"Aku udah nurutin apa yang mama mau, jadi sekarang aku boleh balik, kan, Ma?" Kelvin menelpon mamanya, ia baru saja beres menurunkan Agatha dan mengantarkannya sampai ke dalam rumah. "Eh ... Udah kamu anter sampai rumah kan?" Tanya suara itu penuh selidik. Kelvin menghela napas panjang, ia baru saja keluar dari gerbang perumahan Agatha. Se-ilfeel apapun Kelvin pada bocah bau kencur itu, tentu Kelvin tidak akan setega itu menyuruhnya pulang sendiri! "Baru aja keluar dari gerbang perum, Ma. Gila apa Kelvin suruh balik sendiri?" Jelas Kelvin tidak ingin dituduh yang tidak-tidak. "Bagus! Kalo gitu, safe fly, Dear!" Gumam suara itu lembut."Don't much worry, Mom. Balikin mobil terus baru on the way ke air port." Nada bicara Kelvin pun ikut melunak, mana bisa dia bersitegang terus dengan mamanya? Kecuali kalau membahas perjodohan gila itu. "Oh iya, soal PPDS kamu, Vin ...."Kelvin spontan menginjak rem. Bukan hanya karena mendengar kata PPDS dari sambungan telepon, melainkan karena lam
"Ah ... Saya nggak apa-apa kok. Sini RM-nya, saya konsul ke dokter Hendrik dulu!" Jawab Kelvin mencoba menghilangkan kegugupannya. Mata gadis itu membulat, menatap Kelvin dengan tatapan terkejut. Mata Kelvin ikut membulat, kenapa? Apa yang salah? "Kok ke dokter Henrik, Dok? Kan pasien dua puluh tujuh tahun." Ujar gadis itu dengan wajah yang masih terkejut. Kelvin menghela napas panjang, satu tangannya menepuk dahi dengan gemas. Bagaimana bisa dia sebodoh ini? Pasien dua puluh tujuh tahun hendak dia konsulke pediatri? "Ah iya maaf. Awasi terus dan laporkan, ya! Hasil rontgen-nya mana?" Tanya Kelvin serius, ia tidak mau salah lagi! "Masih dibaca dokter Anis, Dok. Belum dapat jawaban."Sial! Salah lagi Kelvin! Harusnya dia menunggu hasil baca rontgen-nya baru dia putuskan hendak dikonsulkan ke spesialis apa. Mana tadi dengan PD-nya Kelvin menyebut nama dokter anak itu, astaga Kelvin ini kenapa? "Ok! Kalo sudah keluar kasih ke saya. Saya tunggu!"Sudah habis muka Kelvin! Bukan terl
"Kayaknya gue jatuh cinta, Yan." Desis Kelvin sambil berbaring di atas kasur, matanya menatap lurus ke langit-langit kamar. "Ciiee ... Sama calon bini lu? Gas kawin dong!" Balas suara itu setengah mengejek. Kelvin mendecih, ia mendengus kesal. "Calon bini pala lu!" Umpat Kelvin kemudian, "Bukan sama dia!"Terdengar suara orang tersedak dari seberang. Apa yang sedang kampret itu lakukan? Dia tidak bilang kalau dia tadi sedang makan. Kelvin hendak bertanya ketika suara itu lebih dulu terdengar menjawab pertanyaannya. "Gile! Lu bilang apa tadi? Trus dia siapa yang lu maksud, Vin?" Cecar suara itu dengan nada terkejut. "Anak koas di tempat gue, Yan. Sesuai banget sama yang gue mau. Dia idaman gue, Yan, sumpah nggak boong!" Ujar Kelvin apa adanya. "Vin, lu mo kawin! Jangan lupa, Vin!" Bryan memperingatkan, sebuah peringatan yang membuat Kelvin menyeringai. "Yang pengen gue kawin kan nyokap, bukan gue, Yan!" Kembali Kelvin memperjelas. Ia memang belum ingin menikah apalagi dengan Agat
Kelvin melangkah ke parkiran, tepat di saat yang sama ia melihat Namira juga sedang berjalan seorang diri. Dari tas yang ada di punggung, bisa Kelvin tebak gadis itu sudah selesai dan hendak kembali pulang. Kesempatan! Dengan segera Kelvin menyusul langkah Namira, setelah jaraknya sudah dekat, Kelvin memperlambat langkah, bersiap untuk sekedar menyapa gadis pujaan hatinya itu. "Udah beres jaganya? Mau balik?"Namira menoleh, ia nampak terkejut mendapati Kelvin sudah berdiri di sebelahnya. Melihat itu, Kelvin hanya tersenyum simpul. Memamerkan gigi rapi dan putih miliknya dibingkai senyum manis otentik miliknya. "Loh, Dokter? Maaf saya nggak tahu kalau tadi Dok--.""Halah santai. Mau pulang ya? Naik apa?" Potong Kelvin cepat. Namira tersenyum, kepalanya mengangguk pelan. "Sudah, Dok. Ini saya lagi pesen ojek on--.""Batalin! Bareng saya aja!" Kembali Kelvin memotong, bisa dia lihat Namira nampak sangat terkejut. "Hah? Do-Dokter serius?" Ucapnya dengan ekspresi tidak percaya. "B
"Kamu malah udah nonton film-nya, Ra? Gimana? Bagus, nggak?"Namira tengah mengobrol dengan beberapa anak koas dan perawat, malam ini IGD kosong, maklum para koas wangi berkumpul malam ini, jadilah kerjaan mereka hanya nongkrong, makan dan berghibah bersama. "Udah. Bagus pokoknya! Tapi aku nggak bakal kasih bocoran." Ujar Namira dengan senyum lebar."Kamu nonton kapan? Kenapa nggak ajak-ajak?" Tanya Puspa dengan wajah cemberut. Sejenak Namira tertegun. Kenapa nggak ajak-ajak? Bisa geger satu rumah sakit kalau sampai mereka tahu beberapa minggu belakangan ini Namira dan dokter Kelvin punya kedekatan khusus? Bukan, mereka tidak pacaran, hanya saja sering jalan bareng atau sekedar nongkrong berdua. "Ya maaf. Kapan-kapan deh ayo nonton rame-rame." Jawab Namira dengan senyum lebar. Momen-momen bersama Kelvin mendadak berkelebat dalam benaknya. Membuat hati Namira berbunga-bunga dan terasa begitu bahagia. "Yuk ah agendain kapan? Udah suntuk banget aku, perlu hiburan nih!" Anin menggeru
"Bang, jadi ke Jakarta besok?"Kelvin yang tengah menikmati steak yang dia pesan kontan mengangkat wajah, menatap Namira, sang kekasih yang tengah menatapnya dengan tatapan serius. "Jadi. Kan ibu negara yang nyuruh. Kalau sampai nggak balik besok, dijamin habis aku, Yang." Jawab Kelvin mengabaikan sejenak makanannya. "Penting banget ya, Bang? Padahal besok mumpung masuk malam, jadi seharian bisa jalan-jalan." Desis suara itu lesu. Wajah itu nampak murung, membuat Kelvin meletakkan pisau dan garpu lalu meraih tangan Namira dan meremasnya lembut. Iba juga melihat wajah dan ekspresi Namira, tapi mau bagaimana lagi? Besok jadwal Kelvin foto prewedding dan fitting baju pengantin! Bisa habis Kelvin kalau sampai dia tidak pulang. Lebih habis lagi kalau nanti mamanya menyusul kemari dan memergoki Kelvin tengah berpacaran dengan gadis lain. "Penting. Soal masa depan aku ini. Mau bahas kelanjutan PPDS aku ntar." Jawab Kelvin berdusta. Tidak mungkin kan dia terus terang bilang kalau dia pula
"Ini bagus nih, Tha! Cocok banget sama kulit putih kamu!"Agatha hanya nyengir sambil mengangguk. Di hadapannya sudah duduk Dewi dan Handira tentunya. Ditambah satu lagi orang dari MUA yang hendak merias Agatha di hari pernikahannya nanti. Tak lupa, MUA ini juga yang akan merias dia untuk sesi foto prewedding. "Iya, bener nih. Cocok banget buat Kakak. Atau mau yang warna sage? Meskipun udah nggak ngetrend, tapi cantik juga warnanya Kak." Promosi wanita berkacama itu dengan menggebu-gebu. Kembali Agatha hanya nyegir dan menganggukkan kepalanya. Foto gaun dan kebaya dalam katalog itu memang cantik-cantik, hanya saja Agatha sama sekali tidak berminat dengan hari besarnya esok. "Coba nanti nunggu Kelvin dulu, Tha. Dia suka warna yang mana." Gumam Handira sambil tersenyum. Mendengar nama Kelvin, mata Agatha membulat. Mendadak ia punya ide untuk menjahili lelaki menyebalkan itu. "Iya kayaknya harus gitu deh, Ma. Nunggu om-- eh, mas Kelvin dulu." Agatha keceplosan, membuat Dewi dan Handi
"Om, tolongin napa sih!" Agatha menggerutu, gown warna navy itu sungguh sangat menyusahkan! Belum lagi sepatu hak tinggi yang membungkus kaki. Kelvin yang sudah nampak ganteng dan gagah dengan setelan kemeja dan dasi warna senda dengan gown Agatha kontan menoleh. Ia menatap cuek ke arah Agatha yang kesulitan menapaki tangga guna naik ke lantai dua, tempat di mana pemotretan di lakukan. "Makanya, jangan suka menyusahkan diri!" Kelvin mengomel, ia masih menatap Agatha yang kini sudah berada satu tangga lebih rendah dari Kelvin. Gadis itu menatap Kelvin dengan tatapan tak suka. Wajah yang biasanya polos hanya bersalut lipbalm itu kontan melotot kesal. "Menyusahkan diri gimana sih, Om? Ini memang konsep yang dipilih kudu pake gaun kayak gini!" Salak Agatha kesal. "Terserah lah! Sini ayo!" Kelvin mengulurkan tangan yang langsung disambuy oleh Agatha. Kali pertama tangan mereka bersentuhan. Membuat keduanya nampak tertegun sejenak. Mata mereka yang awalnya menatap tangan mereka yang s