Share

6

Author: Biru Gerimis
last update Huling Na-update: 2023-12-11 19:35:31

Orion mendelik. Mulutnya ternganga. Spontan, ia berdiri dari kursinya sangat tergesa-gesa sampai membuat benda malang itu terjungkal. Pertanyaan sekaligus pernyataan Nadi membuat Orion sempat lupa bagaimana cara bernapas. Ia bahkan tidak menyadari jika Citra dan Erian juga tersentak mendengar ucapan si polisi.

Setelah berhasil menormalkan kerja paru-parunya kembali, Orion berupaya menyetel ekspresinya agar kelihatan benar-benar tersinggung. Menaikkan sedikit dagunya guna menegaskan bahwa dirinya adalah konglomerat yang tidak selevel dengan Nadi, karena itu ia tidak akan terpengaruh dengan apapun yang didengarnya, Orion lalu menuding polisi itu dengan telunjuk yang bergetar.

“Jaga ucapan Anda, Pak Nadi. Berani sekali Anda memfitnah warga kota yang baik hanya karena bau parfum yang belum tentu juga Anda endus. Saya sungguh-sungguh merasa terhina,” ujar Orion dengan suara yang juga agak gemetar.

Tapi, Nadi bergeming. Ia sama sekali tak goyah dengan provokasi yang dilancarkan oleh Orion. Pengalamannya berurusan dengan orang kaya membuatnya sedikit banyak tahu bagaimana respons mereka kalau dihadapkan dengan sesuatu yang berpotensi membuat nama mereka buruk di masyarakat. Kebanyakan memang akan bereaksi seperti pria di hadapannya itu.

Usai sunyi beberapa saat, Nadi akhirnya berujar. “Jujur saja, saya tidak mengerti apa yang membuat Anda begitu terhina, Pak Orion. Saya hanya bertanya, dan setahu saya tidak pernah ada larangan untuk hal itu. Anda bisa menjawabnya saja dengan ‘ya’ atau ‘tidak’, tidak perlu sampai menjatuhkan kursi dan menuding-nuding seperti itu.”

Tiba-tiba tersadar kalau dirinya bertingkah agresif oleh omongan Nadi, Orion menurunkan telunjuknya dan lekas-lekas menoleh gugup pada Citra dan Erian.

Seperti yang diduganya, dua orang itu tengah menatapnya tajam. Namun, bukan kemungkinan Citra yang bakal mengamuk yang dicemaskan oleh Orion, ia justru lebih khawatir dengan anggapan Erian yang nantinya akan memengaruhi keputusannya untuk mewariskan hotel.

“Ayah, Pak Nadi salah. Saya tidak mungkin melakukan hal serendah itu. Ayah tahu bagaimana saya, kan? Saya hanya mencintai Citra,” kata Orion sedikit panik. Tangannya melambai-lambai cepat di depan dada.

Jawaban ayahnya yang cuma berupa lengosan membuat Orion semakin gusar. Tidak! Ia tidak akan bisa kehilangan hotel yang telah lama diincarnya. Ia harus melakukan apapun agar kepercayaan Erian padanya tidak ternoda sedikit pun.

Dengan wajah yang lebih sangar daripada sebelumnya, hingga membuat ketampanannya pudar, Orion berpaling kembali pada Nadi. Hanya didorong oleh instingnya untuk mempertahankan nama baik, ia mengulurkan tangan kanannya dan mencengkeram kerah seragam navy yang dikenakan Nadi dan menariknya maju.

“Orion, apa yang kamu lakukan? Lepaskan Pak Nadi!” Citra refleks berdiri dari kursinya dan berusaha melepaskan tangan suaminya dari leher si polisi. Di sampingnya, Erian kelihatan tercengang.

“Tidak, Citra! Sebelum polisi ini berhenti menuduhku selingkuh darimu. Kamu harus percaya padaku, Citra. Aku tidak mungkin mengkhianatimu seperti yang polisi ini bilang,” sebut Orion sambil mengguncang-guncang kerah baju Nadi dalam genggamannya. Nadi justru tidak melawan, ia hanya membiarkan kepalanya ikut bergerak mengikuti guncangan.

“Buktikan!” Nadi berbicara tenang. Matanya memandang serius muka Orion yang sudah tidak lagi rupawan akibat kemarahan. “Buktikan kalau Anda benar-benar tidak selingkuh. Itu lebih berguna daripada menarik-narik kerah seragam saya. Kalau Anda bisa membuktikannya, saya akan menganggap semua keterangan Anda tadi jujur.”

“Pak Nadi benar, Rion. Jadi, lepaskan tanganmu sekarang juga dari situ!” Erian bertitah dari kursinya. Tegas, berwibawa, dan berkarisma, seperti yang disegani oleh semua penghuni rumah keluarga Indrayana.

Mendengar perintah ayahnya, Orion segera menarik tangannya kembali. Tapi, ia masih memberi Nadi tatapan dendam dan memilih berdiri. Citra pun langsung duduk lagi di kursinya.

Kesunyian yang menyusul segera dipecahkan oleh Nadi yang membuka mulutnya usai memperbaiki kerah seragamnya yang sempat miring. “Nah, kalau tenang begini kan lebih nyaman. Saya minta maaf sebelumnya kalau kurang sopan, tapi bisakah Bu Citra dan Pak Erian mengendus bagian depan kemeja Pak Orion? Agar Anda berdua tahu kalau saya tidak mengada-ada?”

Citra mengangguk dan berdiri untuk membaui kemeja suaminya. Orion tidak mungkin menolaknya, bisa-bisa ayahnya curiga. Orion kian tegang ketika Citra duduk di kursi dengan ekspresi yang tidak bisa diterjemahkan. Ia pun tidak berani mendekatkan hidungnya pada pakaiannya, takut menemukan parfum Ulfa di sana.

“Pak Erian, Anda tidak ingin mengetahuinya sendiri?” Nadi bertanya sekaligus mendesak ketika dilihatnya Erian tampak tidak tertarik mengikuti perbuatan menantunya.

Erian menggelengkan kepalanya yang masih berambut hitam lebat pelan-pelan, pandangannya tidak lepas dari anak lelakinya. “Tidak perlu, Pak Nadi. Saya percaya pada penilaian Anda dan Citra.”

Nadi manggut-manggut. Wajahnya sekarang dihadapkan pada Citra, rautnya menuntut. “Bagaimana, Bu Citra? Apa ada bau parfum asing yang Anda cium? Atau, mungkinkah itu salah satu parfum Anda?”

Kalut tingkat gawat, Orion tegang menunggu jawaban istrinya. Peluh semakin membanjiri badannya, tangannya membuka menutup tidak jelas, kelopak matanya lupa berkedip, dan napasnya berkejaran. Apa yang harus dikatakannya pada ayahnya jika Citra membenarkan temuan si polisi?

“Iya, Pak Nadi. Saya memang mencium bau parfum yang berbeda dengan yang saya pakai. Dan itu bukan salah satu parfum saya. Saya punya tiga macam parfum, dan itu bukan salah satunya,” tutur Citra seraya mengendikkan kepalanya ke arah suaminya. Tampangnya masih tidak bisa diterka.

Mulut Orion membuka lebar di bawah tatapan tiga orang lainnya. Kepalanya menoleh-noleh tidak tentu arah, tidak yakin siapa yang ingin benar-benar dipandangnya. Akhirnya, ia memilih untuk menghampiri ayahnya yang duduk kaku di kursi.

“Ayah, saya sungguh-sungguh. Percaya sama saya. Saya tidak akan berselingkuh dan mengkhianati Citra. Mana mungkin saya menyia-nyiakan Citra setelah harus bersusah payah agar bisa menikahinya. Ayah tahu itu, kan?” Orion nyaris merengek, mengemis-ngemis supaya Erian tidak meragukannya.

“Kalau begitu, parfum siapa yang dicium Citra di pakaian kamu? Kamu tidak mungkin memakai parfum wanita, kan?” Erian bertanya sinis. Ia merasa malu luar biasa dengan kelakuan putranya, terlebih lagi yang mengungkapnya adalah polisi.

Tidak tahu harus mengutarakan alasan apa, Orion malah gelagapan dan salah tingkah. Erian tidak tahan lagi, ia sudah berdiri dan berniat menampar pipi Orion saat anaknya itu mendadak memekik nyaring.

“Parfum itu untuk Citra, Yah. Saya membelikannya parfum dan- dan pasti saya tidak sengaja menyemprotkan parfum itu waktu- waktu saya sedang melihat-lihat. Makanya baunya tertinggal di baju saya,” jawab Orion cepat-cepat. Cuma itu dalih yang bisa ia pikirkan sekarang.

“Membelikan istri Anda parfum di hari saat ibu Anda ditemukan terbunuh? Bukankah pemilihan waktu Anda agak kurang tepat, Pak Orion?” Nadi bertanya. Suaranya kedengaran sangsi.

Orion menggeleng-geleng, menyanggah setiap huruf yang keluar dari mulut Nadi. “Tidak! Percaya sama saya, Ayah. Ini hanya bau parfum yang saya belikan untuk Citra, bukan milik wanita lain!”

“Kalau begitu, tunjukkan pada Ayah parfum yang katamu kamu beli untuk Citra itu. Ayah mau lihat! Kalau kamu belum beli, antar Ayah ke toko tempat kamu melihat-lihat parfum itu, biar Ayah yang pastikan sendiri pada penjaga toko. Kalau perlu, Ayah juga akan meminta rekaman CCTV toko itu. Ayo!”

Tanpa memedulikan Citra dan Nadi yang masing-masing memasang wajah bingung, Erian menggamit lengan anaknya meninggalkan ruang makan. Walaupun tahu bahwa kebohongannya akan terbongkar sebentar lagi, Orion tidak kuasa mencegah tubuhnya sendiri yang ikut saja saat ayahnya menyeretnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Koper Merah di Kamar Mertua   105

    “Apa yang terjadi, Lavin? Kenapa ada polisi di sini?”Citra bertanya dengan wajah menghadap ke moncong pistol yang mengarah padanya, matanya tajam melirik Dokter Lavin yang tengah memberinya tatapan terluka. Walaupun malam itu udara lumayan dingin, keringat mulai bermunculan di dahinya. Wanita itu meneguk ludah yang terasa mengganjal. Ada yang tidak beres dengan mantan kekasihnya itu.Namun, bukannya menjawab, Dokter Lavin justru memutus kontak matanya dengan Citra, turun dari mobil, membuka pintu belakang, dan membawa Belinda ke dalam gendongannya. Ia memilih untuk tidak menengok ke arah Citra satu kali pun selagi melangkah kembali ke dalam toko yang pengunjungnya tampaknya tidak menyadari kejadian di depan bangunan yang mereka datangi, berbeda dengan Belinda yang tidak berhenti memelototi mobil yang baru saja mereka tinggalkan.“Lavin, Lavin, kamu mau ke mana? Jelaskan padaku ada apa ini. Lavin! Kamu tidak boleh pergi begitu saja dan meninggalkanku di sini!” Citra memanggil-manggil

  • Koper Merah di Kamar Mertua   104

    Mata Citra terbelalak mendengar pengumuman mengejutkan yang disampaikan oleh Jian. Dengan mulut setengah membuka, ia menoleh ke arah Dokter Lavin yang juga tengah menatapnya. Berkat kehadiran polisi di luar sana di waktu yang sangat tidak tepat ini, rencananya bersama pria itu untuk mengasingkan Orion di ruangan tersendiri bisa dipastikan gagal.“Bagaimana mereka bisa tahu saya di sini? Setahu saya, kita tidak diikuti sejak di pusat perbelanjaan tadi. Saya juga yakin orang-orang di toko tidak ada yang mengenali saya,” ujar Citra dengan nada heran setelah berhasil berjumpa dengan suaranya. Kepalanya bergantian berpaling ke Dokter Lavin dan Jian, menuntut penjelasan. Tidak bisa dipungkiri ada sorot menuduh dalam pandangannya. Mungkin ibu dan anak itu tidak setulus yang Citra kira.Dokter Lavin melihat ke sekeliling rumah dengan resah sebelum membuka mulut. “Kalau dilihat dari polisi yang datang, bukan orang-orang suruhan Erian, kemungkinan besar mereka bisa mengetahui lokasi Citra denga

  • Koper Merah di Kamar Mertua   103

    “Hati-hati menggalinya, jangan sampai guci itu pecah. Lebih baik kita menggalinya pakai tangan saja.”Nadi memberi instruksi pada rekan-rekannya sambil membasmi keringat yang berlelehan mengaliri dahinya menggunakan punggung tangan yang berlumur tanah. Mereka, para aparat kepolisian itu, tengah menggali tanah di halaman belakang kediaman Indrayana untuk mencari sesuatu yang disebutkan oleh Erian pada Nadi tiga puluh menit sebelumnya.“Kalau Anda tahu siapa yang membunuh korban, kenapa Anda tidak bilang dari awal dan membantu penyidikan? Kenapa malah menyembunyikannya dan bersikap tidak tahu apa-apa, bahkan sampai menjebak anak Anda sendiri? Apakah Anda diancam oleh Bu Citra atau Anda sendiri yang memilih untuk menutupi kasus ini, Pak Erian?”“Saya sendiri yang memang memutuskan untuk menutupi kasus ini. Saya pikir, jika Henny ditemukan meninggal sebagai korban pembunuhan, orang-orang akan bersimpati pada saya yang akhirnya akan menaikkan harga saham hotel. Tapi, Citra juga turut andil

  • Koper Merah di Kamar Mertua   102

    Dokter Lavin duduk di sofa ruang tamu rumahnya, alih-alih di ruang keluarga tempatnya mengambil kotak obat, semata-mata agar tidak mendengar pertengkaran antara Citra dan Orion. Sambil menotol-notolkan kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol ke lukanya, ia meyakinkan diri bahwa sangat tidak sopan menguping perselisihan suami istri dan mereka tentu tidak ingin didengar oleh siapapun., walaupun Dokter Lavin penasaran setengah hidup.Sekarang, setelah Citra ada di sini, apa yang akan mereka lakukan? Hanya bersembunyi dari Erian tanpa usaha apapun untuk melepaskan wanita itu sepenuhnya dari jeratan pengusaha ternama itu? Citra memang sudah mengambil langkah pertama dengan memutuskan untuk menggugat cerai Orion, tapi kaitan antara mantan kekasihnya dan Erian bukan hanya itu.Namun, sampai kapan mereka sanggup menyembunyikan diri begini? Dokter Lavin harus bekerja, yang tentu saja tidak aman dilakukan sebab Erian sudah tahu jika dirinya ikut terlibat. Sekali Dokter Lavin tertangkap, Citra,

  • Koper Merah di Kamar Mertua   101

    “Itu benar, Pak Nadi. Citralah yang telah membunuh istriku. Aku tidak bohong atau sedang berupaya kabur. Itulah yang sebenarnya terjadi.”Erian menegaskan kalimatnya usai melihat reaksi Dokter Hardi dan Nadi atas perkataannya sebelumnya adalah saling melempar tatapan tidak mengerti. Tapi, sedetik kemudian, wajah si polisi menjelma tidak percaya dan ekspresi si dokter tetap dalam kebingungannya.“Apa maksudmu, Erian?” Dokter Hardi menyuarakan ketidakpahamannya. Ia bergantian memandang polisi di depannya dan temannya yang terbaring di brankar, menunggu salah satu dari keduanya sudi menjelaskan. “Citra yang membunuh Henny? Tapi, kenapa? Tadi kamu bilang kalau dijebak dan akan berusaha mencari pelaku sebenarnya, sekarang kamu bilang kalau Citra pelakunya. Apa yang terjadi di sini, Erian?”“Lebih baik Anda ikut ke kantor dan menjelaskan semuanya di sana, Pak Erian. Bangunlah, saya akan memapah Anda ke mobil,” sebut Nadi lalu melangkah mendekati brankar dan mengulurkan tangannya pada Erian,

  • Koper Merah di Kamar Mertua   100

    Bunyi pukulan itu mengalihkan perhatian Citra yang tengah asyik duduk di kursi kerja Jian dan memelototi salah satu kertas yang diraupnya dari atas meja. Tangannya otomatis menjatuhkan benda yang dipegangnya begitu menyaksikan bagaimana suaminya menonjok pipi Dokter Lavin yang sama sekali tidak menduga datangnya serangan itu. Ia tergesa-gesa menghampiri mantan kekasihnya yang setengah bersimpuh di lantai dan berjongkok di sampingnya.“Kamu tidak apa-apa, Lavin?” Citra bertanya risau sambil mengamati wajah lebam pria di sisinya. Saat Dokter Lavin hanya mengangguk sebagai reaksi tanpa mengatakan apapun, wanita itu menaikkan kepalanya untuk memberi Orion tatapan sengit. “Apa yang kamu lakukan, Rion? Kenapa kamu memukul Lavin? Dia kan tidak salah apa-apa sama kamu.”Mata Orion mendelik, dadanya masih naik turun mengejar napas. Tenaganya yang tidak seberapa, karena baru makan sekali dalam hari ini, dikerahkan semuanya untuk memberi Dokter Lavin pukulan sekuatnya yang pantas pria itu terima

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status