Share

Kontrak dan Kebebasan
Kontrak dan Kebebasan
Author: Shirley

Bab 1

Author: Shirley
Setelah kematian kakakku, aku menandatangani pernikahan kontrak lima tahun dengan suaminya yang seorang mafia untuk menebus hutang darah keluargaku sebagai gantinya.

Aku menghabiskan lima tahun hidupku untuk Keluarga Valendra, yang kudapat hanya suami yang hanya menginginkanku tubuhku dan seorang anak yang menganggapku musuh. Sudah waktunya melepaskan semuanya.

"Valentina, kamu benar-benar yakin ingin meninggalkan keluarga ini?"

Bos Andre bertanya padaku di ruang kerjanya, dan suaranya yang berwibawa menggema di dinding kayu.

"Kontrak ini masih tersisa satu minggu."

Aku berdiri di depan jendela besar, menatap taman mawar merah di halaman kediaman. Berkata dengan suara datar dan tenang, "Lima tahun sudah cukup, Bos Andre. Aku sudah menepati kewajibanku."

"Aku tidak berhutang apa pun pada Keluarga Valendra lagi."

Pernikahan ini adalah penebusanku.

Kesalahan fatal ayahku menciptakan hutang darah antara keluarga kami, dan hutang yang harus dibayar melalui lima tahun pernikahan ini.

Selama lima tahun, aku menjadi istri wakil bos yang sempurna dan ibu yang tangguh, mengabdikan hidupku pada Alexander dan putranya tanpa hasil apa pun.

Tapi setidaknya kontrak itu hampir berakhir dan aku akhirnya akan bebas.

Sebelum Bos Andre sempat bicara, terdengar suara keras dari arah taman, dan disusul suara kaca jendela pecah.

Pecahan kaca menyembur ke dalam, dan menggores lenganku. Aku menekan lukanya, darah hangat merembes di sela jariku.

Aku menoleh ke arah taman. Adriel berdiri di sana, menggenggam stik golf kecil.

Dia berdiri seperti orang dewasa, wajah halusnya terpelintir oleh kebencian yang mengerikan, tidak seperti anak seusianya.

"Ngadu ke Kakek lagi? Sepertinya kamu belum kapok. Mungkin aku harus buat kamu diam selamanya dan kirim kamu ke neraka biar gabung sama ibuku!"

Aku menatapnya dengan tidak percaya, adegan memalukan di hari ulang tahunku kembali dalam ingatanku.

Itu ulang tahunku yang ke 25.

Sejak aku tiba di Kediaman Keluarga Valendra, aku tidak pernah benar-benar merayakan ulang tahunku sendiri.

Kali ini, aku diam-diam memesan kue kecil dan bahkan sedikit berdandan.

Leherku terasa kosong, jadi aku memilih sebuah kalung dari meja rias, dan lupa kalau itu kalung yang paling disukai kakakku.

Begitu Adriel melihatnya, dia langsung mengamuk.

Dia berjalan mendekati kue ulang tahunku dan meniup semua lilin. Lalu dia mencabut beberapa mawar hitam dari vas dan menancapkannya satu per satu ke atas kue.

Dia mengubah hari ulang tahunku menjadi semacam pemakaman penuh penghinaan.

Dia lalu mundur, dan menatap hasil karyanya dengan puas.

"Kamu pikir kamu pantas dirayakan? Ibuku pasti masih hidup kalau bukan karena kamu, dasar pembawa sial! Ingat ini, mulai sekarang, ini bukan ulang tahunmu, tapi hari peringatan kematianmu."

Di hadapan semua anggota keluarga yang tercengang, dia mengambil sebotol sampanye dari meja dan menuangkan cairan dingin itu ke kepalaku, menghancurkan sisa harga diriku.

Tak disangka, aku tidak menangis. Aku hanya pergi dengan diam ke kamarku yang kecil itu.

Anehnya, aku merasa sangat tenang, mungkin karena tidak ada lagi harapan yang tersisa untuk dihancurkan.

Tapi Adriel tetap mengikutiku, dan sikapku yang tenang membuatnya semakin berani.

"Loh, sekarang kamu marah? Menyedihkan." Dia mengutuk, nadanya mirip gangster yang sudah berpengalaman. "Kalau aku sudah besar dan memimpin keluarga ini, hal pertama yang kulakukan adalah menenggelamkanmu ke laut untuk dimakan ikan!"

Aku tidak mengerti dari mana anak yang sudah kubesarkan lima tahun ini belajar kata-kata sekejam itu.

Sekarang, aku tidak ingin peduli lagi. Aku benar-benar sudah muak.

"Kamu tidak perlu melakukannya," jawabku pelan. "Aku akan pergi besok."

Kemudian aku menuju ruang kerja untuk merawat lukaku. Saat membalutnya, terdengar suara pecah dari lantai atas.

Seketika rasa dingin menyusup ke punggungku.

Aku berlari ke lantai atas dan menemukan pena antik kesayanganku patah menjadi dua, tintanya yang biru gelap terciprat seperti darah di naskahku yang berharga, dan menutupi kata-kata yang kutulis.

Pena itu satu-satunya peninggalan dari ibuku.

Aku berlutut di lantai, hati-hati mengumpulkan pecahan pena dan halaman-halaman yang ternoda tinta.

Aku tidak menangis ketika para wanita di keluarga itu sengaja menghinaku di pesta-pesta.

Aku tidak menangis ketika Alexander hanya mengingat keberadaanku saat dia ingin memuaskan dirinya, dan memperlakukanku seperti pengganti murahan kakakku, Karina.

Aku bahkan tidak menangis ketika para tetua keluarga membahas apa yang harus dilakukan padaku setelah kontrak berakhir, seolah aku hanya barang yang bisa dibuang.

Tapi sekarang, saat melihat pena peninggalan ibuku hancur...

Pertahananku runtuh begitu saja.

Air mata panas yang selama ini kutahan akhirnya jatuh tanpa bisa kucegah.

Pena itu adalah satu-satunya peninggalan dari orang yang pernah tulus mencintaiku.

Adriel berdiri di pintu, menonton kesedihanku seperti menikmati sebuah karya seni. Senyuman puas dan kejam terbentuk di wajahnya.

"Sakit, ya? Rasanya hancur saat sesuatu yang kamu sayangi dihancurkan? Ini untuk ibuku. Sekarang aku akan menghancurkan semua yang kamu cintai satu per satu. Dasar pembunuh!"

Pada detik itu aku akhirnya meledak.

Aku berdiri, mencengkeram lengannya, dan menyeretnya ke depanku.

"Ambil semua pecahannya dan susun kembali! Sekarang!"

Adriel hanya terpaku di tempat, mungkin belum pernah melihatku hilang kendali. Tapi sebelum dia bisa bicara, sebuah tangan kuat mendadak mencengkeram leherku, dan membantingku ke dinding.

"Kamu gila?" Mata Alexander memerah saat dia menatapku, tangannya mencengkeram daguku. "Berani-beraninya kamu menyentuh pewaris keluarga ini hanya karena pena patah dan kertas lusuh?"

Aku tertekan ke dinding yang dingin, dan dipaksa menatap pria yang dulu kukira akan melindungiku.

Bagi dia, itu cuma sampah murahan. Tapi bagiku, itu adalah hal paling berharga di dunia.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 12

    Sudut Pandang Alexander.Bip... bip... bip...Nada sambung itu menusuk telingaku.Aku berdiri terpaku di koridor luas dan kosong di dalam rumah Keluarga Valendra dengan tangan masih menggenggam ponsel.Layar itu meredup, dan memantulkan wajahku yang berantakan. Janggut tidak terurus, mata cekung... aku benar-benar terlihat seperti pecandu yang tersesat di jalanan.Dari ujung telepon tadi, aku tidak hanya mendengar penolakan dingin Valentina.Aku juga mendengar tawa Julian Pradana, tawa yang penuh penghinaan untuk pecundang sepertiku."Bajingan!!"Aku melempar ponsel itu ke dinding sekuat tenaga.Ponsel itu hancur berkeping-keping.Aku memegang kepalaku dan jatuh berlutut di lantai yang dingin. Alkohol membakar perutku, tapi tidak menghangatkan tubuhku yang gemetar.Sudah berakhir. Semuanya sudah berakhir.Waktu aku sampai di toko buku, aku melihat Julian menahan pintu untuknya.Sinar matahari menyinari wajah Valentina saat dia menggenggam lengan pria itu, senyumnya begitu cerah, dan le

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 11

    Di toko buku terbesar di Alveron, sebuah poster raksasa dari bukuku yang baru terpajang di tengah ruangan."Selamat ya, Nona Valentina, cetakan pertama seratus ribu salinan sudah habis terjual," kata manajer toko itu dengan wajah berseri-seri. "Ini jelas fenomena sastra terhebat tahun ini."Aku menandatangani nama terakhir, meletakkan pena, dan menggosok pergelangan tanganku yang agak pegal.Lima tahun lalu, aku tidak pernah membayangkan bisa punya momen semegah ini, apalagi sebagai penulis buku terlaris Valentina Wijaya.Harus kuakui, rasanya memegang penuh kendali atas nasibku sendiri itu begitu menggairahkan.Aku hampir berdiri untuk pulang, ketika sosok kecil tersandung masuk dan memanggilku pelan, "Valentina..."Aku menoleh, dan gerakanku terhenti.Adriel hampir tujuh tahun sekarang, dan lebih tinggi. Setelan kecilnya rapi, dia memegang erat bukuku yang baru terbit.Namun, dia tidak terlihat baik.Pangeran kecil yang dulu arogan kini tampak rapuh, dengan lingkaran gelap di bawah m

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 10

    Adriel berpegangan erat pada tangan ayahnya, wajah kecilnya basah oleh air mata, matanya membengkak seperti dua buah persik kecil.Tapi bocah itu memakai satu kaus kaki merah dan satu biru, rambutnya berantakan seolah sudah berhari-hari tidak dicuci.Begitu melihatku, dia langsung melepaskan tangan Alexander dan berlari ke arahku dengan tersandung-sandung."Valentina!"Adriel memeluk kakiku, menempel seperti anak yang tersakiti dan sangat merindukan ibunya."Valentina... aku lapar." Dia menatapku, wajahnya penuh ingus dan air mata. "Roti isi buatan Isabel rasanya tidak enak, dan ayah membuat susu tumpah... aku ingin makan masakanmu.""Rumahnya berantakan sekali, dan tidak ada yang membacakan cerita... Bisakah kamu pulang?"Permintaannya penuh ketergantungan dan penyesalan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku terguncang.Dulu, dia hanya akan berlari ke arahku untuk menendangku dan memanggilku perempuan jahat.Tapi sekarang, melihatnya, meski hatiku bergetar sedikit, yang kurasakan

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 9

    Kakinya lemas, dan dia jatuh terduduk di atas karpet tebal.Lima tahun terakhir melintas di matanya seperti film yang berputar terlalu cepat.Punggung Valentina saat sibuk di dapur, dan pemandangan ini selalu dia remehkan. Lengkung lembut pipinya saat dia menyetrika setelan Alexander larut malam.Matanya memerah saat menahan tangis ketika Adriel melempar mainan ke arahnya.Dan malam itu, darah di dahinya dan ketenangan terakhir di matanya ketika dia berkata, "Kita impas."Lima tahun dia membenci Valentina. Menghinanya demi membalas dendam atas Karina.Padahal kenyataannya, dia telah menyiksa satu-satunya orang yang benar-benar mencintainya. Wanita yang menopangnya di saat gelap."Kau telah menghancurkan satu-satunya wanita yang benar-benar mencintai keluarga ini," kata Bos Andre akhirnya, mengucapkan kenyataan pahit itu. "Dan sekarang, dia tidak akan pernah memaafkan kita."Alexander bangkit tergesa-gesa, dan melesat keluar gerbang kediaman seperti orang gila.Dia bahkan tidak mendenga

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 8

    "Minggir! Dia istriku!"Alexander mengaum dan menerjang ke arah mobilku, tapi dua pengawal berjas hitam langsung menghalangi.Salah satu dengan mudah memutar lengan Alexander, dan menekannya ke kap Rolls Royce.Yang lain mengeluarkan sebuah benda kecil berwarna hitam dan menekannya ke punggung bawah Alexander."Tuan, harap tenang." Suara penjaga itu sopan namun dingin.Wajah Alexander tertekan pada permukaan dingin mobil itu, pipinya tertekuk karena tekanan.Para tamu di sekitar mulai berbisik, dan kilatan kamera ponsel mereka menyala seperti strobo.Meskipun wartawan dijauhkan, foto wakil bos Keluarga Valendra yang ditahan seperti preman pasti akan jadi berita utama keesokan harinya.Wajah Alexander kini merah padam karena marah.Rasa malu yang dia tanggung di depan umum membuatnya tampak seperti binatang buas yang kehilangan kendali."Valentina!" Dia berteriak, memutar kepalanya untuk menatapku, mata merahnya membara. "Kamu pikir bisa kabur? Darah Keluarga Wijaya itu mengikatmu pada

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 7

    Aku menerima tawaran itu tanpa ragu. Kesempatan untuk menulis lagi adalah satu-satunya yang kuinginkan.Sejak hari itu, hidup baruku dimulai.Aku mulai menulis setiap pagi pukul lima. Jemariku bergerak cepat di atas papan ketik, kata-kata keluar dari tempat yang kupikir sudah lama tertutup.Lima tahun di Keluarga Valendra memberiku pemahaman mendalam tentang dunia mafia.Aku tahu aturan mereka, aku tahu bagaimana kekuasaan merusak jiwa, dan bagaimana uang bisa membeli segalanya.Om Indra mengajarkanku bagaimana mengubah kebenaran gelap itu menjadi cerita yang memikat."Menulis bukan sekadar mencatat," katanya. "Menulis itu mengangkat kebenaran menjadi seni."Tiga bulan kemudian, draf pertama selesai.Om Indra mengirim naskah itu kepada seorang teman lamanya di dunia penerbitan.Dalam seminggu ada lima penerbit berebut untuk mendapatkannya.Minggu ketika buku itu rilis langsung menduduki peringkat satu daftar penjualan teratas Harian Metropolitan.Pakaian sederhanaku diganti dengan sete

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status