Share

Bab 3

Author: Shirley
Selama lima tahun, aku mengerahkan seluruh hatiku untuk mengurus properti Keluarga Valendra dan membesarkan Adriel menjadi pangeran kecil cerdas seperti yang sudah dibicarakan semua orang di dunia bawah tanah.

Aku menjadi pengingat hidup tentang istrinya dan satu-satunya alasan keluarga ini belum benar-benar pecah.

Tapi apa pun yang kulakukan, aku tidak pernah mendapat pengakuan sedikit pun.

Bagi Alexander, aku hanyalah alat untuk kebutuhan fisiknya. Di tempat tidur, dia selalu menutup mata, dan tidak ingin melihat wajahku.

"Karina..." bisiknya setiap kali dia mencapai klimaks dan selalu nama itu saja yang disebut.

Dan bagi Adriel, sejak hari pertama dia melihatku, aku sudah dianggap sebagai orang yang membunuh ibunya.

"Kenapa kamu tidak mati saja?" Dia pernah bertanya waktu umurnya lima tahun. "Kalau kamu mati, apa Ibu bisa kembali?"

Bagaimana neraka seperti ini bisa disebut rumah?

Bos Andre akhirnya menyerah. Dia memberi isyarat pada pengacaranya untuk menyerahkan perjanjian pemutusan kontrak, dia berkata dengan suaranya parau dan lelah, "Begitu kamu tanda tangan, maka tidak ada jalan kembali."

Tanpa ragu, aku menandatangani dokumen itu.

Matahari hampir terbenam ketika aku menyetir kembali ke kediamanan malam itu. Aku menekan pengendali gerbang utama, tapi tampilan di layar berbunyi, "akses ditolak."

Aku menekan interkom, tapi tidak ada jawaban.

Seorang penjaga muncul, nada suaranya sopan tapi tegas, "Maaf, Nyonya, malam ini kami kedatangan tamu penting. Hanya anggota keluarga inti yang boleh masuk."

Aku tahu ini cara Alexander menghukumku karena kelalaianku hari ini, karena tidak pulang lebih awal untuk menyiapkan makan malam Adriel. Sejak kecil, Adriel sudah punya selera makan selektif khas pewaris keluarga, dan hanya mau makan bahan tertentu yang disiapkan dengan cara tertentu.

Itulah kenapa aku belajar masakan tradisional Valdoria, menguasai semua hidangan klasik yang selalu ada di meja Keluarga Valendra.

Aku teringat bagaimana dulu dia memeluk kakiku dan memohon dengan suara kecil, "Valentina, bakso buatanmu paling enak di seluruh dunia dan aku mau kamu tinggal di sini selamanya."

Tapi entah sejak kapan semuanya berubah. Sekarang, yang dia inginkan hanyalah membuatku lenyap dari dunia ini dengan cara yang paling kejam.

Angin dingin menerpa wajahku seperti pisau. Malam di Gravesden benar-benar membekukan, dan kain kasmir tipis yang kupakai sama sekali tidak bisa melawan dinginnya malam.

Dalam hitungan menit, tubuhku gemetar tak terkendali. Aku tidak punya tempat untuk mencari kehangatan, dan terpaksa berdiri di luar gerbang besi rumah besar itu seperti pengemis yang ditelantarkan.

Melalui jeruji besi yang tebal, aku bisa melihat cahaya hangat di ruang tamu seperti matahari yang lembut.

Seorang wanita dengan gaun malam yang anggun menuruni tangga spiral, dan melangkah seolah rumah itu miliknya saat mendekati Adriel.

Begitu dia melihatku membeku di luar gerbang, senyum dingin dan penuh kemenangan muncul di bibirnya.

Aku mengenalinya. Isabel. Seorang wanita menawan yang direkrut dari klub tari eksotis kelas atas di Alveron, dengan rambut hitam panjang dan mata cokelat yang tajam.

Wajahnya begitu mirip Karina, bahkan lebih dari diriku. Dia adalah yang paling meyakinkan dari sembilan belas pengganti yang pernah dibawa Alexander pulang ke kediaman.

"Oh, lihat siapa yang datang. Maaf sekali, sayang, Alexander akan menghabiskan malam bersamaku. Sepertinya kamu harus menikmati udara segar sendiri."

Lalu dia menoleh ke Adriel, dan memperlihatkan senyum sempurna.

"Ayo, pangeran kecilku. Makan malam sudah siap, ayahmu sedang menunggu kita di ruang makan."

"Hebat! Aku suka makan bersama Isabel!" Adriel melompat, dan menggenggam tangan wanita itu. "Kamu seribu kali lebih baik daripada pembunuh itu! Setidaknya kamu tidak membunuh ibuku!"

Aku melihat mereka menghilang di balik pintu besar itu, pemandangan hangat itu menembus dadaku seperti peluru.

Anak yang kubesarkan, bocah yang hidupnya kubentuk selama lima tahun sama sekali tidak melihat satu pun dari pengorbananku.

Sebaliknya, dia memilih seorang wanita yang Alexander bawa dari luar hanya karena dia punya rambut hitam panjang dan mata cokelat menyerupai Karina.

Dan karena Isabel memberi gaya pengasuhan yang memanjakannya, dan membiarkannya melakukan apa pun yang dia mau.

Sudah terlalu larut untuk memanggil taksi, malam di Gravesden begitu dingin dan lembap. Aku meringkuk di sudut luar gerbang seperti anjing liar, dan angin menusuk hingga ke tulang.

Tepat saat aku merasa hampir membeku di tempat itu, ponselku berdering. Suara sang pelayan terdengar dingin melalui telepon.

"Nyonya Valentina, Bos bilang Anda boleh masuk sekarang. Silakan gunakan pintu masuk pelayan."

Tubuhku kaku karena dingin, tapi aku memaksa diri berdiri dan tersandung menuju pintu samping.

Saat itu, bertahan hidup lebih penting daripada harga diri.

Saat berjalan di koridor yang dinginnya seperti ruang mayat, aku melihat Alexander, Adriel, dan Isabel, duduk membentuk segitiga sempurna di atas karpet di depan perapian.

Cahaya dari api menari di wajah mereka seperti lukisan minyak.

Adriel duduk di pangkuan Isabel, dan menyendok tiramisu dengan sendok perak kecil.

"Ayo buka mulut, pangeran kecil," kata Isabel lembut, dengan suaranya yang manis sampai membuat mual.

Adriel menuruti, dan membuka mulutnya, lalu menutup mata dengan puas.

"Tiramisu buatan Isabel paling enak di seluruh dunia!"

Alexander memandangi mereka dengan senyum lembut di bibirnya yang belum pernah kulihat sebelumnya.

Inilah yang seharusnya disebut keluarga. Hangat, selaras, dan penuh cinta. Sayangnya tidak satu pun dari itu pernah menjadi milikku.

Aku berdiri di dalam bayangan seperti penyusup, melihat drama penuh kehangatan itu berlangsung di depan mataku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 12

    Sudut Pandang Alexander.Bip... bip... bip...Nada sambung itu menusuk telingaku.Aku berdiri terpaku di koridor luas dan kosong di dalam rumah Keluarga Valendra dengan tangan masih menggenggam ponsel.Layar itu meredup, dan memantulkan wajahku yang berantakan. Janggut tidak terurus, mata cekung... aku benar-benar terlihat seperti pecandu yang tersesat di jalanan.Dari ujung telepon tadi, aku tidak hanya mendengar penolakan dingin Valentina.Aku juga mendengar tawa Julian Pradana, tawa yang penuh penghinaan untuk pecundang sepertiku."Bajingan!!"Aku melempar ponsel itu ke dinding sekuat tenaga.Ponsel itu hancur berkeping-keping.Aku memegang kepalaku dan jatuh berlutut di lantai yang dingin. Alkohol membakar perutku, tapi tidak menghangatkan tubuhku yang gemetar.Sudah berakhir. Semuanya sudah berakhir.Waktu aku sampai di toko buku, aku melihat Julian menahan pintu untuknya.Sinar matahari menyinari wajah Valentina saat dia menggenggam lengan pria itu, senyumnya begitu cerah, dan le

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 11

    Di toko buku terbesar di Alveron, sebuah poster raksasa dari bukuku yang baru terpajang di tengah ruangan."Selamat ya, Nona Valentina, cetakan pertama seratus ribu salinan sudah habis terjual," kata manajer toko itu dengan wajah berseri-seri. "Ini jelas fenomena sastra terhebat tahun ini."Aku menandatangani nama terakhir, meletakkan pena, dan menggosok pergelangan tanganku yang agak pegal.Lima tahun lalu, aku tidak pernah membayangkan bisa punya momen semegah ini, apalagi sebagai penulis buku terlaris Valentina Wijaya.Harus kuakui, rasanya memegang penuh kendali atas nasibku sendiri itu begitu menggairahkan.Aku hampir berdiri untuk pulang, ketika sosok kecil tersandung masuk dan memanggilku pelan, "Valentina..."Aku menoleh, dan gerakanku terhenti.Adriel hampir tujuh tahun sekarang, dan lebih tinggi. Setelan kecilnya rapi, dia memegang erat bukuku yang baru terbit.Namun, dia tidak terlihat baik.Pangeran kecil yang dulu arogan kini tampak rapuh, dengan lingkaran gelap di bawah m

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 10

    Adriel berpegangan erat pada tangan ayahnya, wajah kecilnya basah oleh air mata, matanya membengkak seperti dua buah persik kecil.Tapi bocah itu memakai satu kaus kaki merah dan satu biru, rambutnya berantakan seolah sudah berhari-hari tidak dicuci.Begitu melihatku, dia langsung melepaskan tangan Alexander dan berlari ke arahku dengan tersandung-sandung."Valentina!"Adriel memeluk kakiku, menempel seperti anak yang tersakiti dan sangat merindukan ibunya."Valentina... aku lapar." Dia menatapku, wajahnya penuh ingus dan air mata. "Roti isi buatan Isabel rasanya tidak enak, dan ayah membuat susu tumpah... aku ingin makan masakanmu.""Rumahnya berantakan sekali, dan tidak ada yang membacakan cerita... Bisakah kamu pulang?"Permintaannya penuh ketergantungan dan penyesalan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku terguncang.Dulu, dia hanya akan berlari ke arahku untuk menendangku dan memanggilku perempuan jahat.Tapi sekarang, melihatnya, meski hatiku bergetar sedikit, yang kurasakan

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 9

    Kakinya lemas, dan dia jatuh terduduk di atas karpet tebal.Lima tahun terakhir melintas di matanya seperti film yang berputar terlalu cepat.Punggung Valentina saat sibuk di dapur, dan pemandangan ini selalu dia remehkan. Lengkung lembut pipinya saat dia menyetrika setelan Alexander larut malam.Matanya memerah saat menahan tangis ketika Adriel melempar mainan ke arahnya.Dan malam itu, darah di dahinya dan ketenangan terakhir di matanya ketika dia berkata, "Kita impas."Lima tahun dia membenci Valentina. Menghinanya demi membalas dendam atas Karina.Padahal kenyataannya, dia telah menyiksa satu-satunya orang yang benar-benar mencintainya. Wanita yang menopangnya di saat gelap."Kau telah menghancurkan satu-satunya wanita yang benar-benar mencintai keluarga ini," kata Bos Andre akhirnya, mengucapkan kenyataan pahit itu. "Dan sekarang, dia tidak akan pernah memaafkan kita."Alexander bangkit tergesa-gesa, dan melesat keluar gerbang kediaman seperti orang gila.Dia bahkan tidak mendenga

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 8

    "Minggir! Dia istriku!"Alexander mengaum dan menerjang ke arah mobilku, tapi dua pengawal berjas hitam langsung menghalangi.Salah satu dengan mudah memutar lengan Alexander, dan menekannya ke kap Rolls Royce.Yang lain mengeluarkan sebuah benda kecil berwarna hitam dan menekannya ke punggung bawah Alexander."Tuan, harap tenang." Suara penjaga itu sopan namun dingin.Wajah Alexander tertekan pada permukaan dingin mobil itu, pipinya tertekuk karena tekanan.Para tamu di sekitar mulai berbisik, dan kilatan kamera ponsel mereka menyala seperti strobo.Meskipun wartawan dijauhkan, foto wakil bos Keluarga Valendra yang ditahan seperti preman pasti akan jadi berita utama keesokan harinya.Wajah Alexander kini merah padam karena marah.Rasa malu yang dia tanggung di depan umum membuatnya tampak seperti binatang buas yang kehilangan kendali."Valentina!" Dia berteriak, memutar kepalanya untuk menatapku, mata merahnya membara. "Kamu pikir bisa kabur? Darah Keluarga Wijaya itu mengikatmu pada

  • Kontrak dan Kebebasan   Bab 7

    Aku menerima tawaran itu tanpa ragu. Kesempatan untuk menulis lagi adalah satu-satunya yang kuinginkan.Sejak hari itu, hidup baruku dimulai.Aku mulai menulis setiap pagi pukul lima. Jemariku bergerak cepat di atas papan ketik, kata-kata keluar dari tempat yang kupikir sudah lama tertutup.Lima tahun di Keluarga Valendra memberiku pemahaman mendalam tentang dunia mafia.Aku tahu aturan mereka, aku tahu bagaimana kekuasaan merusak jiwa, dan bagaimana uang bisa membeli segalanya.Om Indra mengajarkanku bagaimana mengubah kebenaran gelap itu menjadi cerita yang memikat."Menulis bukan sekadar mencatat," katanya. "Menulis itu mengangkat kebenaran menjadi seni."Tiga bulan kemudian, draf pertama selesai.Om Indra mengirim naskah itu kepada seorang teman lamanya di dunia penerbitan.Dalam seminggu ada lima penerbit berebut untuk mendapatkannya.Minggu ketika buku itu rilis langsung menduduki peringkat satu daftar penjualan teratas Harian Metropolitan.Pakaian sederhanaku diganti dengan sete

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status