Share

Ku Ingin Bahagia
Ku Ingin Bahagia
Penulis: Reny aprilia

Bab 1

Penulis: Reny aprilia
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-18 12:53:07

Sebuah ikatan yang sudah lama ditunggu akhirnya terwujud. Pernikahan Hanna Davina dan Ferdi Saputra akhirnya terwujud setelah enam tahun berpacaran. Hanna yang pada saat itu masih kuliah tidak bisa menerima ajakan menikah dari Ferdi karena ingin mewujudkan keinginan orangtuanya. Selain itu, Orangtua Hanna sebenarnya tidak begitu setuju dengan hubungan Hanna dan Ferdi. Tapi karena Hanna berusaha meyakinkan, mereka pun merestuinya.

“Mas bersyukur sekali, Dek. Akhirnya penantian Mas selama ini tidak sia-sia,” ucap Ferdi sambil menatap lekat pada Hanna.

“Iya Mas, semoga pernikahan kita ini bisa jadi awal yang baru buat kita.”

Hanna dan Ferdi selama ini berhubungan jarak jauh. Mereka hanya bisa bertemu setahun sekali, kadang dua kali. Ayah Ferdi membuka usaha di luar kota, sehingga Ferdi ikut bekerja di sana. Sementara Hanna setelah lulus kuliah dia juga bekerja di luar kota. Baru lah setelah dua tahun bekerja, Hanna memutuskan untuk menerima ajakan Ferdi untuk menikah dan berhenti bekerja. Dia bermaksud untuk mencari kerja di kota tempat kelahirannya.

Sebuah awal yang baru telah dimulai dalam kehidupan Hanna dan Ferdi. Mereka berusaha hidup bahagia walaupun dengan kesederhanaan. Setelah menikah, mereka tinggal di rumah yang baru dibangun Ibu Hanna. Di rumah itu Hanna dan Ferdi tinggal bersama dengan Firman, adik Hanna yang saat itu masih duduk dibangku sekolah menengah.

Ibu Hanna yang harus berdagang di pasar tiap hari mulai pagi sampai siang merasa tidak bisa mendampingi Firman untuk menyiapkan keperluan sekolahnya. Sehingga Hanna yang diberi kepercayaan untuk mengurus adiknya.

“Han, bangun udah jam setengah lima ini. Nanti kamu kesiangan loh.”

Itu adalah ibu Hanna, Ratna. Tiap pagi sebelum berangkat berjualan ke pasar dia selalu mampir untuk membangunkan Hanna agar tidak bangun kesiangan. Karena Hanna juga harus mempersiapkan keperluan Firman untuk sekolah. Dia sengaja mampir karena arah ke pasar melewati rumah Hanna dan tidak begitu jauh dari sana. Jaraknya sekitar lima kilometer dari rumah Hanna.

“Iya bu sebentar,” pekik Hanna sambil tergesa-gesa membuka pintu untuk Ibunya.

“Han, ini sudah setengah lima. Cepat kamu siap-siap beres-beres rumah terus masak. Nanti Firman ada kelas olah raga, jangan lupa kamu siapkan baju gantinya ke dalam tas,” ujar Ibu Hanna yang sudah mulai berjalan menjauh dari rumah menuju ke arah motornya.

“Aku udah siapkan dari tadi malam baju gantinya Firman, bu,” jawab Hanna sambil merapikan rambutnya yang berantakan.

“Ya sudah kalau begitu. Ibu berangkat dulu nanti kesiangan.”

“Hati-hati di jalan.”

Setelah Ibunya pergi Hanna menutup kembali pintunya dan berjalan ke dapur untuk memulai aktivitasnya setiap hari. Sementara firman dan Ferdi masih terlelap tidur. Dan setelah jam menunjukan pukul lima, Hanna baru membangunkan mereka berdua.

“Mas, ayo bangun udah jam lima sekarang. Nanti kamu kesiangan buka tokonya.”

“Aduh, masih ngantuk Dek. Hari ini Mas nambah setangah jam ya bangunnya. Mata Mas perih banget,” rintih Ferdi yang langsung menarik kembali selimutnya.

“Kebiasaan banget sih Mas. Paling susah dibangunin. Firman aja dibangunin gak susah gini. Makanya kalau malam itu tidur jangan larut. Mas kebanyakan nonton film horor sih. Ayo bangun pokoknya gak ada perpanjangan waktu!”  seru Hanna yang mulai kesal sambil menggoyang-goyangkan tubuh Ferdi.

Ferdi akhirnya bangun dan mulai bersiap untuk berangkat. Sebelumnya Hanna sudah menyediakan kopi dan sarapan untuk Ferdi. Tapi karena ferdi tidak biasa sarapan, kadang dia hanya minum kopi dan langsung berangkat ke toko. Begitu juga dengan Firman, dia sering melewatkan sarapan dan langsung berangkat sekolah.

*****

“Han, kamu lagi ngapain,” tanya Ibu Hanna yang berkunjung ke rumah.

“Diem aja dari tadi bu. Kerjaan rumah udah selesai semua jadi aku gak ada kerjaan. Bosen juga sih kadang,” jawab Hanna.

“oh iya, kamu udah selesai datang bulannya?” tanya ibu Hanna serius.

“Baru selesai hari ini Bu. Kenapa memangnya?”

“Kalau gitu cepat kamu pergi ke Bidan. Kemarin-kemarin ibu lupa mau kasih tau kamu.”

“Aku kan gak sakit bu, ngapain ke Bidan?”

“Ke bidan itu pake kontrasepsi,Han. Kamu harus pake kontrasepsi. Mumpung belum pernah berhubungan. Kamu kan pas nikahan masih datang bulan. Jangan punya anak dulu. Kamu tau kan Ferdi masih belum jelas kerjaannya. Jaga toko walaupun punya sendiri itu gak seberapa Han. Nanti malah kasihan anak kamu.”

“Kayaknya Mas Ferdi gak bakalan setuju, Bu.”

“Setuju atau tidak itu gak penting sekarang. Yang jelas biaya anak itu banyak. Kalau Ferdi pengen punya anak ya suruh dia kerja yang bener. Jangan cuma kerja di toko aja.”

“Iya, Bu. Nanti biar Hanna pergi ke bidan,” ucap Hanna pasrah.

“Bagus kalau gitu. Ibu ini cuma mengingatkan kamu, Han. Jangan sampai nanti malah anak kamu yang gak bisa terpenuhi kebutuhannya. Kan kasihan dia.”

“Ya udah kalau gitu Ibu mau tidur dulu di kamarnya Firman. Mumpung masih jam 1 siang,” ucap Ibu Hanna sambil berjalan menuju kamar Firman.

“Iya, Bu. Ibu istirahat aja dulu.”

“Loohh, Han. Kamu gak pernah beresin kamar Firman ya? Kok berantakan banget kayak begini sih, Han.” Teriak Ibu Hanna yang memulai memunguti satu persatu baju Firman yang berserakan di tempat tidur.

“Tadi Hanna sudah beresin, Bu.”

“Udah diberesin kok berantakan kayak gini. Kamu itu harusnya ngerti, Han. Adikmu itu belum bisa beres-beres sendiri.”

“Iya, Bu. Lain kali biar Hanna beresin lagi kalau Firman udah berangkat sekolah,” desah Hanna berusaha mengalah agar tidak semakin memperkeruh suasana.

Hanna dan Ibunya memang sering berselisih paham satu sama lain. Tidak jarang juga Hanna dimarahi karena hal sepele. Tapi bagi Hanna hal itu sudah biasa. Lagi pula mereka berdua tidak tinggal bersama sekarang.

Sementara itu, Hanna mulai bingung dan gelisah dengan semua kata-kata ibunya tentang memakai kontrasepsi. Dia tau pasti kalau Ferdi tidak akan setuju dan bisa jadi malah akan jadi bahan pertengkaran baru mereka. Dia terus mempertimbangkan kata-kata Ibunya. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk menuruti Ibunya untuk memakai kontrasepsi.

*****

Hanna mengendarai motornya dengan tergesa-gesa. Setelah itu dia memarkirkan motornya di depan rumah dengan pagar warna putih. Tanpa menunggu lama dia langsung mengetuk pintu rumah itu.

“Diana, kamu di rumah? Diana? Diana?”

Tidak lama kemudian pintu dibuka oleh seorang wanita yang sebaya dengan Hanna. Dia sudah menyunggingkan senyum manis dibibirnya.

“Hai, kok tumben gak kirim pesan dulu. Kalau aku gak di rumah gimana?” ucap Diana sambil mempersilahkan Hanna masuk.

Diana adalah teman Hanna dari kecil. Mereka berdua sangat akrab. Saat dibangku Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama, mereka selalu duduk bersebelahan. Selain itu, dia teman curhat Hanna yang bisa menjaga rahasia.

“Jadi gini, Di. Aku itu lagi mau ke bidan sekarang. Kamu bisa kan nemenin aku ke bidan sebentar?”

“Kamu sakit, Han?”

“Aku gak sakit. Tapi Ibuku bilang kalau aku pakai kontrasepsi dulu dan gak boleh sampai punya anak dalam waktu dekat ini. Soalnya Mas Ferdi kerjanya cuma jagain toko.”

“Suami kamu kasih ijin gak?”

“Kalau itu gak mungkin lah dia kasih ijin. Makanya mumpung dia masih di toko, kamu antar aku ke bidan sekarang.”

“Nekat kamu, Han.”

“Gak ada pilihan lain, Di. Kalaupun aku gak ikuti kemauan Ibu, terus aku hamil dalam waktu dekat ini bisa jadi masalah baru lagi. Aku sendiri sadar kalau keuangan sekarang belum stabil.”

“Ya udah kalau gitu, Han. Tapi kamu harus hati-hati jangan sampai Ferdi tahu.”

“Beres kalau itu aku juga udah mikirin, Di.”

“Terus rencana mau pakai apa? Suntik apa pil?” tanya Diana serius.

“Kayaknya pil aja deh, Di. Aku takut suntik,” jawab Hanna sambil tersenyum malu.

“Kalau gitu ke apotek aja beli pil. Gak usah pergi ke bidan.”

“Ya udah deh terserah kamu. Kan kamu jauh lebih paham.”

“Tahu sih dikit. Soalnya aku pernah survey orang-orang yang pakai kontrasepsi.”

“Ya udah ayo.”

Sebernarnya Hanna sadar kalau keputusannya ini salah. Dia menyembunyikan sesuatu hal yang sangat penting dari suaminya. Bahkan dia tidak bertanya dulu pada Ferdi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ku Ingin Bahagia   Bab 15

    Keesokan harinya Hanna mengumpulkan niat untuk menemui Mita di tempat kerjanya. Dia ingin memastikan sendiri, apa hubungan Mita dengan Ferdi. Hanna ditemani oleh Kania, dia sengaja mengajak Kania agar nanti tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Apalagi saat ini dia tengah hamil muda. Meski begitu rasa penasarannya membuat Hanna menguatkan niat untuk tetap pergi menemui Mita.Diperjalanan menuju tempat kerja Mita, Kania sempat mengingatkan Hanna agar tidak terbawa emosi."Mbak, Nanti jangan terlalu emosi ya. Aku takut kalau Mas kepancing emosi. Apalagi sekarang Mbak lagi hamil. Kasihan dedek bayi kalau Mbak marah-marah," pinta Kania sambil mengendarai motornya."Tenang aja, Nia. Mbak gak akan marah-marah. Apalagi kalau nanti banyak orang. Pasti Mbak juga malu," jawab Hanna."Ya udah, bagus kalau begitu. Aku juga malu kalau sampai ribut-ribut, Mbak," ucap Kania sambil tertawa.Beberapa menit kemudian mereka sampai di tempat kerja Mita. Di sana terlihat beberapa orang sedang makan da

  • Ku Ingin Bahagia   Bab 14

    Dengan teliti, Hanna mengamati satu persatu pesan percakapan antara Ferdi dengan Mita. Dari sana, Hanna bahkan bisa menyimpulkan kalau Mita yang selalu mengirim pesan pada Ferdi. Bahkan dia tak ragu sesekali meminta Ferdi untuk mampir ke warung tempatnya bekerja.[Mas, hari ini kirim kemana?][Lagi sibuk ya, Mas?][Kalau kirim ke arah sini, nanti makannya di warung sini aja, Mas. Nanti aku kasih gratis kopi deh.]Beberapa kali setelah Mita mengirim pesan, akhirnya Ferdi membalas.[Maaf ya, Mit. Hari ini lagi sibuk banget. Banyak yang harus dikirim. Lain kali aja makan di sana.][Oke, deh. Mita tunggu kedatangannya. Yang semangat kerjanya.][Oke, kamu juga.]Melihat percakapan antara Ferdi dan Mita, seketika hatinya mendidih. Dia bahkan tak lupa mencatat nomor HP Mita. Berjaga-jaga barangkali wanita itu terus berulah, Hanna tak segan untuk memberi peringatan langsung padanya. Tak lama kemudian, Ferdi yang selesai mandi langsung masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya diranjang.

  • Ku Ingin Bahagia   Bab 13

    Setelah Ferdi selesai mandi, Hanna sudah menunggunya dengan segudang pertanyaan. Hanna sangat penasaran dengan orang yang mengirim pesan pada Ferdi. Bahkan pengirim pesan itu juga sempat menunggu kedatangan Ferdi."Mas, coba sini aku mau bicara.""Mau bicara apa, Dek?""Hp Mas tadi bunyi, ternyata ada WA masuk. Tapi gak ada nama kontaknya. Ini dari siapa? Kok dia bilang nunggu Mas buat mampir kesana?""Coba Mas liat dulu,"tanya Ferdi sambil mengambil HP nya dari Hanna."Oh, ini tadi beli beberapa karung semen ke toko. Dia pegawai di warung makan dekat pasar. Niatnya Mas tadi mau sekalian antar semen pesanannya. Ternyata malah ada musibah, jadinya batal.""Beneran? Mas gak bohong kan? Awas aja kalau macam-macam, udah tahu aku lagi hamil.""Gak lah, Dek. Kamu percaya aja sama Mas. Udah selesai kan? Kalau gitu Mas mau makan dulu, habis itu mau tidur. Besok harus kerja lagi bangun pagi."Hanna masih merasa ragu dengan penjelasan Ferdi. Tapi dia berus

  • Ku Ingin Bahagia   Bab 12

    "Dek, jangan lama-lama ya berangkatnya," sambung Ferdi."Gak coba Mas kabari langsung telpon ke Toko Bangunannya aja?""Gak diangkat, Dek.""Ya udah aku berangkat dulu sekarang."Hanna bergegas berangkat ke Toko Bangunan tempat Ferdi bekerja. Dia sangat khawatir dengan keadaan Ferdi. Meski begitu, dia berusaha untuk fokus menyetir motor. Apalagi mengingat dia sedang hamil. Karena keselamatan janinnya yang utama.Sesampai di Toko Bangunan, Hanna segera memberitahukan hal tersebut pada pemilik toko. Kemudian sang pemilik toko langsung mengirimkan beberapa pekerjanya menuju ke tempat Ferdi berada. "Makasih ya, Mbak, sudah dikabari. Sampai jauh-jauh kesini. Nanti biar saya sama pekerja di sini yang urus. Mbak jangan khawatir,"ucap pemilim Toko Bangunan, Pak Banu namanya."Iya, Pak. Kalau begitu saya pamit pulang dulu.""Gak mampir dulu ke Bu Ningrum, Mbak?" tanya Pak Banu."Enggak, Pak. Saya lagi buru-buru soalnya," jawab Hanna. Dia tidak mampir ke r

  • Ku Ingin Bahagia   Bab 11

    Ningrum berjalan masuk ke dalam toko menghampiri Ferdi yang tengah bermain HP. Dia langsung mengambil Hp Ferdi. Ferdi yang tidak tahu apa-apa sontak kaget melihat Ibunya yang terlihat emosi."Ada apa sih, Bu?""Ayo kamu keluar, Fer. Cepat!"Ferdi mengikuti Ningrum yang berjalan ke luar toko. Di luar toko, masih ada Hanna yang duduk termenung sendirian."Ada apa sih, kenapa Ibu marah gitu?""Jujur kamu, Ferdi. Selama ini kamu gunakan buat apa uang toko? Kamu kasih ke Hanna semua? Bahkan buat stok barang uangnya tidak cukup. Tapi Hanna tadi bilang, kamu main judi online. benar begitu?""Enggak, Bu. Hanna cuma adal nuduh aja. Yang pakai HP Ferdi itu teman.""Jangan alasan, sudah tertangkap basah masih gak mau ngaku juga?"Hanna hanya melihat pertengkaran mereka tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Dia takut ucapannya akan salah di mata mereka."Ya sudah kalau gak percaya.""Kalau memang kamu gak main judi, terus uang toko buat

  • Ku Ingin Bahagia   Bab 10

    Setelah mendengar cerita Rini soal Ferdi yang bermain judi online, Ratna sangat marah dan mencari keberadaan Hanna. Sementara Hanna sedang membuat pesanan ayam geprek di dapur, mendengar teriakan ibunya berkali-kali memanggilnya, namun dia tidak menghiraukannya. "Han, kamu lagi ngapain aja? Dari tadi dipanggil kamu diem aja!""Hanna lagi goreng ayam, Bu. kalau ditinggal nanti ayamnya gosong," jawab Hanna dengan santai."Barusan ada Mbak Rini ke sini. Dia cerita ke Ibu kalau Ferdi tiap nongkrong di sana yang dibahas cuma judi online. Ferdi itu main judi online, Han! Kamu tahu gak? Keterlaluan anak itu.""Memangnya Mbak Rini tahu sendiri kalau Mas Ferdi ikut main, Bu?" ucap Hanna yang mencoba melindungi suaminya, meski sebenarnya dia tahu kalau yang dikatakan Rini itu memang benar."Jelas Mbak Rini tahu, Han. Dia itu ada di sebelah mereka waktu ngobrol. Pokoknya kamu harus tegas. kalau kamu biarin aja, makin gak jelas Ferdi nanti. Kerjaan aja belum jelas, ber

  • Ku Ingin Bahagia   Bab 9

    Seharian, Hanna tidak bisa fokus berjualan karena memikirkan cara bagaimana menyampaikan dua kabar pada Ferdi, satu kabar bahagia sedangkan satu lagi kabar buruk. Bagaimana tidak, dalam waktu dua minggu Ferdi sudah harus mendapatkan pekerjaan. Sementara mencari kerja itu tidaklah gampang.Pikiran Hanna yang kacau membuatnya terus melamun sepanjang hari sambil menyiapkan pesanan, hingga ada beberapa ayam yang digoreng jadi gosong. Sehingga Bi Rahmi yang mengerjakan sebagian besar kerjaan Hanna hari itu. Sementara Ratna, dia lebih memilih tiduran dikamar Firman setelah memarahi Hanna.“Han, semuanya udah selesai. Itu beberapa pesanan terakhir yang belum diantar, Bibi taruh di atas meja, ya? Kamu jangan melamun terus, orang hamil gak boleh kalau banyak pikiran. Kamu harusnya bahagia, bukannya malah bingung gitu.”“Tadi Bibi tahu sendiri kalau Ibu marah banget. Aku jadi serba salah, Bi. Bingung cara ngomongnya ke Mas Ferdi nanti, biar dia gak tersinggung. Tapi aku rasa yang

  • Ku Ingin Bahagia   Bab 8

    Hari minggu Hanna tidak mendapat pesanan dari anak SMP, teman-teman Kania. Dia hanya membuka pesanan untuk delivery saja lewat WA dan FB. Sehingga dia tidak begitu sibuk di pagi hari. Saat hendak ke toko, dia bertemu dengan salah satu tetangganya yang langsung menyerangnya dengan beberapa pertanyaan."Mau kemana, Han? Kok buru-buru?""Mau ke toko, mbak Wati. Minyak dirumah habis. kemarin lupa belum beli.""Buat jualan apa buat masak?""Buat jualan nanti, mbak.""Ngomong-ngomong, kamu sudah hamil apa belum, Han? Si Rita, saudaraku yang nikahnya barengan sama kamu sudah hamil tiga bulan. Kok kamu belum hamil juga!""Mungkin belum rejeki ya, mbak. Belum dikasih kepercayaan. Nanti kalau udah waktunya pasti dikasih.""Jangan mikir gitu, Han. Jaman sekarang sudah canggih. Kalau seandainya ada yang bermasalah, diperiksa aja langsung ketahuan. Kamu coba aja periksa ke dokter, Han.""Maksud mbak, aku bermasalah dalam arti susah hamil? Begitu, mbak?""

  • Ku Ingin Bahagia   Bab 7

    "Kok kamu ngomongnya gitu, Mas? Jadi sebenarnya, Mas, keberatan kalau Ibuku tinggal disini? Tapi yang bangun rumah ini Ibuku. Harusnya, Mas paham dong.""Bukan keberatan, tapi kita sepakat kalau gak ada yang ikut mertua kan, Dek? Lagian kamu juga mojokin Ibuku terus.""Kita aja belum punya rumah sendiri, Mas. Aku juga gak tau kalau jadi begini. Ya sudah lah, Mas, kita jalani aja apa adanya sekarang.""Ya mau gimana lagi, ya udah tidur aja lah."Baik Hanna maupun Ferdi, keduanya sama-sama membela ibu mereka. Bagi Hanna, ibunya tidak salah jika tinggal disana, namun Ferdi merasa tidak nyaman. Sedangkan Ferdi juga tak terima, jika Hanna selalu memojokan ibunya karena ikut andil memegang keuangan toko.*****Keesokan harinya, Ratna tidak berjualan di pasar karena hatinya sedang gelisah setelah pertengkarannya dengan suami. sementara Hanna sejak pagi sudah bangun menyiapkan ayam geprek untuk dikirim ke sekolah Kania hari itu. Mendengar Hanna yang sudah sibuk

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status