Naven melihat siapa yang menghubungi. Namun, alih-alih mengangkatnya, dia justru memberikan ponsel itu pada Nerissa. Tentu saja Nerissa tampak terkejut ketika sang suami melakukan hal itu.“Cepat angkat atau aku akan matikan sambungan teleponnya!” Naven memberikan ancaman pada Nerissa.Mendapati ancaman itu, Nerissa langsung meraih ponsel Naven. Dia melihat layar ponsel untuk tahu siapa gerangan yang menghubungi Naven.Saat melihat layar ponsel, akhirnya Nerissa tahu siapa yang menghubungi Naven. Dengan segera Nerissa mengangkat sambungan telepon itu.“Halo, Van.” Nerissa menyapa Evan di seberang sana.“Halo, Sa. Kamu di mana?” Even di seberang sana langsung bertanya.Nerissa menduga jika Evan pasti sedang menunggu dirinya. Itu kenapa pria itu langsung bertanya seperti itu.“Van, maaf sepertinya aku tidak bisa bergabung untuk jadi panitia.”Naven yang tadinya memilih mengabaikan Nerissa dan Evan yang sedang berbicara pun, seketika langsung mengalihkan pandangan. Dia tidak menyangka ji
“Ini, ponselmu tadi ketinggalan.”Nerissa langsung melihat ponselnya di dalam tas. Melihat apakah ponselnya ada di dalam tas. Benar saja, ponselnya tidak ada di dalam tas. Tentu saja itu membuatnya mengalikan pandangan ke arah ponselnya.Sejenak dia ingat jika tadi saat Naven ke ruanganya, dia memang hanya mematikan laptop, kemudian mengambil tas. Tanpa memasukkan ponselnya ke dalam tas.Sungguh Nerissa merasa bodoh sekali karena meninggalkan ponselnya begitu saja. Padahal itu adalah barang penting.“Terima kasih, Harry. Aku tidak menyangka jika kamu mengantarkan ponsel sampai ke sini.” Nerissa menerima ponselnya itu dari Harry.“Sama-sama.” Harry tersenyum.“Bagaimana kamu tahu aku di sini?” Nerissa masih tidak habis pikir, kenapa Harry bisa tahu keberadaannya. Padahal dia tidak mengatakan apa-apa pada orang lain.“Aku dengar tadi ada salah satu staf bilang jika ada makan malam semua manajer. Lalu aku menyusulmu ke sini.”Nerissa mengangguk-anggukkan kepalanya. Walaupun masih terasa
Harry mengikuti Naven yang masuk ke toilet. Dia pura-pura ke toilet juga. Dia menunggu Naven yang berada di dalam bilik toilet.Naven yang selesai dari toilet segera keluar dan mencuci tangan di depan wastafel. Selang beberapa saat dia melihat Harry yang keluar dari toilet. Entah kenapa dia yakin sekali jika pria itu sengaja ke toilet.“Pak.” Harry menyapa Naven.“Sepertinya kita pernah bertemu sebelum hari ini kan?” Naven sengaja memancing Naven.Naven sadar jika dia hanya karyawan kelas bawah. Jadi pasti Naven tidak ingat jika pun bertemu di kantor. Namun, ada satu momen yang pastinya akan mengingatkan Naven.“Iya, kita bertemu di apartemen Nerissa.” Harry mencoba mengingatkan.Naven berpura-pura mengingat-ingat. “Oh … ya, aku ingat. Kita pernah bertemu. Kalau tidak salah waktu itu kamu mengantarkan tas.”“Iya, Pak.” Waktu itu saya mengantarkan tas Nerissa yang tertinggal.“Kamu sering sekali mengantarkan barang-barang Nerissa,” sindir Naven.“Nerissa adalah orang yang sangat pelupa
“Kamu mau ke mana?” Naven melihat jika Nerissa berbelok ketika dia berbelok ke mobilnya.“Saya mau ke mobil saya.” Nerissa menjawab dengan entengnya.Dahi Naven berkerut dalam. Merasa bingung dengan aksi Nerissa itu. “Kenapa harus naik mobil sendiri?” tanya Naven penasaran.“Iya, karena agar Harry mengira jika kita ada masalah setelah apa yang dia lakukan kemarin.”Naven masih tidak mengerti dengan apa yang dikatakan istrinya itu. “Untuk apa semua itu?” tanyamya.“Dengan dia melihat kita tampak bertengkar, dia akan senang. Setelah itu saya akan buat dia kecewa karena kita tidak bertengkar.”Naven hanya bisa menggeleng heran dan mengembusankan napas kasar. Ada-ada saja ide istrinya itu. “Terserah padamu saja.” Naven malas sekali berdebat dengan istrinya pagi-pagi seperti ini.“Baiklah.” Nerissa segera mengayunkan lagi langkahnya ke mobilnya.Di saat sang istri ke mobilnya, Naven memilih ke mobilnya. Tampak Kiki sudah menunggu di sana.“Bu Nerissa mau ke mana, Pak?” tanya Kiki penasaran
Arumi memasukkan baju ke dalam mesin cuci. Dia kesal sekali ketika harus mencuci baju milik Harry. Jika bukan karena dia dipecat dan belum punya uang, tidak mungkin dia mau disuruh seperti ini.Sejak dipecat Arumi memilih untuk tinggal di apartemen Harry karena harus berhemat. Dia pikir akan mudah mendapatkan pekerjaan, tetapi ternyata sesulit itu.Arumi adalah wanita karier. Jarang mengerjakan pekerjaan rumah, tapi saat seperti ini, dia harus melakukannya demi dapat tinggal di rumah Harry.Harry juga memanfaatkan keberadaan arumi. Dia memilih tidak melaundry baju lagi karena ada Arumi yang dapat mencucinya di rumah. Tidak memesan catering lagi, karena ada Arumi yang memasak.Suara ponsel yang terdengar, membuat Arumi yang sedang asyik dengan cuciannya segera ke ruang tamu untuk mengambil ponsel yang diletakkan di sana. Dia melihat jika Harry yang menghubungi.“Ada apa menghubungi aku?”“Aku sudah cerita bukan jika kemarin aku memancing Pak Naven. Hari ini aku melihat Nerissa dan Pak
Beberapa waktu sebelumnya …“Kamu naik mobil sendiri rupanya.”“Jangan bilang-bilang, aku sedang bertengkar dengan Pak Naven.” Nerissa berbisik, tetapi suaranya masih terdengar. Dia sengaja mengatakan itu karena tidak jauh dari tempatnya berdiri, ada Harry.“Memang kenapa?” tanya Ana yang ingin tahu.“Ceritanya panjang. Lain kali saja aku akan cerita.” Nerissa tidak menjelaskan secara rinci. Dia memang hanya ingin memancing Harry saja.Lift terbuka, mereka berdua segera masuk ke lift. Mereka berdua sama-sama ke tempat parkir. Mengambil mobil mereka masing-masing.Sore ini Nerissa mengendarai mobilnya pulang. Sudah lama tidak menyetir, tentu saja itu membuatnya begitu senang. Namun, tiba-tiba kesenangan itu sirna ketika tiba-tiba saja mobilnya agak tersendat-sendat. Karena itu, dia langsung menepikan mobilnya.“Kenapa mobilku?”Nerissa mencoba menyalakan mobilnya, tapi sayangnya tidak bisa. Dia terus mencoba, tapi tetap saja tidak bisa.Ingin tahu apa yang terjadi, dia turun dari mobil
Naven sudah keliling kota untuk mencari keberadaan Nerissa. Namun, tidak ditemukan keberadaan istrinya itu. Waktu menunjukan jam dua belas malam. Dia sudah tidak tahu harus mencari istrinya itu di mana lagi.Dengan segera Naven menghubungi Kiki. Asistennya itu pasti tahu harus bagaiamana mencari Nerissa di tengah malam seperti ini. “Halo.” Suara Kiki terdengar parau. Pria itu sedang nyenyak-nyenyaknya tidur sampai suara ponselnya berdering, mengganggu tidurnya.“Ki, Nerissa hilang.”“Hilang.” Suara Kiki di seberang sana terdengar begitu terkejut. “Hilang bagaimana, Pak?” tanya Kiki di seberang sana.“Sudah cepat ke sini. Aku di depan kantor. Nanti aku akan ceritakan.”“Baik, Pak.”Akhirnya Naven menunggu Kiki di depan kantor. Dia benar-benar merasa begitu bingung ke mana harus mencari istrinya itu. Sudah bingung seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Satu jam kemudian, Kiki datang ke kantor. Dia melihat Naven duduk di lobi kantor sedang menunggunya.“Pak.” Kiki menyapa Naven.“
Pertanyaan itu pun menyadarkan Naven jika Ana tidak tahu kontrak pernikahan rahasia mereka. Jadi berpikir jika dia dan Nerissa memiliki pernikahan normal pada umumnya. “Iya, aku akan masuk.” Naven mengangguk.Naven segera mengayunkan langkah masuk ke kamar yang ditempat Nerissa. Tak lupa untuk menutup pintu kamar. Ana yang melihat Naven sudah masuk ke kamar pun segera memilih untuk masuk ke kamarnya. Sepertinya setelah ini dia harus cepat tidur. Karena besok dia harus bekerja pagi. Di dalam kamar, Naven melihat sang istri tidur dengan pulas. Tak mau mengganggu sang istri, Naven pun memilih untuk mendekat dengan perlahan. Saat di sisi tempat tidur, Naven melihat jika tempat tidur cukup kecil. Jika diisi mereka berdua, pastinya akan sempit. Naven pun melihat ke sekitar. Di kamar ini tidak ada sofa. Jadi mau tidak mau dia harus tidur di atas tempat tidur bersama Nerissa.Dengan perlahan, Naven naik ke atas tempat tidur. Dia benar-benar memastikan jika gerakannya tidak akan membangunk