Share

05 | Tunangan Tiba-tiba

Seperti yang sudah dijanjikan Javier kemarin, Serena bisa mendapatkan paspor dan berbagai hal lainnya untuk keperluan Kafeel ikut olimpiade Internasional ke Singapura.

"Makasih ya, Lika." Ucap Serena pada Lika yang sudah mengurus keperluan Kafeel bahkan mengantarkan Serena dan Kafeel ke bandara.

"Santai, ini kamu beneran gakpapa balik sendirian ntar?" Tanya Lika lagi memastikan, Serena memang tidak ingin terlalu merepotkan.

"Iya, gakpapa kok."

"Oke deh, Kafeel hati-hati ya di Singapura."

"Iya, kak Lika. Makasih ya."

Lika mengacungkan jempolnya ke arah Kafeel yang turun bersamaan dengan Serena. Dia hanya membawa satu tas dan koper jadi tidak perlu dimasukan ke dalam bagasi mobil Lika.

"Kakak beneran gak kerja macam-macam?" Tanya Kafeel lagi memastikan, khawatir dengan kakaknya.

"Engga, apaan sih." Bohong Serena, dia tidak bisa memberi tahu Kafeel tentang hubungan pura-pura nya dengan Javier. Tentu adiknya akan protes dan tidak setuju lalu membatalkan ikut olimpiade.

"Soalnya tiba-tiba jadi cantik gini, terus punya temen orang kaya gitu." Ungkap Kafeel.

Serena tersenyum, "Keren kan kakak kamu."

"Iya deh keren." Jawab Kafeel seadaanya, dia memang selalu mengharapkan Serena mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik dari pada harus bekerja kasar seperti biasanya.

Serena melihat kearah tangannya yang di genggam oleh tangan Kafeel, ia mengeratkan genggamannya. Kalau bukan karena Javier, Kafeel mungkin tak akan bisa pergi ke Singapura dan mengikuti olimpiade.

"Jangan sampai pesawatnya dibajak sama teroris, atau kehilangan tekanan kabin dan jatuh dari udara terus-" Serena mengkhawatirkan berbagai hal yang mustahil terjadi pada adiknya.

"Aku bisa gak berangkat lho." Kafeel melihat Serena sambil tersenyum.

"Kak Rena serius!" Serena melotot kearah adiknya.

Kafeel tertawa kecil. "Iya iya" dia melepaskan tangan kakaknya dan berdiri di depan Serena.

Serena masih memegang kedua tangan Kafeel yang sudah lebih tinggi dari dirinya. Serena berjinjit memeluknya, tak pernah terpikirkan bahwa dia akan membohongi keluarganya satu-satunya itu, bagaimana jika Kafeel tahu Serena menikah untuk sebuah bayaran. Tentu saja Kafeel akan marah dan mungkin akan membencinya seumur hidup.

Kafeel melepaskan pelukan kakaknya. "Kakak kenapa? aku cuman pergi seminggu."

Serena tak menyangka dirinya akan menangis, saat menyadari itu ia langsung menghapusnya.

"Kenapa nangis?" Kafeen segara ingin tahu alasan sebenarnya kakaknya menangis. "Kerjaan di tempat baru ga asik ya?"

"Enggak," Serena mengedipkan matanya beberapa kali. "Kakak terharu aja kamu pergi" Serena tersenyum.

"Dasar," Kafeel terkekeh lalu mendorong Serena pelan. "yaudah kafeel pergi dulu." dia mengelus pundak Serena pelan lalu pergi sambil tersenyum.

"I miss you already!" Teriak Serena saat Kafeel sudah ingin masuk ke gate pesawat, walaupun adiknya itu tak mendengar lagi karena mereka terbatas oleh kaca.

Serena keluar dari bandara, menyeka air matanya. Ingin segera pulang ke rumah, mungkin makan mie ayam favoritnya karena beberapa hari ini dia keseringan makan di tempat mahal bersama Javier dan Lika. Namun yang Serena pikirkan datang, Javier sudah berdiri di samping mobil sportnya dengan kaca mata hitam sambil memainkan handphone, dia tidak memakai jas seperti biasa. Hanya kemeja hitam polos yang dibiarkan terbuka tiga kancing teratasnya.

"Ngapain disini?" Tanya Serena sambil berjalan ke arah Javier.

"Jemput kamu," Javier membuka kaca matanya sedikit dan melirik Seren "Kita nikah minggu depan." sambungnya lagi.

"Hah?!" Serena kaget mendengar itu.

Javier merogoh saku celananya, "Nih," ia melempar kotak cincin berwarna hitam ke arah Serena. "orang-orang taunya kita udah tunangan"

"Tt...tapi-" Serena membuka kotak cincin itu.

Menampilkan sebuah cincin berlian yang ukurannya tidak terlalu besar, terlihat sangat elegan. Serena tidak pernah membayangkan akan memakai cincin seperti itu untuk pernikahan, apalagi sekedar tunangan. Namun bagi orang-orang seperti Javier cincin itu tidak lebih dari sekedar angka yang bisa dilempar kapan saja pada siapa saja, bagaimanapun disini Serena hanya bekerja. Dia memakai cincin itu di jari manisnya.

"Baju kamu udah saya siapin di dalam. Kita pergi ke bachelor and bachelorette party yang udah disiapin teman-teman saya." Javier menarik Serena masuk ke dalam mobil untuk mengganti bajunya.

"Kok Lika gak bilang?"

"Surprise." Ucap Javier memaksakan senyum. "Cepetan ganti baju."

"Jangan ngintip!" Serena membuka kaca mobil dan memperingatkan Javier.

"Ngapain ngintip, nanti juga kamu jadi istri saya." Javier tersenyum lebar.

"Males!" Serena mendorong tubuh Javier.

Javier tertawa kecil melihat itu.

Serena mengganti pakaiannya dengan dress hitam yang senada dengan warna baju Javier, dia jarang sekali memakai dress apalagi lelaki itu juga membawakannya high heels ditambah mereka harus pergi ke sebuah pesta, Serena sama sekali tidak pernah menghadiri pesta selain pesta pernikahan tetangganya.

"Kita mau kemana?" Tanya Serena.

"Rumah saya, papa mama lagi ke Jogja." Javier masuk ke mobil memasang seatbelt, melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah.

Sebuah rumah besar di kawasan pondok indah adalah tujuan mereka, Serena belum pernah melihat dan mendatangi rumah keluarga Wijaya. Rumah dengan gaya Amerika bernuansa putih dengan sedikit aksen hitam dan jendela besar itu sudah terlihat ramai dari jauh, mobil-mobil mewah terparkir rapi. Banyak tamu berdatangan, kebanyakan teman Javier. Sisanya dia sendiri tidak kenal, pasti saudara-saudaranya yang mengundang.

"Nih handphone baru." Sebelum mereka turun, Javier memberikan Serena handphone yang sama dengan dirinya. Dia memang tidak pernah meminta nomor handphone Serena, lebih baik memberikan gadis itu handphone baru saja.

"Buat apa?"

"Ya, buat kamu. Kalau ada keperluan udah ada nomor saya sama Lika di sana, ntar sekalian mintain aja nomor cowok ganteng di party, siapa tau mereka jodoh kamu."

Serena menekan tombol power handphone tersebut, menampilkan foto Javier yang sedang selfie di cermin sambil menyikat gigi dengan rambut berantakan. Serena terkekeh melihat Javier, lalu segera ingin mengganti wallpaper itu dengan gambar lain.

"Eeets," tahan Javier sambil memperlihatkan wallpaper handphonenya yang juga foto Serena. "gak boleh ganti wallpaper nya."

"Kapan lo sempat motoin gue?" Serena bertanya pada Javier sambil melihat fotonya di handphone Javier, dia tidak sadar kapan lelaki itu sempat menggunakan kamera handphone miliknya.

"Tadi pas di mobil." Javier menyimpan handphonenya ke dalam saku dan menawarkan tangannya untuk Serena genggam.

Serena menarik nafasnya, ia dengan pasrah memegang tangan Javier masuk ke rumah besar dengan banyak tamu beserta musik yang sudah terdengar dari luar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status