"Kak Layla harusnya sering-sering berkunjung ke sini." Kiran berkomentar ketika keduanya tiba di perusahaan Sergio Industri.Kantor siang itu sangat ramai, dilalui oleh karyawan yang berjalan cepat menuju kafetaria untuk mengisi perut mereka, mengingat jam makan siang kantor hampir berakhir.Layla menatap langit yang cerah, matahari bersinar terik hingga terasa membakar. Pemandangan ini kembali mengingatkannya pada kejadian ketika ia membawakan Arsen makan siang. Yah, ia sepertinya tidak bisa melupakan kejadian itu setiap kali ke kantor.Kali ini, Arsen tahu mengenai kabar kedatangannya bersama Kiran.Tetapi tetap saja, ia pasti akan bertemu dengan Olivia yang merupakan sekretaris Arsen."Ayo Kak, kak Arsen pasti sudah menunggu kita," panggil Kiran saat Layla hanya berdiri di depan mobil.Keduanya melangkah ke dalam dan para karyawan yang lewat membungkuk hormat. Layla membalas sapaan mereka, sementara Kiran terus menarik tangannya untuk segera pergi ke ruangan Arsen.Tanpa mengetuk te
Layla menatap langit-langit rumah sakit, sekeliling ruangan yang berwarna putih steril, lalu pandangannya jatuh pada selimut tipis yang membungkus tubuhnya. Aroma antiseptik yang kuat tercium dari sana.Layla beralih menatap infus di lipatan lengannya, lalu mencoba mengingat apa yang terjadi.Makanan itu...Ia muntah-muntah dan sesak napas. Kemudian Arsen menggendongnya dan membawanya ke mobilnya. Setelahnya, terasa samar-samar. Layla sepertinya pingsan dan di sinilah ia berada.Layla mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terasa lemas luar biasa. Sisi kepalanya sakit, sementara dadanya masih agak sesak. Perutnya bergejolak tidak nyaman, dan keinginan untuk muntah masih terasa di tenggorokannya.Tidak salah lagi, apa yang ia alami sekarang adalah efek dari alerginya terhadap udang. Tetapi sekali lagi, bagaimana mungkin sup ayam yang Arsen pesan memiliki potongan udang?Pintu ruangan Layla mendadak terbuka, dan Arsen muncul di sana bersama seorang dokter perempuan berusia sekitar 40-an tahu
"Apa kau sudah minum obat?""Sudah." Layla menjawab sembari menatap Arsen yang melonggarkan dasinya. Dia baru saja kembali dari pertemuan dengan kolega dari luar negeri yang melibatkan perusahaan ayah Layla juga. Saat ini ayahnya belum terlibat secara langsung sampai proyeknya berjalan.Selain itu, Layla telah meminta Arsen untuk tidak memberitahu orang tuanya mengenai apa yang terjadi, semata-mata karena tidak ingin mereka cemas."Apa semuanya lancar? Kau kembali lebih awal.""Aku khawatir karena meninggalkanmu terlalu lama," ucap Arsen, melepas sepatunya dan ikut mencelupkan kakinya di air danau yang dingin. "Apa kaki dan tanganmu masih lemas?""Sedikit.""Kau harus minum obatmu lagi setelah makan siang."Layla mengangguk dan mencoba menggerakkan kakinya yang tenggelam sampai betis. Setelah kembali dari rumah sakit, kondisinya sudah membaik meskipun kaki dan tangannya masih terasa agak lemas. Kata dokter, ia hanya perlu untuk beristirahat sampai kondisinya benar-benar pulih total.L
Hari demi hari berlalu saat Layla memulihkan diri dan tak terasa ulang tahun Olivia telah berada di depan mata—tepat di hari Minggu ini.Layla tidak tahu apakah Arsen akan langsung pergi pagi ini, atau bagaimana. Dia menyibukkan diri dengan meninju samsak di halaman belakang sejak jam enam. Sekarang sudah lewat jam tujuh.Layla mengeluarkan kue dari oven dan menyeduh kopi. Akhir-akhir ini, ia mulai belajar membuat kue dengan mengikuti video arahan yang dikirim ibunya.Karena Arsen tidak terlalu suka makanan manis, jadi ia membuat adonannya sedikit hambar dan menambahkan buah-buahan segar sebagai pemanis alami. Ia tidak tahu apakah Arsen akan suka. Ini pertama kalinya Layla membuat kuenya dengan benar."Arsen?" panggil Layla di ambang pintu. Arsen menoleh dengan kening berkerut, keringat telah bercucuran di wajah dan lehernya. Layla bisa melihat ototnya yang tercetak jelas dibalik kaosnya yang lembab. Ia segera mengalihkan pandangan. "Aku sudah menyeduh kopi. Ayo sarapan sekarang?" sah
Matahari telah tenggelam ketika Arsen tiba di apartemen Olivia. Udara berembus cukup kencang dan sepertinya hujan lebat akan turun malam ini.Arsen tahu kalau Layla bukan lagi anak kecil, tetapi tetap saja ia merasa khawatir jika cuaca sedang buruk seperti sekarang. Apalagi, gadis itu baru saja sembuh dari sakitnya.Mungkin sebaiknya ia mengirim pesan singkat.Arsen mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan ketika Olivia muncul secara mendadak. Tanpa basa-basi, dia merangkul lengan Arsen dengan semangat. "Sayang! Akhirnya kau datang juga!" Olivia langsung menarik tangan Arsen masuk ke dalam apartemennya. Ia melirik kantong kertas di tangan Arsen, lalu mengambilnya. "Ini hadiah untukku 'kan, Sayang?""Iya, gaun yang kau inginkan."Olivia berjinjit dan mencium bibir Arsen dengan mesra. "Terima kasih, Sayang!""Sama-sama," ucap Arsen, duduk di sofa. Antusiasme yang ia kira akan memenuhi hatinya entah menghilang ke mana. Arsen biasanya selalu bersemangat untuk merayakan ulang tahun Oli
"Kau bilang, sebagai istriku, aku boleh menyentuhmu, bukan? Kalau begitu, bolehkah aku melakukannya sekarang?"Suara Arsen serak dan dipenuhi hasrat. Tatapannya yang tertuju pada bibir Layla semakin gelap, membara oleh keinginan untuk mengklaim gadis itu.Jemari Arsen perlahan bergerak mengelus bibir bawah Layla, sementara tangannya menarik pinggang sang istri untuk merapat ke arahnya.Layla mencengkeram gaunnya, kebingungan di tempat. "A-arsen?""Kau tidak menjawab pertanyaanku. Kau tidak mau aku menyentuhmu?" Arsen menyela dengan lembut. "Kau tidak ingin tangan ini memberimu kenikmatan?" Seringai tipis menari-nari di bibir Arsen. Api yang menyala di matanya kian berkobar, membawa sensasi melilit di perut Layla.Arsen mabuk berat dan Layla tidak tahu harus melakukan apa. Ia memang sudah berjanji untuk menjadi istri yang baik untuk Arsen selama setahun ini. Apa pun itu keinginan suaminya, ia ingin memenuhinya. Tetapi sekarang, ia yakin ini hanya pengaruh alkohol.Arsen tidak sadar deng
"Jadi apa yang sebenarnya terjadi, Marlon? Kenapa bisa ada udang di sup ayam istriku?"Arsen menatap Marlon yang kini duduk di depan meja kerjanya, tampak termenung dengan pertanyaan yang ia berikan. Sebelumnya, Arsen telah bertanya mengenai apa yang terjadi dan Marlon mengatakan bahwa dia memesan sesuai dengan permintaan Arsen."Aku awalnya mengira ini adalah kesalahan dari restoran tempat di mana aku membeli sup itu, tapi..." Marlon menghela napas dan menatap Arsen dengan wajah kecewa."Tapi apa?" tanya Arsen. Ia tidak mengerti kenapa Marlon menatapnya dengan kecewa seolah-olah ia telah melakukan kesalahan."Olivia," ucap Marlon setelah beberapa saat.Satu kata itu berhasil membuat Arsen kebingungan di tempat. "Apa?""Olivia yang melakukannya," jelas Marlon, berdecak pelan. "Dia yang memasukkan potongan udang di sup Layla."Arsen benar-benar terkejut dengan pengakuan itu. Ia menatap asistennya dengan tatapan tidak percaya. "Bagaimana? Bagaimana bisa kau mengatakan itu, Marlon?""Pela
Bagaimana ini?Jika Arsen bergerak, maka Layla akan terbangun.Arsen kembali mencoba menarik tangannya dengan perlahan, tetapi Layla lagi-lagi mengerang. Pergerakan Arsen seketika berhenti. Ditatapnya Layla yang masih terlelap, kemudian ia menghela napas.Apa ia bangunkan saja Layla?Tetapi gadis itu tidur begitu pulas, Arsen tidak tega untuk mengusik tidurnya. Lagi pula, jam dinding baru menunjukkan pukul lima pagi. Namun, tidak mungkin juga Arsen bertahan dengan posisi ini sampai Layla bangun.Layla menjadikan lengannya sebagai bantal. Entah bagaimana keduanya bisa berakhir di tengah ranjang, Arsen mendapati Layla telah meringkuk dalam pelukannya.Mungkin karena cuaca yang dingin.Sejak semalam, hujan tak henti-hentinya mengguyur. Bahkan pagi ini, gerimis masih turun menyapa. Aroma petrikor tercium dari sela-sela di atas jendela ketika angin kencang berembus.Layla biasanya bangun lebih awal, jadi Arsen kira mereka tidur dengan normal tanpa ada sesuatu yang terjadi. Tetapi sekarang,