Mendengar apa yang dikatakan Naven itu membuat Nerissa yang sedang berusaha melepaskan diri dari Naven pun langsung menghentikan aksinya.Dengan perlahan, dia menengadah untuk melihat wajah Naven. Dilihatnya Naven masih tertutup. Dia menduga jika Naven sedang mengigau.“Aku pikir dia benar-benar sedang mengatakan cinta.” Nerissa bernapas lega, karena Naven pasti hanya mengigau.Naven mendengarkan gumaman Nerissa itu meskipun suaranya lirih. Dia merasa menunggu reaksi dari Nerissa.“Siapa kira-kira yang sedang di dalam mimpinya?” Nerissa tampak penasaran. “Untuk apa aku tahu pada siapa cinta itu diberikan? Yang jelas itu bukan untukku.” Nerissa yakin jika Naven tidak akan jatuh cinta padanya. Apalagi pria itu sendiri yang mengatakan untuk tidak menaruh hati.Setiap kata yang terucap Dari Nerissa jelas terdengar oleh Naven. Dari ucapan Nerissa terdengar jika Nerissa berpikir jika ungkapan cinta itu bukan untuknya. Naven menyimpulkan jika ada keraguan.Naven memang sengaja memancing Neri
Nerissa takut mengangkat sambungan telepon itu. Dia yakin Naven akan marah dengannya karena tidak mengabari. Namun, jika tidak diangkat, Naven pasti akan semakin marah.Akhirnya, Nerissa memutuskan untuk mengangkat sambungan telepon tersebut.“Di mana kamu?” Hal pertama yang ditanyakan Naven adalah itu.“Saya di apartemen Ana.”“Tetap di sana karena aku akan ke sana.”“Baiklah.”Kali ini Nerissa hanya bisa pasrah karena Naven akan datang ke sini. Karena itu, dia memilih untuk bersiap-siap saja.Satu jam kemudian, suara bel terdengar. Nerissa segera membuka pintu karena tahu jika yang datang adalah Naven.Benar saja. Saat pintu dibuka, ternyata ada Naven dan Kiki di sana.“Ayo pulang!” Satu perintah yang diberikan oleh Naven.Mendapati perintah itu Nerissa langsung mengangguk. Apalagi wajah Naven tampak begitu menyeramkan.“Ana, aku pulang dulu.” Nerissa segera berpamitan dengan Ana.“Iya, hati-hati di jalan.” Ana mengangguk.Nerissa segera keluar dari apartemen Ana. Mengekor di belaka
Nerissa langsung membulatkan matanya. Tidak menyangka jika Naven meminta hal itu. Sepertinya Naven mengambil kesempatan di saat seperti ini.“Apa Pak Naven mengambil keuntungan dari saya?” tanya Nerissa kesal.“Apa menurutmu begitu?”“Iya, karena seharusnya meminta maaf tidak mesti begitu. Tinggal bilang saja ‘maaf’ dari hati yang tulus.” Nerissa benar-benar kesal dengan aksi Naven itu.“Itu versimu, beda versiku.” Naven dengan enteng menjawab.Kesabaran Nerissa benar-benar diuji.“Kalau tidak mau terserah. Aku malas bicara denganmu.” Naven langsung memutar tubuhnya. Membelakangi Nerissa. “Aku juga malas ke Bali sepertinya.”Mendengar hal itu Nerissa langsung membulatkan matanya. Tidak menyangka jika Naven akan mengurungkan niatnya ke Bali. Padahal Nerissa sudah mengajak Ana. Jika sampai batal, pastinya akan sangat malu sekali.Nerissa tampak menimbang-nimbang apa yang diminta oleh Naven. Dia sadar jika tidak mudah bagi Nerissa untuk mencium Naven. Apalagi dia kemarin menghindari Nave
Naven yang sedang menikmati makannya langsung mengalihkan pandangan ke arah Nerissa.Dahinya berkerut dalam ketika mendapati tuduhan itu. Padahal dia sedang bahagia, bukan sedang menginginkan sesuatu.“Aku sedang mau memasak saja. Bukan karena ingin sesuatu.” Dengan tegas Naven menyangkal tuduhan Nerissa itu.Nerissa menerawang dalam ke dua bola mata indah milik Naven. Dia merasa jika sang suami memang tidak sedang berbohong.“Biasanya Pak Naven berbuat baik selalu ada maunya. Jadi saya berpikir jika Pak Naven menginginkan sesuatu.”Naven sadar betul memang itulah dirinya. Dia tidak pernah memberikan sesuatu tanpa mendapatkan sesuatu. Jadi wajar jika Nerissa berpikir seperti itu.“Aku sudah dapat.” Naven melanjutkan menikmati makannya dan mengabaikan Nerissa.Nerissa tampak berpikir keras. Apa yang sudah didapatkan oleh Naven. Dia benar-benar tidak mengerti.“Apa?” Nerissa tampak penasaran.Mendapati pertanyaan itu membuat Naven bingung. Nerissa tidak peka sekali. Sampai tidak tahu apa
Naven memberikan sesuatu pada Nerissa.Untuk sesaat Nerissa terpaku. Sejak tadi pagi dia sudah melihat suaminya itu aneh, dan kini keanehan itu semakin bertambah lagi.“Sa.” Ana menyenggol Nerissa yang diam saja ketika suaminya itu memberikan bunga.Nerissa masih melihat bunga yang diberikan oleh Naven. Sungguh baginya ini adalah keanehan yang luar biasa. Nerissa tidak mengerti kenapa Naven tiba-tiba memberikan bunga.“Kenapa diam saja? Kamu tidak mau?” Naven menatap Nerissa lekat.Jika sekarang tidak ada Ana, mungkin dia akan bertanya apa yang diinginkan Pak Naven sampai memberikannya bunga seperti ini.“Aku mau. Terima kasih.” Mau tidak mau Nerissa langsung menerima bunga tersebut. Senyum manis pun menghiasi wajahnya.Ana yang melihat merasa Naven benar-benar pria yang romantis.“Apa hanya ucapan terima kasih saja?”Mendapati pertanyaan itu membuat Nerissa benar-benar bingung. Tidak mengerti apa yang diinginkan Naven.“Lalu mau apa?” tanyanya ingin tahu.“Menurutmu?” Naven menyering
Ketika dipanggil ‘sayang’ oleh Naven, jantung Nerissa berdebar-debar. Entah kenapa panggilan itu membuat perasaannya aneh.“Iya, saya ingat.” Nerissa tetap berusaha tenang.“Kalau kamu ingat, artinya kamarmu bukan bersama Ana.”Sejenak Nerissa sadar ketika Naven mengatakan hal itu. Yang Ana tahu dirinya dan Naven menikah sungguhan. Jadi akan aneh jika dia tidur terpisah dengan Naven.“Kamu juga aneh, Sa. Bagaimana bisa kamu tidur denganku? Kasihan suamimu tidur sendiri.” Ana langsung tertawa.Sebenarnya, Ana juga tadi sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan Nerissa. Namun, belum bisa berkomentar karena Naven sedang mengajak bicara Nerissa.“Aku pikir karena ini liburan. Jadi aku bisa tidur denganmu. Lagi pula suamiku bisa tidur dengan Kiki.” Nerissa mencari alasan yang tepat untuk diberikan.Naven dan Kiki saling pandang. Mereka langsung bergidik ngeri membayangkan akan tidur dalam satu kamar.“Jangan biarkan suamimu tidur sendiri. Kasihan dia.” Ana mendorong tubuh Nerissa agar men
“Sa ....” Naven membangunkan Nerissa dengan menggoyang-goyangkan tubuh istrinya itu. Nerissa langsung membuka mata ketika Naven membangunkannya. “Ada apa?” tanyanya ingin tahu. “Matahari akan terbit, apa kamu tidak mau melihat?” Mendapati pertanyaan itu, Nerissa langsung teringat jika dia mau melihat matahari terbit. “Jam berapa ini?” “Masih jam setengah lima.” Dengan segera, Nerissa bangun. Dia duduk bersandar pada headboard tempat tidur. Matanya berusaha untuk dibuka lebar agar bisa melihat pemandangan di depannya. Kebetulan Naven sudah membuka gorden yang menutupi pintu kaca. Pintu kaca pun juga dibuka agar dapat melihat pemandangan di depan secara langsung. “Kamu masih mengantuk?” Naven melihat sang istri yang menyandarkan kepalanya di headboard tempat tidur. “Iya, saya masih mengantuk.” Nerissa mengangguk. “Kalau begitu sandarkan kepalamu di sini.” Naven menarik kepala Nerissa untuk bersandar ke bahunya. Apa yang dilakukan Naven itu jelas membuat Nerissa terkejut. Namu
“Karena aku mau berdua saja denganmu.” Naven tersenyum.Melihat senyum Naven itu membuat Nerissa benar-benar merasa takut sekali. Artinya dia akan berduaan dengan Naven saja.“Sudah, Sa. Sana masuk. Kapan lagi liburan berduaan seperti itu?” Ana pun ikut mengompori.Mau tidak mau Nerissa naik ke mobil bersama Naven.Ana pun masuk ke mobil Kiki.Sekali pun berada di mobil berdua saja, Naven dan Nerissa tidak ada yang bicara. Nerissa sibuk melihat pemandangan sepanjang jalan yang dilalui, sedangkan Naven sibuk melihat jalanan.Mobil mereka saling beriringan menuju ke pantai di mana mereka akan menyelam. Sebelum menyelam, mereka mengganti pakaian lebih dulu.Untuk sampai ke tempat menyelam, mereka harus naik ke kapal lebih dulu. Naven mengulurkan tangan pada sang istri saat naik kapal.Sikap perhatian Naven itu membuat hati Nerissa senang sekali. Tapi, dia tak mau menunjukkannya.“Sa, Pak Naven perhatian sekali. Kamu beruntung sekali dapat Pak Naven.”Mendengar pujian Ana itu, Nerissa han