk map itu. "Atau—" Ia memicingkan mata, menatap Alex yang juga tengah menatapnya dengan satu alis terangkat. Joana tidak bisa berhenti berburuk sangka pada Alex. Atasannya itu selalu mengulik kesalahannya, berulang kali memberinya penalti, dan mungkin memang sengaja ingin mendepaknya perlahan dari agensi Ia juga sering mendapatkan teguran tertulis dari Alexander Hans, hingga managernya dibuat pusing karena surat itu bagai panggilan menuju neraka. Dia yang akan menerima amukan Alex, bukan Joana. Alasannya, untuk menjaga mental Joana. Tidak adil sekali. Dan ini pertama kalinya Joana dipanggil berhadapan langsung dengan Alexander Hans. "Sebenarnya kau tertarik padaku, ya?" lanjut Joana yang membuat Alex memutar bola matanya, dan Zoya menghela nafas lega. Setidaknya Joana tidak mengatakan sesuatu yang akan membuat Alex marah. "Kau selalu mengomentari ini itu, mempermasalahkan hal sepele, marah tanpa alasan yang jelas. Katakan saja jika sebenarnya memang menyukaiku!" Ia sering melihat cerita atasan dan pegawai seperti ini di film-film, di mana tokoh pemeran wanita akan bertekuk lutut setelah mendengar pernyataan cinta dari si pria. Mungkin saja ini akan terjadi padanya. "Tolong lebih kooperatif lagi, Joana. Perusahaan akan dalam masalah besar jika banyak brand memutus kontrak." Zoya mencoba menyadarkan Joana agar berpikir lebih rasional. Akhir-akhir ini beberapa brand menolak Joana sebagai ambasador dan model mereka. Tentu saja, itu buntut perseteruannya dengan penggemar Lionel Hanafi yang memang sudah lama terjadi semenjak Joana mengunggah foto Lionel yang tengah memeluknya. Dalam foto itu Lionel hanya memakai celana boxer dan Joana hanya memakai dress kemben yang tidak bisa menutup paha dan dadanya dengan sempurna. Joana melipat tangannya di depan dada, menatap kesal dua orang di hadapannya. "Akan kuselesaikan nanti. Kalian tenang saja! Tidak perlu melakukan hal-hal konyol semacam ini!" Zoya tersenyum lega, "Terima kasih atas kerjasamanya." "Aku melakukan ini bukan—" Kalimat Joana terpotong ketika Zoya mengangkat tangan, menginterupsi untuk diam karena ponselnya berdering. Zoya menunjukan layar ponselnya pada Alex. "Angkat," kata pria itu, lantas Zoya keluar dari ruangan. "Kalau tidak ada yang ingin disampaikan lagi, silakan keluar." Alex menunjuk pintu yang baru saja Zoya lewati, mempersilahkan Joana untuk keluar. "Keluar," ucapnya lagi dengan nada lebih tegas. Joana bergeming, malah memberikan senyum yang terlihat aneh bagi Alex. Terlihat seperti perempuan cabul, mengerikan. "Jujur saja kalau tertarik padaku. Aku tidak akan keberatan kau terus mengungkit kesalahanku hanya untuk mendekatiku. Aku akan menerimamu dengan senang hati seandainya kau mau menghentikannya," kata Joana yang sepertinya tidak sadar siapa yang sedang ia ajak berbicara. Alex menatap Joana horor, seolah Joana jelmaan iblis cabul yang siap menelannya. Ia sudah beberapa kali bertemu Joana, saat menghadiri meeting atau pada suatu acara. Hanya sekedar melihat saja, dan Alex baru menyadari hari ini kalau Joana terlihat lebih menyeramkan dari sebelumnya. "Apa kau tidak tau arah pintu keluar?!" "Oh, c'mon, Mr. Hans. Aku tidak berbohong saat mengatakan bahwa aku lebih menyukaimu daripada Lionel Hanafi bajingan itu. Kau berkali-kali lipat lebih tampan darinya," ucap Joana sedikit berbisik menggoda. "Joana Ruby, haruskah aku menyuruh anak buahku untuk menyeretmu keluar dari ruangan ini?" desis Alex menatap Joana tajam. Untuk mengusir wanita murahan sepertinya memang memerlukan cara yang cukup berani. "Fine!" Joana berdiri, namun sebelum pergi ia memutari meja Alex, lalu berhenti di samping pria itu. Ia menundukkan badannya sejajar dengan wajah Alex. "Kau sangat tampan jika sedang marah," godanya di telinga Alex. "Kau!"Joana tidak bisa menahan mulutnya yang berkali-kali terbuka lebar karena menguap. Ia muak, telinganya berdenging, bosan mendengar ocehan Bibi Oda tentang Alex yang tidak ada hentinya. Tidak ada informasi yang benar-benar penting, tetapi ia harus pura-pura memasang telinga dengan baik.Menyebalkan!Mereka masih berada di taman belakang, Bibi Oda duduk di kursi santai, Joana masih setia dengan kursi rodanya, sedangkan Alex entah pergi ke mana. Sebelum pergi, ia menyuruh dua perempuan berbeda usia itu untuk mengobrol hal penting yang perlu Joana ketahui. Dengan harapan istri barunya itu tidak akan merepotkan ke depannya.“Dia tidak bisa makan makanan laut, tapi suka salad tuna salmon.”Joana hanya mengangguk.“Pengelolaan emosinya sangat buruk dan dia sangat menyebalkan. Jadi, jangan sekali-kali membuatnya marah. Kita tidak tahu apa yang bisa dia lakukan, kelakuannya sering di luar nalar.”“Ya, ya, aku tahu itu. Dia memang sangat menyebalkan, suka marah-marah dan brengsek!” Sangat breng
Perban masih melingkar di kepala Joana, begitu pula dengan korset khusus yang terpasang di pinggangnya. Dokter memasang benda itu sebelum ia benar-benar diperbolehkan untuk pulang. Walau kesulitan bernapas, korset itu membantunya bergerak tanpa harus menekuk tubuh dengan berlebihan. Wanita dengan setelan baju tidur panjang itu meringkuk di dalam mobil, memeluk lutut memunggungi Alex yang sedang menyetir. Ia tidak tahu ke mana pria itu akan membawanya, tidak mau bertanya, dan tidak mau berbicara. “Sebelum kita ke rumahku, aku akan mengenalkanmu pada Bibi Oda. Dia akan membantumu banyak hal.” Mendengar nama itu, Joana membuka mata. “Dia siapa?” tanyanya tanpa mengubah posisi. Alex tidak langsung menjawab. Cukup lama Joana menunggu pria itu membuka mulut, hingga akhirnya embusan napas panjang terdengar dan ia menjawab, “Pengasuhku.” Singkat, padat, dan cukup membuat Joana kesal. Untuk apa ia harus berkenalan dengan seorang pengasuh? Alex tidak berniat menjadikannya pelayan,
Berawal dari kalimat "kita menikah besok", di sinilah Joana sekarang. Sebenarnya masih tergeletak di ranjang rumah sakit, tetapi dikelilingi orang-orang yang sangat ia kenal. Kata Alex, "Mereka akan menjadi saksi pernikahan kita."Joana masih membeku di tempatnya ketika kakak angkatnya—Brian—mengantarkan seorang pendeta keluar dari ruang inap. Di sampingnya, Alex tidak berhenti tersenyum jumawa ketika semua orang—sebenarnya hanya ada Brian, Zoya dan Bams—mengucapkan selamat atas janji pernikahan yang baru saja digelar.Pernikahan yang sangat sederhana. Hanya ada wali, tanpa orang tua Joana dan tanpa orang tua Alex. Acara hanya mengucapkan janji suci, menyematkan cincin, memberi selamat dan selesai. Tidak ada acara makan-makan atau apa pun itu, tetapi kalau mau, para tamu bisa makan buah-buahan yang mereka bawa sendiri karena Joana tidak terlalu menyukainya."My Ruby, aku tahu kau sedang tidak baik-baik saja, tapi setidaknya tersenyumlah untuk satu hari saja." Bams berbisik di telinga
"Aku tidak mau makan!" Joana memalingkan wajahnya. "Kau akan tetap berada di tempat ini kalau tidak makan!" "Biarkan saja! Aku sangat menyukai ketenangan tempat ini." Joana tersenyum lebar, lalu seketika berubah sinis. "Enyahlah dari ruanganku, muak sekali melihat wajahmu!" Alex menurunkan sendok yang menggantung di udara, lalu meletakan piring yang ia pegang ke nakas dengan sedikit membantingnya. "Ya sudah. Membusuk lah di tempat ini!" balasnya sengit. Ia sudah meluangkan banyak waktu berharganya untuk menemani wanita ini, sudah tiga hari sejak pertama kali dirawat. "Ya sudah, pergi saja sana!" Joana melirik Alex, tetapi pria itu masih bergeming di tempatnya. "Kenapa masih di sini? Aku muak sekali melihat wajahmu dan tingkah lakumu. Bisa-bisanya membuat asistenmu yang menjijikkan itu mengangkang di depan mataku. Di depanku yang sedang sekarat! Kalian tidak punya otak!" Astaga. Memikirkan perbuatan menjijikan itu membuat kepala Joana kembali berdenyut sakit. "Aku akan menelpon or
Suasana ruangan Alex berubah mencekam. Pria itu bersandar di depan meja kerjanya dengan tangan terlipat di depan dada, ia sedang melihat Zoya yang kewalahan menenangkan singa betina yang sepertinya tidak sedang baik-baik saja. Sejak anak buahnya menyelamatkan singa betina itu dari amukan masa, singa betina itu tidak berhenti berteriak dan mengomel ini itu, seolah mulutnya diciptakan hanya untuk berteriak, alih-alih mendesah.Ah, sialan! Alex jadi membayangkan yang tidak-tidak."Jangan ditekan! Kau ingin membunuhku!" Joana berteriak."Maaf, aku harus merekatkannya di kulitmu." Dengan telaten Zoya menempelkan kain kasa yang sudah diberi obat ke dahi Joana setelah sebelumnya mengobati luka di lutut dan wajah wanita itu."Sudah kubilang jangan ditekan, bisa dengar tidak!" Joana meradang."Maaf.""Maaf, maaf! Kau pikir maafmu bisa menyembuhkan luka ini, sialan!"Sejujurnya, luka yang ia terima tidak begitu sakit jika dibandingkan dengan penghinaan dan rasa malu yang ia terima. Bagaimana bis
Ponsel di atas nakas tidak berhenti berdering, sedangkan si pemilik masih tertelungkup di ranjang dengan kepala sengaja ditutup menggunakan bantal. Ia menggeram keras, lalu bangkit dan membuang bantal itu ke sembarang arah.“Siapa yang memasang alarm pagi-pagi buta!” teriaknya, menatap nyalang ponsel yang nyaris jatuh karena getar. Ia beringsut mendekati nakas, meraih ponsel itu dengan kasar, melihatnya sebentar lalu menggeser tombol hijau pada layar.“Apa!” Ia berteriak di layar ponselnya.“Kau sudah gila, Joana?”“Apa yang kau lakukan!”“Kegilaan apa lagi kali ini!”Balas orang di seberang, juga dengan berteriak lebih kencang. Pandangan Joana mengarah pada layar ponselnya, melihat nama yang tertera di sana, lalu pandangannya beralih ke sekeliling kamarnya. “Memangnya salah tidur di rumahku sendiri? Aku tidak sedang tidur bersama pria!”“Pria? Pria apa yang kau maksud, My Ruby! Jangan menghayal tidur dengan Mr. Hans. Lihat artikel yang kukirim tadi. Aku yakin ini ulahmu!”Joana menek