Share

Part 6

Author: Ida Saidah
last update Last Updated: 2022-11-20 01:05:06

“Dewi, Dewi!” teriakku sambil mengetuk kasar pintu kamarnya.

“Ada apa, kak?” Seraut wajah menjijikkan muncul dari balik pintu.

“Buruan ke rumah sakit. Temani Masmu di rumah sakit. Jangan mau enaknya saja kamu. Giliran sakit, kakak yang harus ngurusin dia!” ucapku dengan suara meninggi.

Dewi memutar badan hendak masuk ke dalam kamar.

Ya Allah, bertambah sesak dada ini melihat beberapa tanda merah di tengkuk wanita berusia tujuh belas tahun itu. Seperti ada yang teremas-remas dalam dada ini.

Andai saja melenyapkan manusia tidak berdosa, sudah barang tentu akan aku habisi dia saat ini juga.

“Dasar adik tidak tahu di untung, kamu benar-benar menjijikkan, Dewi. Saya tidak menyangka kamu bisa berbuat curang kepada kakak kandungmu sendiri!” Entah apa yang merasukiku, tiba-tiba aku kalap dan menarik rambut Dewi, menariknya keluar dari rumah hingga sela-sela jariku dipenuhi rambut yang terbawa.

“Ampun, Kak. Sakit!” pekiknya sambil menangis.

“Sakitan mana sama hati kakak, Dewi. Kamu kakak urus dari kecil, kakak rela kerja banting tulang membantu Emak buat nyekolahin kamu biar kamu nggak putus sekolah kaya kakak. Tapi, kamu malah menusuk kakak dari belakang. Kamu malah tidur dengan laki-laki, yang jelas-jelas dia adalah suami kakak kamu. Dasar tidak bermoral, nggak punya hati kamu, Dewi. Tega kamu!!” Aku menoyor kepala adikku yang sedang bersimpuh di lantai.

“Dewi nggak tahu apa-apa, kak. Demi Allah!” Dia terus berkilah, membuat diri ini bertambah muntab.

“Ini apa, hah!” Mencubit leher Dewi yang dipenuhi tanda merah. “Saya yakin kamu tidak bodoh, Dewi. Kamu tahu tanda merah ini apa, ‘kan. Benar-benar menjijikkan kamu ini, Dewi!”

Aku mengusap air mata yang mengalir deras membasahi pipi. Ketika menoleh ke pagar rumahku, aku melihat seperti ada seseorang sedang mengintip dari luar pagar sana. Kutinggalkan Dewi yang sedang terisak di teras, membanting pintu hingga kaca jendela rumahku bergetar saking kerasnya.

Ini benar-benar sebuah mimpi buruk. Aku tidak menyangka kalau adik semata wayangku yang teramat aku sayangi ternyata bisa berbuat curang seperti ini. Apa kurangnya diriku kepadanya. Semua yang dia minta selalu aku turuti. Bahkan, aku langsung mengiyakan ketika gadis polosku meminta untuk ikut pindah ke Jakarta dan melanjutkan pendidikan di kota ini.

Ternyata, dia berniat mengambil suamiku. Andai saja aku tahu semuanya akan seperti ini, aku tidak akan sudi mengajak dia tinggal satu atap denganku juga Mas Akmal.

Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim, kuatkanlah hati ini untuk menerima cobaan yang Kau beri.

Kubentangkan sajadah, bertafakur diri, berzikir serta berdoa semoga aku bisa menerima semua ujian ini.

Ting!

Sebuah notifikasi pesan, masuk ke gawaiku. Dari Teh Icha.

[Mbak Fit, coba buka F******k, deh. Kok ada Video Mbak Fita lagi marah-marahin si Dewi di teras. Itu bener, apa hanya gosip? Maaf loh, ya. Cuma mau nanya, tidak bermaksud kepoh.] isi pesan dari Teh Icha.

Karena penasaran, bergegas diri ini berselancar ke sosial media berlogo F itu. Dan benar saja, ada yang sengaja menyebar Video itu dan sudah di lihat oleh lebih dari seribu orang. Siap-siap saja besok, aku pasti diwawancarai oleh ibu-ibu kompleks.

Aku menjadi penasaran, sebenarnya, siapa yang mengambil video itu dan menyebarkannya. Karena setelah aku telusuri, ternyata akun yang mengunggah video tersebut adalah akun fake.

Aku duduk sofa sambil memijat kepala yang terasa seperti mau pecah saja. Mas Akmal berkali-kali menghubungiku, tetapi aku abaikan. Malas rasanya berurusan lagi sama laki-laki mata keranjang itu.

Brak!

Tiba-tiba pintu terbuka lebar. Dewi berdiri sambil mengepalkan tangan. Dadanya naik turun tidak beraturan, sepertinya dia sangat marah.

Ada apa dengan bocah ganjen itu?

“Yang sopan kalau masuk ke rumah orang, Dewi. Perasaan, saya sama Emak selalu mengajarkan kamu sopan santun deh!” ucapku meninggikan nada bicara.

“Aku benci sama Kakak. Gara-gara kakak, aku di bully di sekolah. Semua teman-temanku mengejek serta menghina aku. Bahkan, banyak teman laki-laki yang tiba-tiba mengirimkan pesan w******p sama aku, dan mengajakku berkencan di hotel. Semua gara-gara kakak. Kakak sengaja kan menyeret aku ke teras, lalu menyuruh orang untuk merekam kejadian itu dan menyebarkannya ke sosial media!” hardik wanita berseragam putih abu-abu itu, muntab.

Aku memiringkan bibir puas. Rasain kamu, Dewi!

“Kakak tau nggak, perasaanku seperti apa mendapat perlakuan seperti itu dari teman-temanku? Sakit kak, sakit banget!” rutuknya lagi.

“Sakitan mana sama perasaan saya, Dewi. Sakitan mana?!” bentakku. Kutatap netra adik perempuanku dengan tatapan bengis.

“Kamu sudah berani bermain api dengan saya, pasti sebentar lagi kamu akan terbakar. Dan satu lagi, tolong kamu lepas kalung yang ada di leher kamu, itu saya yang beli. Handphone, laptop, semua yang kakak berikan, tolong letakkan di laci dan kamu tinggalkan rumah ini!” Aku memutar badan kemudian masuk ke dalam kamar.

“Aku tidak akan pergi dari sini. Biar nanti Mas Akmal yang memutuskan, aku atau Kakak yang akan angkat kaki dari rumah ini!” teriak Dewi, membuat jantung ini berdenyut nyeri.

Benar-benar makin ngelunjak bocah ini.

Aku mengenyakkan bobot ini di atas tempat tidur. Kutatap nanar langit-langit kamar, membayangkan saat-saat yang indah bersama Mas Akmal.

Tidak lama kemudian terdengar suara deru mesin kendaraan masuk ke pelataran rumahku. Bergegas diri ini keluar dan mengintip siapa yang datang, karena aku merasa sangat asing dengan suara mesin kendaraan tersebut.

Mas Akmal turun dibantu oleh seorang sopir taksi. Dia berjalan pincang sebab kedua kakinya dijahit karena luka akibat menginjak pecahan beling itu. Sedih rasanya melihat keadaan suamiku sekarang. Tetapi, aku juga sangat kecewa dengan apa yang sudah dilakukannya.

“Assalamualaikum!” Tok! Tok! Tok!

“Waalaikumussalam!” Menjawab dalam hati.

Segera kuputar gagang pintu dan menyuruh Mas Akmal masuk ke dalam rumah. Dia menatapku dengan tatapan sendu, juga dengan mata berkaca-kaca.

“Kenapa kamu tidak datang ke rumah sakit, Efita?” Pelan dia berucap, sambil mengenyakkan bokongnya di sofa.

“Kenapa harus aku yang merawat kamu, Mas. Kan ada Dewi juga!” sahutku ketus.

“Kan kamu istriku, Fit. Dewi itu kan cuman ....”

“Simpanan kamu, Mas!” potongku.

“Tega kamu ya, Mas. Selingkuh sama adik ipar sendiri. Emang apa sih kurangnya aku, Mas. Aku selalu setia mendampingi kamu, bahkan setelah tahu kalau sebenarnya kamu itu mandul, Mas!” pekikku lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 229 (Ending)

    Pukul tujuh malam, selepas melaksanakan shalat isya, Ridwan kembali datang dan meminta Dewi untuk menjadi pendamping hidupnya. Kali ini dia meminta wanita tersebut kepada sang kakak, dan Efita tetap saja menyerahkan semuanya kepada Dewi. "Sudah aku bilang kan, Mas. Aku ini bukan wanita sempurna. Kamu akan menyesal jika menikah denganku nanti. Apa kamu tidak berpikir sampai kesitu, Mas?" Dewi membuang muka menghindari tatapan Ridwan yang begitu menghanyutkan."Saya akan menerima segala kekurangan serta kelebihan kamu, Wi. Lillahi taala. Menikah itu ibadah. Kebahagiaan sepasang suami istri itu bukan hanya karena adanya anak. Tapi dengan saling percaya serta melengkapi, kita akan merasa hidup bahagia selamanya. Apalagi sudah ada Arjuna. Dia juga butuh figur seorang ayah, Wi. Kamu jangan egois!" desak Ridwan memberi keyakinan kepada wanita yang dia kagumi."Justru karena aku tidak mau dianggap egois, makanya menolak kamu, Mas." "Wi, tolong pertimban

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 228

    Keluarga besar Efita sudah bersiap-siap pergi ke kota Tegal untuk melangsungkan pernikahan Salman dengan putri sulung Gus Fauzan. Pernikahan yang rencananya akan diselenggarakan awal tahun, akan tetapi harus ditunda beberapa bulan karena Salman belum bisa mengambil cuti dan Nabila mendapat tugas dari kampusnya untuk melakukan kuliah kerja nyata di luar kota. Hal itulah yang membuat acara harus ditunda sementara, dan hari ini, dua insan manusia yang saling mencintai itu akan mengucap janji suci di depan Allah, menjadikan hubungan mereka menjadi halal serta diridhai Tuhan."Santai saja, nggak usah gemetar!" bisik Salim kepada sang adik ketika mereka sudah berada di masjid pesantren menunggu ijab qobul dimulai.Salman menerbitkan senyuman. Rasa grogi terlihat jelas di wajah pria berusia sudah genap dua puluh empat tahun itu, apalagi ketika pembawa acara memulai susunan acara.Keringat dingin terus saja membanjiri tubuhnya walaupun ruangan tempat dia akan meng

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 227

    "Maaf, Wi. Kamu yang tenang. Kalau kamu tidak mau menyerahkan Arjuna tidak apa-apa. Mas tidak memaksa. Tapi kalau suatu saat Mas ingin mengajaknya bermalam di rumah, tolong kamu izinkan ya? Biar dia juga deket dengan Papa Surya."Mendengar nama Surya, entah mengapa ada rasa seperti termas-remas di dada Dewi. Dia ingat betul ketika pria paruh baya itu merenggut dengan paksa kehormatannya, melakukannya berkali-kali hingga akhirnya dia mengandung dan kehilangan masa depan. Selain itu, dia juga harus menjadi duri dalam daging di kehidupan rumah tangga Efita, merobohkan benteng yang telah dibangun dengan kokoh hingga hancur lebur serta rata dengan tanah.Tanpa terasa dua bulir air bening lolos begitu saja dari sudut netra perempuan berusia dua puluh tiga tahun itu. Walaupun rasa benci terhadap Surya mendominasi di hati, akan tetapi dia begitu mencintai Arjuna. Apalagi Efita selalu memberinya wejangan, kalau anak adalah masa depan yang akan menjamin masa tua kita, j

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 226

    #POV AuthorEfita sedang duduk di teras sambil mengawasi Arjuna, Syabil dan Faza bermain pasir di taman depan rumah. Dia segera menoleh ke arah pintu ketika mendengar seseorang mengucap salam. Seulas senyum tergambar di bibir Akmal, sambil menatap wajah Efita yang tertutup cadar. Ada rasa rindu yang kian menggebu di dalam kalbu, karena sampai saat ini dia belum benar-benar bisa melupakan sang mantan. Cinta yang ditancapkan Efita di dinding hatinya terlalu dalam dan tidak mudah terhapuskan.Semakin dia mencoba, maka rasa itu kian terasa serta menyiksa."Kamu apa kabar, Fit?" tanya Akmal setelah dia dipersilahkan masuk oleh mantan istrinya."Alhamdulillah aku sehat. Mas Akmal sendiri bagaimana kabarnya, tumben mampir ke rumah, setelah beberapa tahun tidak pernah keliatan batang hidungnya?" "Aku pengen ketemu Juna, Fit."Efita menanggapi dengan ber oh ria. Dia kemudian memanggil keponakan kesayangannya itu dan menyuruh pr

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 225

    Setelah selesai memberikan keterangan kepada penyidik. Perawat serta polisi wanita yang mendampingi segera membawa Safina keluar dari ruangan tersebut karena harus segera kembali ke rumah sakit."Apa saya bisa bicara dengan Safina sebentar, Bu?" Ragu aku mengatakan hal itu, karena takut Safina kembali mengamuk jika aku mengajaknya berbicara."Silahkan, Pak." Kami pun berjalan menuju kursi panjang yang ada di teras kantor polisi, duduk di tempat tersebut dengan perasaan bersalah menyelimuti hati."Fin," panggilku pelan."Aku tahu apa yang ingin Mas Salim katakan sama aku," sahut Safina dengan suara parau. "Mas nggak usah khawatir. Aku tidak akan lagi mengganggu atau merepotkan Mas. Aku juga sudah ikhlas dengan pernikahan Mas dan Ning Azalia. Aku doakan, semoga kalian berdua hidup bahagia hingga maut yang memisahkan." Seulas senyum tercetak di bibir merah muda Safina walaupun aku lihat ada kabut di kedua sudut netranya.

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 224

    "Kenapa liatin saya seperti itu?" tanya Fahri seraya menatap menghunus ke arahku.Aku mengangkat satu ujung bibir. Sepertinya Tejo dan Fahri begitu membenci diriku, padahal antara aku dan mereka berdua tidak pernah ada urusan apa-apa. Kenal saja baru-baru ini setelah aku menikah dengan Safina dan Azalia. Tapi, entah mengapa tatapan mereka terlihat penuh dengan kebencian kepadaku.Petugas menyuruh Fahri untuk duduk, menginterogasi dia menanyakan hubungan laki-laki tersebut dengan mantan istri, walaupun Fahri terus saja berbelit-belit memberikan keterangan, malah cenderung mengelak kalau dia tidak pernah melakukan pelecehan seksual terhadap SafinaHingga akhirnya seorang wanita berhijab ungu ditemani oleh seorang perawat juga dua orang polisi wanita datang, membuat Fahri serta Tejo tercengang. Gurat ketakutan tergambar jelas di wajah keduanya."Sa--Safina?" Bahkan Tejo sampai tergagap melihat kehadiran wanita yang sudah dia nodai tersebut.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status