Share

BAB 4 - Dejavu

Pikiran Karina berkecamuk. Dia mengambil lilin beraroma lavender dari laci yang berada di seberang rangjang tidur. Kemudian menyalakannya, menaruhnya di atas meja kecil tidak jauh darinya. Detik jam terus berjalan, rasa lelah berkumpul di tubuhnya, namun dia tetap terjaga. Lelah, memikirkan masalah yang baru saja dia hadapi, dan lelah, memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia menarik selimut, menutupi seluruh tubuh. Mencari rasa kantuk yang sebenarnya sejak tadi sudah menghampiri, tetapi matanya tetap saja sulit tertutup. Lagi-lagi Karina memandnag jam dinding untuk menghitung berapa lama dia tetap saja terjaga dan tidak bisa tidur juga.

Aroma lavender menyerbak ke seluruh ruang kamar, berhasil membuatnya sedikit relaks dan mulai dapat mengendalikan tubuh untuk tidur. Matanya perlahan menutup dan napasnya teratur.

“Hai,” sebuah sapaan membuat Karina kembali membuka mata.

Seketika kamarnya berubah menjadi ruangan yang dia kenal. Ruang kelas bercat biru muda dan lantai putih. Bangku-bangku berjajar rapi. Di hadapannya terdapat dua buah papan tulis besar yang berdampingan. Tidak ada coretan apa pun di sana, hanya ada seorang cewek yang dia kenal berdiri, mengenakan seragam sekolaah, kemeja berwarna putih dan rok selutut berwarna biru. Cewek itu menatapnya dengan ekspresi yang familiar, membuat jantung Karina berdegup lebih kencang dan tubuhnya gemetar.

“Aku udah bilang, kamu itu harusnya pergi yang jauh, Kar. Nggak akan ada yang mau temenan sama kamu. Adik dari seorang ODHA yang udah meninggal dunia.”

Karina mengatur napas. Dara? Karina menyebut  nama cewek itu dalam hati.

“Kamu itu kuman di sini. Kasihan dong sama yang lain. Kamu harusnya sadar diri. Sekarang udah nggak ada lagi yang mau temenan sama kamu, kan?”

Tiba-tiba kelas yang tadinya kosong, menjadi penuh. Sebagian dari mereka adalah orang-orang yang Karina kenal. Salah satunya ada Lia, teman sebangkunya saat SMP.

“Iya kamu harusnya pergi aja. Nggak akan ada yang mau temenan sama kamu, Karina.” Salah satu dari mereka berteriak kencang berbarengan dengan tatapan mengusir.

"Kamu kotor! Kamu cuma sebar virus mematikan! Kamu tega nularin ke satu kelas, bahkan satu sekolah?"

"Pergi aja! Nggak ada yang mau terima kamu di sini."

"Kalau mau mati ya mati sendirian aja!"

Karina merasa suhu tubuhnya menjadi lebih panas. Dia ingin pergi, berlari menjauh dari mereka tetapi kakinya terasa kaku tidak dapat bergerak. Air matanya mengalir di pipi dan dadanya terasa sesak. Teriakan mengusir dari mereka kian keras dan membuat Karina semakin takut. Kedua tangannya menutup telinga kencang, namun semakin kencang dia menutup telinga, semakin kencang pula teriakan itu terdengar.

Aku ingin pergi! Aku ingin pergi! Aku ingin pergi! Aku nggak mau di sini! Aku nggak mau di sini! Karina berteriak kencang dalam hati.

Seketika semuanya menghilang.

Mata Karina perlahan terbuka dan aroma lavender kembali tercium di rongga hidung. Bola mata Karina sibuk mengamati ruang kamar dengan cahaya lampu temaram. Degup jantungnya terasa masih tidak terkendali dan teriakan-teriakan itu samar masih terdengar di telinganya. Lalu perlahan menghilang dan matanya kembali tertutup.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status