Malam akhirnya datang, kegelapan kembali menyelemuti bumi, rembulan sudah tampak ditempatnya, disusul dengan munculnya satu persatu sang Bintang yang seperti biasanya dengan setia menemani sang rembulan. Sementara itu ditempat persembunyiannya, Bintang terlihat tengah menikmati ayam panggang buatannya seraya terus memperhatikan kearah dinding batu yang berada beberapa tombak dihadapannya. Cukup lama Bintang menunggu ditempat persembunyiannya, hingga ;
“Ggghrrrrr...”. suara gemuruh tiba-tiba saja terjadi, dan Bintang yang berada ditempatnya tentu saja terkejut, dikegelapan malam Bintang dapat melihat dinding batu yang diduganya sebagai markas Gerombolan Bayangan Setan terlihat bergeser dari tempatnya, dan dari dalam dinding batu yang terbuka itu Bintang dapat melihat dengan jelas ke-8 sosok tubuh yang mengenakan pakaian serba hitam dan topeng setan terlihat keluar.
“Kena kalian”. batin Bintang lagi tersenyum melihat hal itu dan Bintang kini dapat melihat salah seorang
“Ho ho ho...! tak kusangka Ksatria Pengembara yang terkenal itu hanyalah nama kosong belaka”. terdengar ejekan dari si Bayangan Setan lagi, sementara itu ditempatnya Bintang terlihat mulai bangkit. “Aku belum kalah Bayangan Setan” “Bagus, bagus aku senang melihat semangatmu Ksatria Pengembara, aku beri kau kesempatan untuk menyerangku agar kau tidak mati penasaran”. ucap si Bayangan Setan lagi terlihat mempersilahkan Bintang untuk melancarkan serangannya. Merasa diremehkan, Bintang segera mempersiapkan jurusnya, jurus Tendangan Tanpa Bayangannya, dan ; “Hyyattt.....wuutt....wuuttt..” sosok Bintang berkelebat kedepan dengan jurus andalannya. Ditempatnya terlihat wajah dibalik Topeng Setan itu cukup terperanjat melihat serangan yang kini dilancarkan oleh Bintang, tapi sesaat kemudian bibirnya terlihat tersenyum. “Huppp”. dengan gerakan yang tak kalah cepat, sosok si Bayangan Setan bergerak menghindari serangan Bintang yang cepat luar biasa, tapi
Dari Pertarungan yang terjadi antara Bintang dan si Bayangan Setan, kini kita melompat ke tempat kadiaman Gusti Adipati Pandan Arum yang saat itu tengah dilanda kegalauan dan kebingungan, karena Gusti Adipati Pandan Arum hanya mampu mengumpulkan satu peti keping uang emas, padahal Gusti Adipati Pandan Arum harus menyediakan dua peti uang emas untuk menebus kesehatan putri kesayangannya, Gusti Ayu Pandansuri. “Bagaimana ini kanda, kalau tidak memenuhi permintaan mereka, bagaimana dengan Pandansuri”. ucap wanita yang bekas istrinya itu terlihat begitu sangat khawatir. “Tenanglah dinda, kanda akan memikirkan jalan keluarnya”. ucap Gusti Adipati Pandan Arum lagi terlihat berfikir. “Bagaimana ini paman ?” “Maaf gusti, hamba juga bingung memikirkan hal ini”. ucap Patih Ganggar lagi hingga semakin membuat Gusti Adipati Pandan Arum semakin bingung dan kalut. Disaat seperti itulah tiba-tiba saja seorang prajurit kadipaten datang menghadap. “Sembah horm
“Guru”. ucap Bintang lagi tanpa sadar. “Apa yang sedang kau lakukan Bintang ? apakah kau ingin menyerah begitu saja”. “Maafkan saya guru, tapi dia terlalu tangguh, dia seperti bisa menebak semua gerakanku, aku tidak tahu lagi harus berbuat apa”. “Hu..!! aku sungguh malu mendengarkan ucapanmu Bintang, sungguh menyesal aku mengangkatmu sebagai murid”. “Maafkan saya guru, tapi saya benar-benar tidak tahu harus berbuat apa ?” “Apakah kau lupa dengan wejangan-wejangan yang pernah aku katakan padamu, sekarang coba kau ulangi wejangan yang pernah aku berikan padamu”. “We....wejangan yang mana guru ?” “Dasar geblek, sekarang dengarkan baik-baik pesanku ini, karena jika kau tidak mengerti, maka bersiaplah untuk mengakhiri hidupmu ditempat ini”. “Disetiap pertarungan yang kau lakukan, anggaplah pertarungan itu hanyalah merupakan latihan bagimu, dan lawan yang kau hadapi tidalah merupakan lawan yang berat, dia hanyalah seora
Jurus demi jurus mulai terlewati, serangan-serangan cepat yang dilancarkan oleh si Bayangan Setan mulai terlihat melamban, si Bayangan Setan tidak sadar kalau saat ini jurus Kijang Kelana yang dipergunakan oleh Bintang telah menyerap tenaganya, memasuki jurus ke 45, barulah si Bayangan Setan menyadari akan hal itu, dan dia melompat mundur kebelakang. “Kurang ajar, rupanya jurus yang dipergunakannya bukanlah jurus biasa, jurusnya telah menyerap tenagaku.”. batin si Bayangan Setan lagi menyadari kebodohannya. Dan kini terlihat si Bayangan Setan mulai memutari tubuh Bintang, sementara Bintang masih berdiri tenang ditempatnya, hanya sesekali terlihat kedua kuping Bintang bergerak-gerak. “Ternyata dia cerdik juga, dia sadar kalau hanya menggunakan kedua matanya untuk menghindari serangan Bayangan Setanku dia takkan bisa, tapi dengan mata terpejam dan hanya mengandalkan indra peraba dan pendengaran dia bisa menebak arah serangan, kalau begitu aku harus mencari cara untuk m
“Aaakhhhhh.”. terdengar satu jeritan keras keluar dari mulut si Bayangan Setan yang terlihat terpental dengan deras kebelakang, bahkan beberapa batu besar terlihat langsung hancur berantakan saat berbenturan dengan tubuh si Bayangan Setan, akhirnya tubuh si Bayangan Setan baru berhenti saat menghantam dinding batu yang ada dibelakangnya setelah menghancurkan beberapa batu besar yang tadi ditabraknya. Sementara itu sosok Bintangpun terlihat terpental cukup jauh kebelakang, beruntung bagi Bintang yang masih mampu untuk mengendalikan gerak jatuh tubuhnya, walau Bintang terlihat langsung jatuh ditempatnya seraya memuntahkan darah dari mulutnya. Kali ini luka dalam yang diderita Bintang benar-benar parah, sampai-sampai Bintang terlihat langsung tak sadarkan diri lagi ditempatnya. Tapi untunglah keadaan Bintang jauh lebih beruntung dari sosok si Bayangan Setan yang tewas dengan tubuh remuk karena menghantam bebatuan tadi. *** Malam terus berja
Tak seberapa lama kemudian rombongan Gusti Adipati Pandan Arum tiba dikamar Gusti Ayu Pandansuri, dan terlihat saat itu Pandansuri tengah ditunggui oleh beberapa orang emban pembantu. Wajah Gusti Adipati Pandan Arum terlihat berubah gembira saat melihat putri kesayangannya tampak telah siuman dari keadaannya, dan bersama istrinya dia segera mendekat. “romo... ibu...”. terdengar kalimat itu keluar dari bibir pucat Pandansuri saat mengenali sosok-sosok yang mendekatinya. “Kau sudah sadar putriku, kau sudah sadar”. ucap Gusti Adipati Pandan Arum terlihat terharu melihat keadaan putrinya, sementara Pandasuri sendiri terlihat langsung memeluk kedua orangtua yang dicintainya itu. “Terima kasih Sang Hiang Widi, terima kasih”. ucap Gusti Adipati Pandan Arum lagi tak kuasa menahan air matanya merasakan kebahagiaan yang saat itu dirasakannya. Kegembiraan dan kegembiraan melingkupi tempat kediaman Gusti Adipati Pandan Arum. Sadarnya Gusti Ayu Pandansuri dengan cepat ter
Sore itu ditempat kediaman Gusti Adipati Pandan Arum, tepatnya ditaman belakang rumah kediaman tersebut, terlihat sosok Gusti Ayu Pandansuri tengah bersama seorang wanita yang juga tak lain adalah ibu kandungnya sendiri. Kedua tampak begitu menikmati keindahan taman bunga yang ada dihadapan mereka. Pandansuri memang sangat dekat dengan ibunya hingga kedua anak dan ibu ini terlihat begitu saling menyayangi satu sama lain. Pandansuri terlihat begitu memanjakan dirinya dengan menjatuhkan kepalanya dipangkuan ibunya, sang ibu hanya membelai lembut rambutnya yang terurai indah. “Ibu lihat akhir-akhir ini kau sangat bahagia Pandan”. goda sang ibu lagi. “Ya Pandan memang bahagia bu, karena romo dan ibu sudah kembali rukun”. “Apa bukan karena raden Bintang ?”. kembali ibunya menggoda, Pandansuri hanya terlihat tersenyum sesaat mendengar hal itu. “Bagaimana menurutmu Raden Bintang itu ?” ucapan ibunya kali ini cukup membuat Pandansuri terperanjat dan s
“Tapi hamba benar-benar minta maaf gusti, hamba tidak bisa menerima kehormatan ini”. ucapan Bintang berikutnya tentu saja sangat mengejutkan bagi Gusti Adipati Pandan Arum dan istrinya, seketika wajah keduanya berubah. “Saat ini diluar sana masih banyak orang-orang yang membutuhkan pertolongan hamba, dan tugas hamba sebagai seorang pendekar masih begitu panjang gusti, oleh karena itulah hamba mohon maaf karena tidak bisa menerima kehormatan yang gusti berikan kepada hamba” “Tapi Pandansuri bisa ikut dengan Raden untuk membantu tugas raden”. ucap Gusti Adipati Pandan Arum. “Justru itulah yang hamba khawatirkan gusti, pengembaraan hamba selalu menempuh bahaya yang hamba sendiri tidak dapat membayangkannya, hamba tidak ingin gusti ayu Pandansuri hanya akan menderita bila ikut bersama hamba, bahkan hamba tidak berani menjamin keselamatan gusti ayu Pandansuri jika ikut bersama hamba”. ucap Bintang lagi, ucapan Bintang kali ini cukup membuat Gusti Adipati Pandan Ar