“Kalau begitu aku akan mewujudkan impian Nyai”. ucap Bintang lagi hingga membuat Nyai Kembangsari terkejut. “Anggaplah malam ini merupakan malam pertama pernikahan kita dinda”. ucap Bintang lagi seraya menyebut Nyai Kembangsari dengan sebutan dinda. Nyai Kembangsari hanya terlihat tersenyum mendengar hal itu. Dimatanya sosok Nyai Kembangsari benar-benar sangat mempesona dirinya, hal ini pulalah yang kemudian mendorong Bintang untuk mengangkat tangannya dan membelai wajah cantik itu. Nyai Kembangsari hanya tampak memejamkan kedua matanya saat merasakan kehangatan belaian tangan Bintang pada wajahnya “Mari kita jadikan malam pertama pernikahan kita ini menjadi malam yang sangat berkesan dan takkan pernah terlupakan kakang”. ucap Nyai Kembangsari tersenyum. Bintangpun balas tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. Dan kemudian Bintang kembali menundukkan wajahnya mengikuti tarikan kedua tangan Nyai Kembangsari yang saat itu telah menarik lehernya dan kembali kedua bibir itu bertemu dal
“Braakkk”. Bintang semakin dikejutkan dengan didobraknya suara pintu Nyai Kembangsari, dan ; “Ki Tayub....”. ucap Bintang mengenali sosok lelaki tua setengah baya yang terlihat masuk dengan beberapa orang pengawal rumah Nyai Kembangsari. Dan Bintang dapat melihat Ki Tayub tampak terkejut saat melihat lobang besar yang ada diatap kamar tersebut. “Kita terlambat ki....”. ucap salah satu pengawal yang masuk bersama Ki Tayub. “Ya, aku yakin ini semua adalah ulah Demang Witarna yang tidak menerima kejadian malam itu”. ucap Ki Tayub lagi terlihat menggeram kesal. “Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang ki ?”. “Kita tak mungkin bisa membebaskan Nyai Kembangsari, Demang Witarna memiliki jago-jago handal yang cukup banyak, sayang Raden Bintang tidak ada disini”. ucap Ki Tayub lagi terlihat berpikir sejenak. “Sebagian dari kalian tetap disini untuk berjaga-jaga, aku akan pergi ke hutan Rantangpuri untuk meminta bantuan Kepala Begal Sawungpati
“Serangg....!!!”. dengan satu perintah saja, maka belasan orang pengawal itu langsung menyerang kedepan dengan dahsatnya. Tapi ; “Hiyyattt......werrr....werrr.....weerr”. Bintangpun bergerak kedepan menyambut serangan para penyerangnya, jurus Tendangan Tanpa Bayanganpun segera terlihat pada serangan–serangan pertama Bintang, maka ; “Deesss...desss”. serangan Bintang yang sedemikian cepat membuat beberapa sosok pengawal Demang Witarna langsung berjatuhan ketanah, rupanya kali ini Bintang benar-benar tak memberi ampun kepada lawan-lawannya dan akibatnya sungguh mengerikan, serangan-serangan yang Bintang lancarkan membuat lawan-lawannya terkapar disana sini akibat serangan maut yang dilancarkan oleh Bintang. Dalam beberapa gebrakan saja, sudah sebagian orang dari semua pengawal Demang Witarna yang terkapar ditanah, hal ini tentu saja membuat para pengawal Demang Witarna yang lain menjadi gentar hatinya melihat kehebatan lawan yang mereka hadapi saat ini. Dan bagaimana d
“Ka....ka....kakang”. ucap Nyai Kembangsari dengan terbata-bata. “Nnn..Nyai....”. ucap Bintang pula ikut terbata-bata, Bintang tahu saat ini tidak ada yang dapat dilakukannya lagi untuk menyelamatkan nyawa Nyai Kembangsari yang sudah berada diujung tanduk. Hal inilah yang membuat deraian air mata Bintang mengalir deras tanpa terbendung. Nyai Kembangsari terlihat mengangkat tangannya dan dengan lembut diusapnya air mata tersebut dari kedua mata Bintang. “Jaa...jangan bersedih ka...kakang”. “Maa...maafkan aku Nyai, aku tidak bisa me...”. belum lagi Bintang menyelesaikan ucapannya, jari jemari Nyai Kembangsari telah menempel dibibirnya. “Ttii....tidak apa-apa ka....kang, jan....gan salahkan kakang atas semua ini.......ak...u bahagia sebelum kematianku.....aku masih dapat diberikan kee....sempatan untuk....berte...mu dengan kakang.....aakk....u baha...gia bisa mati da...lam pelu...kanmu kakang”. ucap Nyai Kembangsari lagi, dan ini semakin membuat Bi
Malam menyelimuti kepakatan malam, angin terasa berhembus kencang menyapu dataran bumi, diatas sana, rembulanpun tampak bersinar redup malam itu, tidak tampak sebuah Bintangpun yang bertaburan diangkasa sebagaimana biasanya. Sepertinya malam itu hujan akan turun. Dan tak perlu menunggu lama, segerombolan awan tebal dan hitam kelam terlihat mulai menutupi wajah sang rembulan, dan ; “Cletarrrr.....cleetarrrr”. terdengar beberapa kali suara guntur terdengar memecah kesunyian malam dan suasana yang lebih mencekam lagi lebih terasa disebuah pekuburan umum yang terdapat disebuah desa. Desa yang bernama desa Tawungsari. Malam ini malam ke-40, sejak kematian Nyai Kembangsari yang begitu membuat masyarakat Desa Tawungsari merasa amat kehilangan sosok yang begitu dermawan dan sangat ringan tangan kepada siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Untuk mengetahui tentang kematian Nyai Kembangsari baca (Prahara Cinta Nyai Kembangsari). Pemandangan yang amat mencekam dan me
Sementara itu diwaktu yang sama, tapi ditempat yang berbeda, tepatnya ditempat kediaman Nyai Kembangsari, didalam sebuah kamar, dimana terlihat sesosok tubuh yang tengah terbaring diatas pembaringan yang berada dikamar itu, terlihat disalah satu tangan sosok pemuda yang tengah berbaring itu sebuah botol arak yang tergenggam erat ditangannya. Bila melihat raut wajahnya, sosok pemuda yang sepertinya telah tenggelam dalam mabuknya itu tak lain Bintang adanya. Sejak kematian Nyai Kembangsari, Bintang benar-benar terpukul hingga Bintang hanya bisa tenggelam dalam minuman arak yang selalu setia menemaninya. Keadaan Bintang seperti sekarang ini tentu saja sangat menyedihkan bagi Ki Tayub dan Sawungpati sendiri yang dengan setia menjaga dan melayani Bintang disetiap harinya. Tapi Bintang seolah tidak perduli akan hal itu. Dan malam itu sebagaimana biasanya Bintang tertidur dalam keadaan mabuknya. “Wuuutttt”. tiba-tiba saja sebuah cahaya putih melesat masuk dari jendela kamar
Sore itu, segumpalan asap tebal tampak melingkupi sebuah desa, asap tebal itu ternyata berasal dari rumah-rumah penduduk yang tengah terbakar, sementara itu suasana didesa itu sendiri tampak begitu kacau balau, para wanita dan anak-anak tampak berteriak-teriak histeris, berlari kesana kemari tanpa tujuan, keadaan di desa itu benar-benar telah porak poranda. Belasan orang lelaki yang mengenakan pakaian serba merah tampak dengan bringasnya menebaskan kapak-kapak merah yang ada ditangan mereka tanpa pandang bulu, sehingga banyak korban berjatuhan dengan tubuh bersimbah darah. Bahkan beberapa diantara mereka terlihat tengah memanggul beberapa sosok orang wanita, dan sebagian lagi tampak sibuk membakari atap-atap rumah penduduk. Beberapa orang pemuda yang bersenjatakan cangkul dan tongkat tampak berusaha memberikan perlawanan sengit kepada orang-orang yang mengenakan pakaian serba merah itu, tapi ternyata perlawanan mereka tidaklah berarti apa-apa, bukan saja karena mereka kalah
“Siapa namamu anak muda ?” “Namaku Surat”. jawabnya singkat dan tegas. “Aku mengagumi keberanianmu Surat, tapi sayang kau hanya menyia-nyiakan nyawamu saja, tapi aku masih memberikan keringanan padamu, aku ingin kau menjadi anak buahku...bagaimana..?”. ucap si Bola Iblis lagi. Sesaat terlihat wajah Surat berubah mendengar hal itu, tak disangkanya kalau ucapan itu akan keluar dari mulut si Bola Iblis. “Bagaimana ? aku jamin kau akan hidup senang bila bergabung dengan kami Gerombolan Kapak Merah”. ucap si Bola Iblis lagi dengan banggannya. “Cuih.....siapa sudi bergabung dengan orang-orang kotor dan bejat seperti kalian”. tapi justru ucapan yang sangat mengejutkan yang dilontarkan oleh Surat, bahkan dengan beraninya Surat meludah kedepan. “Wuutt.......ddesss”. dan tiba-tiba saja sosok si Bola Iblis yang berada dipunggung kudanya sudah melesat kedepan dan satu tendangan keras dengan telak menghantam wajah Surat yang langsung membuat tubuh pemuda i